Suara angin berhembus yang terdengar di telinga. Pandangan hijau yang mensejukkan mata. Tempat yang penuh dengan ketenangan. Gue dan Via berada di Taman. Gue merasa senang berada di Taman ini. Gue biasanya selalu sendiri di Taman ini, tapi kali ini gue bersama dengan seseorang.
"Han kita duduk dimana ini? Dari tadi kamu cuma jalan terus. Kamu sakit?" Via terlihat kebingungan. Via berfikir gue ini sakit. Gue diam karena kata-kata yang dia ucapkan barusan.
"Kita duduk di bawah pohon itu saja. Kok lo bilang gue sakit sih? Emangnya orang sakit bisa berjalan kesana kemari apa?" Gue berbicara sambil menunjuk kearah pohon besar yang teduh.
"Hahaha maaf. Habisnya kamu diam dari tadi. Ya udah kita duduk disana." Gue dan Via berjalan menuju pohon itu dan duduk di bawah pohon itu.
"Kita sekarang sudah di Taman. Kita juga sudah duduk. Sekarang kamu mau bertanya apa?" Gue langsung bertanya padanya setelah duduk.
"Apa ya? Aku bingung ini mau bertanya apa. Kamu saja cerita tentang sekolah ini." Gue terkejut dengan apa yang dia katakan.
"Ha? Lo gak tau mau nanya apa? Jadi kenapa kita di sini. Kan gue bisa nunjukkin daerah sekolah ini sama lo." Gue heran entah apa yang dia pikirkan dari tadi.
"Hehe, jangan marah ya. Aku cuma pengen tau, gimana sih rasa tempat yang kamu suka." Dia menjawab dengan wajah polosnya itu. Gue cuma menghela nafas saja dengan apa yang dia katakan.
"Ya sudah lah. Gue akan ceritain tentang sekolah ini. Gue gak terlalu banyak tau sih, jadi gue cuma bisa cerita sedikit." Gue mulai bercerita.
Gue sudah cukup lama bercerita tapi Via tidak ada bertanya. Dia hanya diam dan mendengarkan saja.
"Begitu lah tentang sekolah ini. Semuanya ketat dengan peraturan. Biaya yang ada di sekolah ini pun cukup banyak. Makannya siswa yang bersekolah di sini rata-rata orang kaya." Tenggorokan gue kering. Gue bercerita banyak hal. Mulai dari praturan sekolah, kantin, biaya sekolah. Via hanya diam mendengarkan.
"Jadi begitu. Pantas saja tadi pagi mereka cuek begitu. Ternyata mereka orang-orang kaya. Kamu dari tadi bercerita tentang hal umum sekolah ini saja, apa kamu cuma tau hal itu saja? Kan banyak lagi tentang sekolah ini yang belum kamu ceritakan. Contohnya tempat yang menyenangkan seperti Taman ini, jalan yang ada di sekolah ini, tempat rahasia, Osis. Kan masih banyak." Via bertanya dengan nada ingin tau. Rasa ingin tau dia membuat kepala gue pusing.
"Kan lo sendiri yang minta di ceritain. Sekarang malah lo ngomel. Makannya tanya, gue bingung mau cerita apa lagi." Gue agak kesel dengan apa yang dia bilang. Gue capek-capek cerita malah diomelin.
"Hehe maaf. Ya sudah aku bertanya. Jadi gimana tentang siswa yang bermasalah? Pasti ada kan?" Dia mulai bertanya. Gue bingung mau jawab gimana apa yang dia tanya.
"Hem... Gimana ya? Ada sih siswa yang bermasalah. Kesalahan yang mereka lakukan selalu di pertimbangkan pihak sekolah. Baik hal kecil maupun hal besar." Gue menjawab dengan apa adanya.
"Begitu ya. Jadi kesalahan apa yang bisa membuat di keluarkan dari sekolah ini? Dulu di sekolah ku, ada satu kelas khusus siswa yang bermasalah. Di dalamnya orang-orang menyebalkan semua. Di sini ada gak Han?" Pertanyaan yang aneh untuk ditanyakan. Gue gak tau kenapa dia bisa masuk ke kelas E. Tapi untuk saat ini gue mau tau ada apa dia dengan kelas siswa yang bermasalah.
"Yang membuat siswa bisa di keluarkan dari sekolah banyak sih. Tapi kesalahan yang sering terjadi adalah mencuri. Gue juga bingung sih. Ini sekolah elit, tapi masih ada yang mencuri. Memangnya lo ada apa dengan kelas siswa yang bermasalah?." Gue malah balik bertanya pada Via. Gue cuma bingung dengan pertanyaan dia.
"Ya ampun masih ada yang mau mencuri gitu ya? Kurang kaya apa lagi mereka sehingga mencuri. Aku punya kenangan tersendiri dengan kelas siswa bermasalah." Gue jadi merasa ingin tau.
"Rata-rata sih mereka di jebak karena perasaan iri saja. Tapi pihak sekolah menyelidiki kejadiannya dulu. Jadi tidak sepenuhnya kesalahan mereka. Emang lo kenapa dengan kelas siswa bermasalah? Ada kenangan pahit?" Gue bertanya kepadanya dengan rasa ingin tau. Wajahnya berubah setelah dia mengatakan kata-kata itu. Dia terlihat sedikit murung.
"Oh gitu. Pasti perasaan orang yg dituduh campur aduk. Dulu memang ada sih sedikit kenangan yang pahit. Eh ngomong-ngomong jam berapa bel. Kok gak ada kedengeran dari tadi." Gue jadi semakin penasaran dengan ucapan dia tadi. Gue melirik ke jam tangan gue.
"Lima menit lagi bel. Lagian nanti pelajaran Ekonomi. Guru yang mengajar lagi sakit. Kalau gak salah katanya sih demam. Emang kenangan pahit gimana yang lo miliki." Gue bertanya pada Via. Gue jadi semakin ingin tau. Karena tiba-tiba senyum Via berubah. Seperti di paksa.
"Oh... Mudah-mudahan guru kita cepat sembuh. Aku cerita singkat aja ya. Dulu saat aku di SMA Taruna, aku selalu di bully sama anak-anak dari kelas siswa yang bermasalah. Karena nilai ku selalu jadi yang tertinggi, Kepala Sekolah selalu membandingkan aku dengan siswa yang bermasalah. Sehingga aku di bully sama mereka. Semua hal buruk mereka lakukan padaku." Gue bener-bener harus Kasih tau dia. Gue ingin mengatakan hal yang sejujurnya kepada Via.
"Via sebernya ke-" Tiba-tiba Hp gue berdering. Gue lihat Ridho yang menelepon gue. Gue gak jadi mengatakan hal yang sebenarnya kepada Via.
"Halo... Ada pa Do?" Gue mengangkat telepon dari Ridho.
"Han, lo di mana? Buruan balik ke kelas. Ketua Osis nyariin lo ini. Ada masalah apa lo sehingga berurusan dengan Osis?" Gue bingung, kenapa ketua Osis nyariin gue.
"Iya, gue balik sekarang ini." Gue langsung matiin telepon dari Ridho.
"Siapa Han yang nelepon kamu? Ada apa Han?" Via bertanya kepada gue penasaran.
"Ridho yang nelepon. Katanya Ketua Osis nyariin gue."
"Kamu punya masalah apa dengan Ketua Osis?"
"Gue juga gak tau kenapa Ketua Osis datang nyariin gue." Gue heran, ada masalah apa Ketua Osis dengan gue.
"Ya sudah. Ayo kita kembali, nanti mereka menunggu lama." Gue dan Via segera kembali ke kelas.
Gue merasa ada hal yang gak enak. Gue masih heran kenapa Ketua Osis nyariin gue. Gue berharap semua baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaikan Cahaya Bintang
Teen FictionNama gue Reihan Pranata, gue sekolah di SMA Negeri 2 Bandung, dan gue murid kelas XI E. Kehidupan gue terasa sama setiap harinya, semua hal yang gue lihat seperti kertas putih yang kosong yang tidak memiliki arti apapun. Gue merasa diri gue hampa...