[Script 02]

1.2K 297 51
                                    

Hari ini jalanan sangat ramai, dari lantai tiga gedung tempatku bekerja aku bisa melihat kendaraan yang berlalu lalang, mobil pemadam kebakaran dan mobil polisi yang terparkir di depan toko roti sedang menangkap seekor ular yang tiba-tiba muncul di jalanan, dan beberapa orang yang tergesah-gesah berjalan ke arah Halte.

Dan diantara keramaian itu aku masih menemukan sesuatu yang paling mencolok, Min Yoongi dan biolanya berdiri di antara keramaian itu. Bahkan saat aku tidak pergi ke Halte dan hanya berjalan mondar-mandir tidak pasti di ruangan kerjaku, aku masih menemukan pemuda itu dan hanya Min Yoongi pemuda dengan rambut berwarna mint yang mencuri perhatianku.

Selagi memerhatikan pemuda itu, diam-diam aku mengulas senyum. Ada banyak hal yang tiba-tiba terlintas dalam benakku. Aku ingin menulis sebuah naskah.

•Min Yoongi. He is Muse... Hanya melihatnya berdiri di antara keramain membuat serdadu dalam otakku bekerja keras.•

Sudah dua hari aku pulang tidak menggunakan bus, tapi selama dua hari itu juga aku masih tetap menemukan Min Yoongi di Halte menunggu bus dengan biolanya. Hari ini, aku pulang lebih cepat karena aku ingin segera sampai di kamarku dan mulai menuliskan ide-ide yang berterbangan di kepala dan entah kenapa meski begitu aku berharap bisa menemukan Min Yoongi di Halte dan mengobrol bersamanya.

Halte sepi, tidak ada siapa-siapa. Aku menundukan kepala dan memerhatikan ujung sepatu yang warnanya mulai luntur.

Aku merasakan bangku yang kududuki bergoyang saat seseorang mengambil tempat duduk di sampingku. Aku memalingkan wajah ke arahnya dan aku menemukan seseorang itu tersenyum, menampilkan gigi sekaligus gusinya.

"Ku kira tidak akan pernah bertemu denganmu lagi," kata Yoongi seraya menyimpan biola di dekat kakinya.

Aku tidak memiliki jawaban yang pasti untuk ucapan Yoongi, alih-alih aku hanya berkata, "Belajar lagi?"

Min Yoongi mengangguk, pandangannya lurus menatap jalanan.

"Setiap hari?"

Min Yoongi memalingkan wajahnya ke arahku, dia sempat terdiam sejenak lalu akhirnya mulai berbicara, "Tidak... Hanya Senin, Rabu dan Jum'at."

Terserah, percaya atau tidak, tadi adalah pertama kalinya mata kami bertemu.

"Tapi aku selalu melihatmu dan..." Aku menunjuk dengan dagu ke arah biolanya. "Setiap hari?"

Min Yoongi tidak menjawabnya, dia hanya tersenyum lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah jalanan.

•Min Yoongi. He is Normal...Dia memiliki jawaban yang tidak semua orang harus mengetahuinya.•

Aku memandangi selembaran pamflet di tanganku. Dua minggu lagi sanggar tempatku bekerja akan mengadakan pentas seni tahunan. Banyak hal yang harus disiapkan.

Kuistirahtakn kepalaku yang terasa berat pada sandaran kursi yang ku duduki, mataku terpejam membayangkan naskah yang sedang ku tulis, yang sekarang mulai hidup dengan karakter-karakter dan alur yang jelas.

Mengingat-ingat hal itu, hanya ada satu orang yang ku harapkan aku dapat mengucapkan terima kasih kepadanya.

Aku bergegas dari ruangan kerjaku, sekarang belum waktunya pulang dan memang aku tidak berencana untuk pulang lebih awal. Aku hanya ingin menunggu pemuda itu di Halte dan mengucapkan banyak hal kepadanya.

Sudah berkali-kali aku melakukan hal yang sama, mengecek ponsel, membaca selebaran pamflet yang ada di tanganku, menghitung mobil berwarna merah yang melintasi jalanan, tapi pemuda itu tidak kunjung menunjukan atensinya.

Aku hampir menyerah kalau saja mataku tidak menangkap sesuatu berwarna mint yang berjalan mendekat ke arahku. Hari ini tidak seperti biasanya, hari ini Min Yoongi tidak bersama biolanya.

"Di mana biolamu?" kata-kata itu yang pertama kali keluar saat Min Yoongi sudah dalam jarak jangkauanku.

"Hari ini bukan jadwalku," katanya lalu mengambil tempat duduk.

Aku memerhatikan Min Yoongi yang duduk dengan kaki di silangkan.

"Min Yoongi...," kataku, menyerahkan selembaran pamflet yang sudah lusuh ke arahnya. "Ku harap kau datang."

Yoongi menerimanya, memerhatikan selebaran itu sebelum akhirnya mulai membuka suara. "Kau mengundangku?"

Aku tersenyum, Yoongi mengerutkan dahi. "Iya... Dan kau perlu tahu. Itu terbuka untuk umum."

"Ah... Kau benar." Yoongi tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya.

"Omong-omong terima kasih," kataku yang sukses membuat kerutan di dahi Yoongi semakin banyak.

"Terima kasih sudah datang, terima kasih untuk selalu melihat biolamu, terima kasih sudah bertemu setiap hari... And you gave me so many new reasons to write. Ya. Terima kasih sudah menjadi alasanku untuk mulai menulis lagi."

Alis Min Yoongi nyaris menyatu. "Aku tidak mengerti."

"Kau tidak akan mengerti," kataku dan mengambil tempat duduk di sebelahnya.

•Min Yoongi. He is muse, he is normal... But he is original. Min Yoongi tidak berpura-pura tidak mengerti, tapi dia memang benar-benar tidak mengerti. Takdir Tuhan selalu Maha Asik. Sesederhana itu, kehadiran Min Yoongi memengaruhi hidupku.•

MANUSCRIPT OF STRINGS • MYGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang