Part 2 - Waiting

2.3K 157 2
                                    

Sejak malam tadi sampai sore ini aku masih saja gelisah. Sehingga aku tidak dapat tidur dengan nyenyak. Aku selalu mengecek ponselku kalau-kalau Madame Janine menelponku.

Sekarang aku sedang bersama dengan kedua sahabatku. Kami bertiga duduk di gedung depan mall seperti biasa dengan tangan memegang ice cream favorit kami.

"Izzy! Kau kenapa? Kau tidak memperhatikan ceritaku ya tadi," tanya James agak marah ketika ia menyadari bahwa sedari tadi aku tidak memperhatikan obrolan mereka bahkan ice cream yang aku pegang sama sekali tidak kujilat.

"Maafkan aku, James. Aku tak bermaksud mengacuhkanmu. Memang kau tadi cerita apa?"

"Hei, lihat! Ice creammu leleh. Cepat kau makan atau aku yang akan memakannya!" celoteh Loraine. Segera aku menjilat ice creamku.

"Aku bertemu dengan seorang lelaki. Dia gagah sekali Izzy. Tubuhnya sixpack. Aku ingin menyentuh setiap jengkal tubuhnya." James bercerita dengan antusias disusul tawa geli Loraine. Beberapa detik kemudian suasana menjadi hening. Hanya ada suara orang-orang yang berlalu lalang.

"Izzy, seperti ada yang aneh denganmu. Kau kenapa?" Loraine merangkulku sambil mengamati raut wajahku yang tak berekspresi. Aku menggeleng lemah.

"Pasti kau tidak tidur kan tadi malam?"

"Darimana kau tahu, Loraine?"

"Dari matamu bodoh. Lihat warna hitam di bawah matamu itu. Kau seperti binatang pemakan bambu sekarang."

"Aku tahu kau pasti sedang memikirkan biaya kuliahmu. Aku sudah bilang bukan, jika kau tak bisa melakukannya sendiri mintalah bantuan pada kami. Kami janji akan mencarikan dana untukmu," sahut James.

Sedetik kemudian aku melonjak kaget, karena ponselku berbunyi. Ada panggilan masuk di ponselku.

Madame Janine is calling.

"Maaf kawan, aku harus mengangkat telepon." Mereka memandangku dengan tatapan bertanya. Tapi aku mengacuhkan mereka. Setelah pergi ke tempat yang agak jauh dari kedua sahabatku, aku segera mengangkat telepon.

"Hallo Izzy. Ada yang memesanmu malam ini di Four Seasons Hotel jam 11. Kau harus datang tepat waktu dan jangan kabur. Jangan kecewakan pelangganmu, Nak." Aku menelan ludah mendengar suara di seberang telepon.

"Ba.. baik Madame." Kemudian aku mematikan teleponku dan segera kembali ke tempat teman-temanku. Mereka masih menatapku dengan tatapan bertanya.

"Kau pucat, Izzy. Apa kau sakit?"

"Aku baik-baik saja, James," ucapku berusaha menutupi kepanikanku.

"Sepertinya pembayaran biaya kuliah telah membuatmu setengah gila," sahut Loraine. Aku hanya bisa tersenyum miris. Senyuman yang dipaksakan.

Kemudian aku mengajak mereka pulang. Tadinya mereka ingin menemaniku di apartemen, namun aku menolaknya. Aku menyuruh mereka untuk pulang saja.

Sesampainya di apartemenku, aku meletakkan bokongku di sofa empukku kemudian mengacak-acak rambutku. Aku frustasi, panik, dan detak jantungku meningkat.

Apa yang harus kulakukan di hotel nanti? Aku tidak tahu. Aku tidak paham dengan hal-hal seperti itu. Aku pasti akan malu. Aku tak pernah telanjang di depan orang lain selain sahabat-sahabatku. Dan ekspresi apa yang terbentuk di wajahku nanti ketika aku melihat benda itu berdiri tegak.

Kata Madame aku tidak boleh panik. Jika aku panik atau gugup, pelangganku akan tahu jika aku masih perawan. Mereka tidak akan mau jika partner One Night Stand mereka adalah seorang perawan.

Untuk menenangkan diri, kuputuskan untuk mandi dengan air hangat. Selesai mandi, aku menjatuhkan tubuhku ke kasur. Aku sangat lelah hari ini. Tidak lupa aku memasang alarm di ponselku jam 10 malam dengan lagu Perfect Strangers – Jonas Blue ft. JP. Cooper.

Contract With a BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang