As my promise, saya update niih.. Karena votenya udah memenuhi syarat
Happy reading
Semoga suka yaa 😙😙😙.........
"Enak?" Tanyaku pada Sha yang sedang mengunyak makanannya.
"Hmm." Hmm lagi hmm lagi.
"Hmm apa Sayang, kamu kalau ditanya suami jangan hmm hmm aja dong. Tidak baik Sayang." Sha mengerucutkan bibirnya kesal.
Entah sejak kapan hubungan kami menjadi sedekat ini. Bahkan sudah sangat intim. Dan seingatku dia tidak menolakku jika aku hanya sekedar menginginkan ciuman atau sentuhan lainnya. Yang jelas bukan pada menu utama. Sepertinya dia belum siap. Meskipun terkadang sifatnya masih dingin dan cuek. Atau juga masih sering mendiamkanku. Tapi sekarang aku sudah berani untuk menasihatinya, atau memintanya untuk melakukan ini dan itu.
Sha sudah bisa diajak berbicara sekarang. Tapi ya begitu, kadang menurut mengikuti alurku, kadang hanya dibalas dengan 'hmm' olehnya. Tapi tidak apa - apa mungkin itu sebagian egonya. Aku harus lebih giat lagi menjinakkannya. Selama dia tidak menolakku, aku akan baik - baik saja.
"Aku masih makan Kakaak. Mulutku tadi masih penuh." jawabnya kesal.
"Ooo," aku membulatkan bibirku menanggapinya. "Tapi kan kamu sering sekali hanya membalas Kakak dengan 'hmm'. Kakak kesal tahu. Jadi ingin cium kamu." lanjutku dengan cengiran yang pastinya menyebalkan menurut Sha.
"Habis Kakak menyebalkan sih. Mesum lagi." katanya sambil menyendok nasi dan lauknya ke mulut bulatnya yang menggemaskan itu.
"Kan sama istri sendiri Sayang. Tidak apa - apa dong." elakku bangga. "Sudah halal." aku berbisik didepan wajahnya, seolah yang barusan aku katakan adalah sebuah rahasia.
"..."
Sha diam tidak menanggapiku. Terkadang aku bingung juga dengan sikapnya. Kadang menganggapku ada, kadang tidak. Kadang istriku itu seperti mengakui keberadaanku sebagai suami kadang tidak. Memang perempuan itu sangat susah untuk dimengeri. Kemana aku harus belajar.
"Jadi, enak masakan kakak? Kamu suka?" Tawnyaku lagi. Kami makan berdua di depan TV. Pantry terasa terlalu sempit untuk kami berdua. Lagi pula makan di sini terasa lebih intim. Duduk di atas karpet dan saling berdekatan. Dibatasi meja di depan dan sofa dibelakang kami.
Hanya masakan sederhana yang aku sajikan. Nasi, sudah pasti karena ini menu utama. Omelet isi daging, sayur, dan sosis. Tumis kangkung sederhana. Serta sambal tomat kesukaanku.
"Enak, suka." sesingkat itu. Seakan dia tidak mau menambah pembicaraan di antara kami. Tapi syukurlah kalau Sha suka. Aku senang mendengarnya. Tidak sia - sia aku memasak.
"Kamu bisa masak Sayang?" tanyaku padanya. Sepertinya sih bisa. Karena dia yang menyarankan untuk memasak beberapa hari yang lalu. Tapi sayang aku belum pernah merasakan masakannya.
"Bisa." Oke, the end.
"Baiklah, kalau begitu besok untuk sarapan kamu yang masak ya Sayang?" Kalau dia tidak mau berbicara, aku yang akan mengajaknya berbicara.
"Iya." Apakah aku harus menjawab dengan 'hmm'?.
"Kok kamu begitu sih Sayang?" Kenapa aku merasa aku yang perempuan di sini? Merengek manja pada pasangannya. Sedangkan Sha sebagai si lelaki dingin yang tidak menanggapi orang disekitarnya. Imajinasiku benar - benar fantastis.
"Begitu bagaimana?" Nah kan, aku terus yang berbicara. Apakah interaksi seperti ini akan berhasil?
"Ya begitu, tidak responsif saat kuajak berbicara. Dari tadi aku terus yang berbicara. Aku terus yang bertanya." jawabku mulai kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Early Marriage! - OPEN PO - Sebagian Part Telah Dihapus
General FictionAku tidak tahu setan mana yang merasuki kedua orangtuaku. Bagaimana bisa di zaman yang serba modern ini mereka berniat menikahkanku diusia... Enam belas? Aku tidak diizinkan untuk kuliah jika tidak menikah. Bayangkan, ART saja sekarang sudah har...