Min Yoongi-kira-kira itulah nama yang kudengar saat seseorang pemuda dengan gigi kelinci menyapanya. Aku tidak mengenalnya atau mungkin belum, pemuda itu sering kali kutemui saat tengah menunggu bus di Halte dekat sanggar tempat ku bekerja. Ajaibnya Yoongi juga tengah menunggu bus yang satu arah denganku, biasanya dia turun lebih dulu di Halte dekat kawasan apartement elit. Aku menduga-duga mungkin dia tinggal di sana. Namun, pernah juga sekali dia turun di Halte yang sama denganku, lalu kami berpisah di jalanan itu.
Aku tidak akan begitu peduli dengan Yoongi kalau saja dia bukanlah yang paling mencolok di antara penumpang yang tengah menunggu bus. Dia-Min Yoongi-satu-satunya pemuda yang pernah kutemui yang rambutnya berwarna mint dan berjalan dengan dagu terangkat serta sebuah biola yang tidak pernah absen dari tangannya.
Dia tidak peduli dengan beberapa orang yang sempat menatapnya aneh atau berbisik tiap kali kami-para penumpang-berebut masuk ke dalam bus. Min Yoongi tidak menulikan telinganya pun berpura-pura tengah mendengarkan musik melalui earphone sehingga dia tidak dapat mendengar apa yang dikatakan orang-orang itu. Min Yoongi mendengar semuanya dan dia hanya menaikan sebelah alisnya sebagai tanggapan.
•Min Yoongi. He is Unique... Dengan rambutnya yang berwana mint dan biola tidak bersarung yang selalu dibawanya.•
Pernah suatu hari saat aku tengah menunggu bus, seperti biasa aku bertemu dengan Min Yoongi. Aku masih mengingat dengan benar perincian kejadian hari itu, hari itu hujan dan Halte tidak terlalu ramai, hanya ada aku dan seorang gadis berseragam. Ku yakini gadis itu tidak sedang menunggu bus melainkan tengah menunggu seseorang untuk mengangkutnya. Sebab ketika sebuah mobil sedan berwarna putih yang tiba-tiba berhenti dan menyebabkan percikan lumpur akibat gesekan antara ban mobil dan jalanan yang basah mengenai sepatuku, gadis itu langsung masuk ke dalamnya dan mobil itu berlalu pergi bersama gadis tadi. Aku mendengus kesal dan hanya mampu menghentak-hentakan sepatu yang setengah kotor ke trotoar.
Kemudian tidak lama setelah itu, dari sisi kanan ku, diantara rinai hujan aku melihat Min Yoongi berjalan ke arah Halte dengan langkah cepat, menembus hujan dan biola yang biasa menggantung di sisi tubuhnya, kini didekapnya dengan sangat erat.
Min Yoongi mengambil tempat duduk di ujung bangku dan langsung melepaskan kemeja kotak-kotak kebesarannya untuk menghapus jejak air di biolanya. Diam-diam aku memerhatikan gerak-geriknya. Dia sangat teliti dan hati-hati.
•Min Yoongi. He is Ordinary... Dibalik dagunya yang selalu terangkat, dia seperti kebanyakan orang lainnya. Dia merasa khawatir. Kepada biolanya.•
Setelah kupikir-pikir bukan hampir setiap hari aku bertemu dengan Min Yoongi tapi memang setiap hari aku selalu bertemu dengannya. Padahal, pernah sekali aku pulang terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaan yang cukup banyak, tetapi aku masih tetap menemukannya di Halte. Min Yoongi, tengah duduk seorang diri di sana dengan biola yang kali ini berada di pangkuannya. Aku berjalan menghampirinya, kali ini aku berencana untuk mengajaknya berbicara. Mungkin kami bisa berteman baik atau paling tidak kami bisa menjadi teman mengobrol saat menunggu bus.
Aku melirik ke arahnya. Dia bergeming.
"Ada apa dengan biolamu?" Tanyaku dengan hati-hati saat melihat senar-senar mencuat tidak beraturan dari biolanya.
Min Yoongi menaikan sebelah alisnya. "Eoh... Senarnya putus," katanya.
Aku ingin berhenti tapi sepertinya bus akan datang terlambat jadi aku melanjutkan dengan basa-basi yang paling busuk yang pernah kulakukan.
"Kau seorang Violinist?" Seharusnya jawabannya adalah iya, karena setiap hari aku selalu melihatnya menenteng biola. Kalau bukan pemain biola, apalagi? penjual biola?
Aku membulatkan mata saat melihat Yoongi menggelengkan kepala. Apa-apaan ini.
"Tidak... Atau mungkin belum. Aku masih belajar." Min Yoongi menggeser biola ke sisi tubuhnya. "Kau bekerja di sana?" lanjutnya. Aku mengerti di sana yang di maksud Yoongi.
"Iya... Aku mengajar kelas seni peran di sana tapi sebenarnya aku adalah seorang penulis naskah. Aku sama sekali tidak memiliki bakat dalam melakukan peran apapun," jelasku. Min Yoongi mengangguk-angguk samar.
•Min Yoongi. He is Different... Ketika kebanyakan orang akan berpura-pura hebat. Dia berbicara apa adanya. Dia masih belajar bermain biola.•
Hari itu, saat aku berjalan ke arah Halte, dari kejauhan aku tidak menemukan Yoongi sedang menunggu di sana melainkan aku melihatnya-dan biolanya-sedang berjalan ke arah Halte. Tidak ada yang lebih dulu tiba di Halte, kami tiba pada saat yang bersamaan.
Min Yoongi melempar senyum tipisnya. Mungkin setelah kejadian tempo hari, kami benar-benar bisa menjadi teman mengobrol.
Tidak terlalu lama bus datang tepat ketika aku akan membuka obrolan dengan Yoongi. Alhasil aku hanya menelan salivaku.
Min Yoongi berdiri di belakangku saat kami sedang mengantre masuk ke dalam bus, biolanya ia simpan di dalam dekapannya.
"Hati-hati," kata Yoongi dari belakangku.
Aku tersenyum meski tahu Yoongi tidak akan melihatnya.
•Min Yoongi. He is unique, he is ordinary, he is different... But he is original... Dia tidak pernah menungguku di Halte pun aku tidak pernah menunggunya di sana. Karena takdir Tuhan selalu Mahabaik. Sesederhana itu aku dan Min Yoongi bertemu.•
February 1st, 2017.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANUSCRIPT OF STRINGS • MYG
Fanfiction[on-going] Main Cast: BTS's Min Yoongi || Genre: Life || Length: Chaptered || Rating: PG-17 || Disclaimer: Inspired by Song Anji's "Dia", Novel Rainbow Rowell's "Eleanor & Park" © thdrmr Started from February 1st, 2017