TR*21

21.6K 3.2K 165
                                    

"Umi, jangan sedih ya, Bie doain kakek ditemuin..." Bie memeluk Pie yang sedang lemas ditempat tidur.

Sejak tak menemukan ayah dirumahnya, seketika rasanya urat ditubuhnya melemah. Kemana ayahnya? Pie merasa bersalah karna tigabulan ini tak pernah menengok ayahnya. Karna kesibukan dan tempat tinggal ayahnya memang sangat jauh dan agak terpencil. Setelah punya kepentingan baru dicari-cari.

"Kakek pasti ketemu kok umi, nanti Qie sama kak Bie akan ke mesjid..."

"Ngapain ke mesjid?" Lie yang sedari tadi menemani mereka bingung menatap Qie.

"Kata ami Awi harus jadi anak sholeh biar doanya cepat dikabulin, yang sholehkan doyanannya kemesjid bi..." Lie tersenyum dan mengacak rambut Qie.

Ada betulnya juga Qie. Setidaknya pandangan orang pada keberadaan mesjid adalah kebaikan. Meskipun sebenarnya tidak selalu. Bisa saja ke mesjid spesialis mengumpulkan sandal-sandal bermerk. Tak sama dengan pandangan orang pada Club. Club dipandang sebagai tempat maksiat hingga jika ada orang yang terlihat disana selalu saja suatu keburukan. Padahal bisa jadi dia kebetulan lewat lalu melihat orang yang dipukuli sampai pingsan disana lalu membantu membawakan kerumah sakit. Eh, sama keluarga korban dia yang disangka memukuli. Begitu ditanya kronologis kenapa sampai korban terluka takkan ada yang percaya kalau dia berkata tak tahu. Karna ia dinilai berada ditempat maksiat.

Demikianlah hidup, terkadang yang baik disangka jahat, yang jahat disangka baik kalau hanya dilihat dari sekilas pandang mata.

"Iya bi, kayak Bie dan Qie kemarinkan  diajak ami Awi kemesjid buat  pengajian trus masukin sedekah ke celengan mesjid sambil berdoa supaya kita bisa berempat lagi..." kata  Bie memperjelas ucapan Qie.

"Nah tuh, buktinya kan doa kita terkabul ya kak!" celetuk Qie lagi.

Pie tersenyum samar mendengar kalimat yang keluar dari bibir mungil anak-anaknya.
Beruntung anak-anaknya dekat dengan yang mengajarkan kebaikan saat ia dan Lie sedang tidak akur. Meskipun sekarang Ami Awi sudah tiada apa yang di ajarkannya menjadi ilmu yang bermanfaat bagi anak-anaknya. Pie berdoa semoga ilmu yang diajarkannya kakak ipar Lie itu menjadi ladang pahala buat beliau menuju tempat terbaik disisi Allah.

"Iya, umi nggak papa kok, makasih ya udah doain semoga kakek ditemukan..." kata Pie sambil mencoba untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang.

"Sama-sama umi sayang," balas Bie.

"kan biar kita cepat berempat lagi, mi, ya kan bi...?" celetuk Qie.

Lie mengangguk dan tersenyum lalu memandang Pie ikut merasa prihatin. Tentu saja Pie dan Lie merasa ini adalah double keresahan. Selain karna kehilangan orangtua, tentu ini juga berhubungan dengan rencana pernikahan ulang mereka.

Mereka sudah menemui ustad Maulana, dan dijelaskan beliau yang menikahkan anak perempuan tentu harus ayah kandungnya.

"Bila ayah kandung tidak diketahui lagi keberadaannya, kalian masih bisa melacaknya lewat keluarga, teman, kerabat atau orang-orang yang pernah mengenalnya," jelas Ustad Maulana, "Bahkan kalau diperlukan bisa juga menggunakan jasa polisi untuk melacaknya. Termasuk juga menggunakan iklan di media," lanjut ustad Maulana lagi.

"Pendeknya begini, upayakan dulu untuk mencari ayah Prilly, barulah bila semua upaya untuk mencari tidak ada hasil, kalian bisa menghadap kepada hakim agama untuk minta dibuatkan fatwa yang menetapkan bahwa ayah kandung Prilly dianggap sudah ‘meninggal’ secara hukum."

Ustad Maulana memperjelas lagi, bila seorang ayah kandung gugur dari kedudukannya sebagai wali, lalu yang berhak adalah wali dalam daftar urutan berikutnya. Bila wali yang ada dalam urutan berikutnya ini ada cacatnya, maka perwalian dipegang oleh nomor urut berikutnya.

Time ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang