Tring.... Tring.... Bel istirahat pun berbunyi.
"Baik lah anak-anak, waktunya untuk istirahat. Jangan lupa kerjakan Pr kalian. Terutama kamu Ridho. Jangan hanya bisa menggombal saja kerja kamu. Reihan jangan lupa tunjukkin ke Via tentang daerah sekolah ini."
"Ba-" Ketika gue mau bicara. Tiba-tiba Ridho memotong apa yang ingin gue katakan.
"Bu Arum, saya ini bukan hanya cuma pandai menggombal. Saya juga bisa melakukan hal lain." Gue melihat kebelakang, Ridho berbicara dengan nada sedikit beribawa.
"Bagus lah kalau begitu. Memang hal apa yang bisa kamu lakuin lagi?" Bu Arum berbicara sambil merapikan bukunya.
"Yah Bu Arum. Ridho bisa melakukan banyak hal. Contohnya mencintai Ibu, memikirkan Ibu. Dan yang terpenting Ridho akan selalu setia dengan Ibu." Semuanya ketawa dengan yang di bilang Ridho. Bu Arum juga tertawa kecil.
"Kalau kamu ya Ridho. Gak ada habisnya kamu gombalin Ibu. Baiklah anak-anak selamat siang." Bu Arum pergi meninggalkan kelas.
"Bu Arum dengarin Ridho. Bahkan sejuta kata, gak cukup buat ngungkapin Cinta Ridho ke Ibu. Bu Arum!" Ridho berteriak mengatakannya. Bu Arum pun tidak meresponnya lagi.
"Hei Do, lo sudah gila ya? Masa nyatain Cinta sama orang yang jauh lebih tua dari lo. Emang lo mau di bilang bronis?" Mereka masih ribut. Keadaan kelas menjadi ricuh dengan apa yang Ridho katakan. Ditambah lagi ini jam istirahat.
"We tomboy kenapa lo yang sewot. Kan gue yang milih mau sama siapa gue jatuh hati. Kok jadi lo yang sewot." Keadaan kelas gue makin ricuh. Gue mulai gak tahan. Gue ingin segera keluar.
"Lo bilang apa? Hey dengerin ya, nama gue itu bukan tomboy. Nama gue itu Mira. Dasar cowok gak laku." Seisi kelas ketawa. Mira dan Ridho memang sering bertengkar. Mereka selalu membuat keadaan kelas menjadi ricuh.
"Terserah lo deh. Gue gak peduli. Gue mau keluar dulu. Dah Mir." Ridho pun keluar meninggalkan kelas.
"Hey jangan panggil gue Mir! Nama gue itu Mira. Hey!" Mira berteriak kesal. Wajar saja sih. Nama Mira disingkat menjadi Mir. Seolah-olah dia itu cowok. Kelas gue pun makin ribut. Gue pun mulai gak betah berada di kelas. Gue ingin pergi keluar.
"Via ayo kita keluar. Gue gak tahan, terlalu bising disini." Via melihat ke arah gue. Dia selalu tersenyum saat berbicara.
"Iya Han. Mari keluar kelas." Gue pun bangkit dari kursi gue. Gue dan Via pergi keluar dari kelas.
"Ha... Akhirnya gue bisa sedikit lega. Kepala gue serasa ingin meletus." Gue berbicara sendiri.
"Han, emangnya kamu gak suka dengan teman kelas kamu ya? Kok kamu gak suka berada di kelas sih?" Via bertanya dengan wajah polos.
"Bukannya gue gak suka berada di kelas. Terkadang gue ingin menenangkan pikiran gue. Bukannya gue benci atau apalah sama mereka. Gue cuma ingin ketenangan." Gue menjawab dengan nada rendah.
"Oh gitu. Pantas kamu suka di Taman." Gue tersenyum kecil mendengar apa yang Via katakan.
"Oh iya, sekarang kita mau kemana? Biar gue pandu lo."
"Hem... Kemana ya? Ke Taman aja deh. Sebelum nunjukin daerah sekolah ini. Kamu harus ceritain tentang sekokah ini dulu." Dia masih saja terlihat manis dengan senyum kecilnya itu.
"Hem... Yaudah kita ke taman dulu." Gue berjalan bersama Via ke Taman.
Setelah berjalan beberapa lama. Via ditabrak oleh siswa cowok dari kelas lain. Sehingga Via terjatuh.
"Eh.. Aduh!" Via terjatuh ditabrak oleh siswa cowok.
"Sorry ya. Gue gak sengaja. Kamu gak apa kan? Ada yang luka?" Cowok yang menabrak Via bertanya padanya.
"Iya, aku gak apa kok. Gak ada yang perlu di khawatirkan." Via menjawab sambil bangkit berdiri.
"Eh lo pakai mata dong jalan! Perlu gue tambahin mata di kening lo?" Gue marah dengan apa yang terjadi.
"Tenang lah Han. Aku baik-baik saja kok. Ayo kita ke Taman. Maaf ya dia bentak-bentak kamu." Via menarik tangan gue. Kami meninggalkan cowok itu. Dia terus melihat kearah kami. Gue masih kesel dengan kejadian barusan.
Setelah berjalan cukup jauh. Gue memulai kembali pembicaraan dengan Via.
"Via. Gue boleh bertanya?"
"Iya boleh kok. Tanya saja apa yang ingin kamu tanyakan." Via menjawab dengan suara lembutnya. Seperti angin dingin yang berhembus.
"Sampai kapan mau pegang tangan gue terus? Kita kan udah jauh dari cowok tadi. Kan lo yang jatuh, kenapa malah gue yang di tarik?"
"Eh maaf Han. Aku gak sengaja kok. Serius, aku cuma gak sadar." Via langsung melepas tangan gue. Dia masih bisa tersenyum dengan apa yang baru saja terjadi.
"Eh iya gak apa kok. Emang lo kenpa? Kok bisa sampai gak sadar? Emangnya kepala kamu terbentur tadi ya?" Gue bertanya kepada Via.
"Aku gak sadar ya karena kamu lah. Tangan kamu terasa enak saat digenggam. Jadinya aku kelupaan deh." Dia kembali mengeluarkan smiling eyes-nya. Senyum yang terasa lembut untuk di lihat mata. Gue gak bisa berkata-kata lagi. Kata-kata dia selalu membuat lidah gue kaku. Senyumannya membuat gue menjadi bisu.
Gue dan Via terus berjalan hingga taman. Gue merasa ada hal Indah yang datang bersama dengannya. Gue menikmati setiap detik yang terlewati bersama dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaikan Cahaya Bintang
Teen FictionNama gue Reihan Pranata, gue sekolah di SMA Negeri 2 Bandung, dan gue murid kelas XI E. Kehidupan gue terasa sama setiap harinya, semua hal yang gue lihat seperti kertas putih yang kosong yang tidak memiliki arti apapun. Gue merasa diri gue hampa...