Ada satu hal yang membuat Carter tidak bisa berpikir. Bagaimana bisa Iris yang baru saja bisa main catur setengah jam lalu mampu mengalahkan Siley. Kelihatannya Siley yang mengalah agar bisa melihat Iris dan John berhadapan seperti sepasang orang kikuk.
Papan catur sudah kembali terisi. Bidak catur kembali tertata. Iris dan John sudah berhadapan dengan mata menatap daerah masing-masing.
Iris mengambil sisi putih, sekedar mencoba peruntungan baru.
Raut wajah John membuat Carter hampir tertawa meski dia masih kesal tidak bisa main lebih awal. Dia tidak yakin apa wajahnya harus tetap merengut atau sudah saatnya dia kembali bertampang jahil.
Carter diam-diam berharap John mau mempersingkat durasi permainan--membiarkan pion-pionnya salah langkah dan memberi kesempatan untuk rajanya disingkirkan.
Rasanya seperti seumur hidup bagi Carter. Iris dan John bermain layaknya dua orang kagok yang bingung sedang malakukan apa.
Carter memasukkan tangannya ke dalam ransel dan kembali menggenggam enam batang pensil itu. Telapak tangannya berkeringat, membasahi permukaan licin alat tulis itu. Dia belum merautnya sama sekali--karena memang tidak punya rautan.
Dia menggerakkan genggamannya, membiarkan jarinya bermain-main dengan gesekan pensil. Sesekali dia mengopek permukaan salah satunya dengan kuku untuk membuatnya sedikit lebih tenang.
Permainan nyaris tidak berjalan. Carter pikir John bakal mempercepat permainannya lantaran sedang menghadapi Iris--terserah dia mau menang atau kalah.
Carter sudah tidak tahan lagi. Rasanya kepalanya akan pecah kalau terus menolak diri sendiri.
Dia mengeluarkan tangannya yang penuh sekali lagi, meletakkan pensil-pensil itu di atas karpet, dan berdehem.
"Kalian mau permainan yang lebih seru?" tanya Carter untuk menarik perhatian, dan dia berhasil. "Aku tidak setuju itu melatih otak, jadi mari lakukan hal yang lebih menyenangkan."
"Monopoli!" pekik Siley setuju.
"Tunggu! Apa?" Carter sudah mencapai puncak kebingungannya kini. "Tidak ada yang bilang soal monopoli!"
Siley langsung menarik sebuah barang lain dari dalam tas selempangnya. Sebuah kotak agak pipih dan besar bertuliskan kata "MONOPOLY; MAU PUNYA HOTEL PRIBADI? GAMPANG".
John terlihat lebih cekatan dari yang terlihat sebelumnya. Dengan segera dia menyingkirkan bidak catur dari atas papan dan mulai membereskan semuanya.
Sama lihainya dengan John, Siley sudah selesai dengan perlengkapan monopolinya. Tinggal mengatur kartu-kartu pada kolomnya masing-masing dan mereka siap bermain.
"Haruskah salah satu dari kita jadi petugas bank?" tanya Siley sambil mengacak kartu "KESEMPATAN" di tangannya.
"Hei! Kenapa kita harus main permainan bodoh ini?" Carter menghardik.
Carter tidak tahu harus apa sekarang. Kalau dia langsung mengumumkan rencananya yang mau bermain dengan arwah Charles Linchern, dia yakin Siley tidak akan sungkan menendangnya keluar dari kamar Iris.
Dia memang sengaja tidak memberitahu Siley--apalagi Iris--soal ini. Hanya John yang bisa membantu rencananya. Setidaknya dia yakin John tidak membocorkan apapun tentang hal ini. Namun, sekarang dia ragu John masih mau membantunya atau tidak.
"John," kata Carter. "Kau lupa?"
Carter mengangkat salah satu pensil untuk memperlihatkannya pada John. Dengan begitu, seharusnya cowok itu bisa ingat--atau tidak bisa lagi pura-pura lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Charlie, Charlie, Can We Play?"
HorrorBukannya kelihatan berani, Carter malah tampak terlalu bodoh sebab mau menghadapi hal-hal berbau supranatural. Seakan bisa jadi hobi, dia terus melakukan hal menakutkan yang tidak akan mau dilakukan oleh orang waras, termasuk yang satu ini. Suatu ma...