[Script 04]

1K 270 47
                                    

Hari yang paling ku nantikan akhirnya tiba. Aku tidak berharap banyak akan sebuah penampilan yang mengagumkan, setidaknya setelah melihat penampilan murid-muridku nanti kuharap itu bisa menjadi tolak ukur untuk kemampuanku selanjutnya.

Ku pandangi naskah drama-Dawai-Dawai Renjana-yang ku tulis dalam waktu kilat itu. Karena, pemuda dengan rambut berwarna mint yang selalu kutemui di halte lah naskah ini terlahir. Lebih dari sekedar muse, ada banyak hal dalam diri pemuda itu yang membuatku menginginkan lebih banyak lagi tahu tentangnya.

Tanpa jeda, aku mendengar doa yang dipanjatkan oleh beberapa muridku yang tengah berdiri di ambang pintu yang menghubungkan dengan panggung pementasan.

Aku melangkah mendekati mereka.

"Kalian sudah siap?"

Mereka tersenyum ramah dan mengangguk mantap. Ku tepuk punggung salah satu pemain yang berdiri tepat di dekatku.

"Berjuanglah semampunya."

Dia menggelengkan kepala. "Tidak, kami akan berjuang dengan seluruh kemampuan kami."

Mendengar jawabannya, air mataku nyaris mendesak keluar.

Tidak ada jawaban yang pantas untuk sebuah usaha yang besar, selain keberhasilan.

Semoga semuanya berbanding lurus dengan usaha kalian, aku berdoa di dalam hati.

Semoga Tuhan mendengar doa yang terpanjat dari mereka yang tidak kenal kata menyerah dan kecewa.

Sepuluh menit lagi pementasan dimulai, suara riuh penonton terdengar sampai ke belakang panggung. Sementara di sekelilingku orang-orang bergerak kesana kemari dengan tergesah-gesah.

"Hati-hati," kataku pada seorang gadis yang berlalu melewatiku dengan dua kantong penuh perlengkapan pementasan di tangan kanan dan kirinya.

"Mari ku bantu," kataku lagi lalu mengambil sekantong perlengkapan yang berada di tangannya kemudian meletakan di sudut ruangan yang letaknya lumayan agak jauh dari tempatku berdiri tadi.

Dia tersenyum miris seraya menepuk-nepuk bahunya, "Rasanya seperti ingin lepas," keluh gadis itu.

"Istirahatlah dan terima kasih sudah bekerja keras."

Gadis itu mengangguk-angguk samar. "Kau juga, aku tahu kau sudah sangat bekerja keras," kata gadis itu lalu berjalan meninggalkanku.

Tepat setelah itu, lampu-lampu mulai dipadamkan petanda pertunjukan segera dimulai. Aku berjalan keluar dari belakang panggung menuju bangku penonton. Aku mengambil tempat duduk paling belakang, dengan begini aku berharap murid-muridku tidak merasa gugup karena aku juga menonton mereka dari bangku penonton.

Pertunjukan dimulai saat pemeran utama berlari ke tengah panggung dengan menenteng sekeranjang penuh kelopak-kelopak bunga mawar merah. Saat si pemeran utama membentangkan tangannya, tiba-tiba seluruh lampu dipadamkan tidak ada sedikitpun cahaya di gedung teater sampai kemudian hanya ada satu tempat yang bercahaya ketika lampu sorot dinyalakan ke arah panggung. Sekarang bukan hanya pemain utama, tapi seluruh pemain drama berada di atas panggung, mereka saling bergandeng tangan. Dan drama musikal itu dimulai sampai dua puluh menit lamanya.

Pertunjukan berakhir dengan sedikit rahasia yang di sembunyikan pemeran utama, dan kemudian lampu-lampu kembali dinyalakan ketika riuh tepuk tangan penonton mulai terdengar.

Mungkin pertunjukan yang disuguhkan tidak begitu mengagumkan, meskipun begitu aku bisa melihat sampai pada akhir pertunjukan tadi di sekelilingku para penonton menahan napasnya. Apalagi saat bagian di mana si pemeran utama berlari memasuki hutan untuk menyelamatkan perasaanya, aku bisa melihat penonton di sebelahku mengepalkan tangannya.

Aku memindai mataku ke seluruh penjuru gedung, tidak ada satupun manusia atau ruangan yang terlewatkan. Namun, sampai pertunjukan berakhir dan seluruh penonton keluar dari gedung teater, aku tidak menemukan pemuda berambut mint itu. Min Yoongi tidak datang.

Min Yoongi. He is Pure... Dia tidak membuat alibi atau sekedar basa-basi perihal 'aku sudah diundang'. Dia tahu apa yang menjadi prioritasnya, sebab itu dia tidak datang.•

MANUSCRIPT OF STRINGS • MYGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang