Di luar sedang turun hujan ketika Mika duduk di dalam perpustakaan kampusnya. Sesekali dia membenarkan letak kacamata yang dia pakai. Laki-laki berkulit putih tersebut memang suka memakai kacamata ketika membaca.
Sepertinya dia sudah sedikit melupakan perdebatan dengan saudara tirinya tadi malam. Pagi ini dia sangat terburu-buru tapi Mika sempat melihat pintu kamar di sebelah kamarnya masih tertutup rapat. Mika tak acuh dan segera berangkat ke kampus karena dia sudah terlambat.
Mika membenarkan letak kacamatanya kembali ketika tidak sengaja dia melihat seorang pemuda yang mirip dengan saudara tirinya. Ralat—itu memang dia. Mika mengernyitkan dahi hingga kedua alisnya saling bertautan. Untuk apa pemuda itu berkeliaran di dalam kampusnya? Mika bergumam dalam hati. Jangan bilang kalau pemuda berkulit sedikit cokelat tersebut pindah ke kampus yang sama dengan dirinya. Ini bencana batin Mika.
Sepertinya ada yang salah. Kenapa pemuda jangkung itu berjalan ke arahnya. Mika mengerjapkan matanya.
"Tidak perlu kaget seperti itu. Ini memang aku." Ziyan telah duduk di hadapan Mika.
Mika mendengkus. Dia benar-benar tidak menyukai pemuda yang tengah tersenyum padanya saat ini.
Dengan gerakan cepat Mika menutup bukunya dan membereskan peralatan tugasnya."Kenapa kau terburu-buru sekali?" tanya Ziyan heran.
Mika tidak mengindahkan Ziyan dan masih sibuk dengan buku-bukunya. Seolah dia tidak melihat dan mendengar pemuda di hadapannya itu bicara.
"Tunggu?"
Ziyan menarik tangan Mika. Pemuda yang berumur lebih tua tersebut memilih untuk duduk kembali karena dia sadar sedang berada di perpustakaan. Mika tidak ingin membuat keributan di sana.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Akhirnya Mika membuka suara. Walaupun pelan.
"Tentu saja kuliah."
Mika melebarkan matanya. Dia tidak salah dengar bukan? Sepertinya dia butuh ke dokter THT untuk memeriksakan pendengarannya. Dua hari ini, dia terlalu sering mendengar hal yang mengejutkan. Oh,ya satu lagi dia juga butuh memeriksakan jantungnya karena mungkin terlalu banyak menahan marah.
Mika menatap Ziyan malas. "Kalau begitu kau bisa kuliah dan aku boleh pergi bukan?"
"Tunggu, Kak?"
Ziyan kembali menarik tangan Mika agar duduk. Dengan berat hati Mika pun duduk kembali.
Tapi tunggu, apa tadi? Pemuda di hadapannya itu memanggilnya 'kakak'? Mika benar-benar harus memeriksakan telinganya.
"Kau panggil aku apa?" Mika bertanya dengan nada tidak suka.
"Kakak."
Mika menghela napas berat. Dia menatap pemuda di hadapannya yang masih bisa tersenyum. Jengah. Wajahnya terlihat manis jika tersenyum hingga memperlihatkan kedua lesung pipinya, tapi Mika tidak akan luluh hanya karena melihat senyum di wajahnya.
"Aku ingin menumpang mobilmu, nanti, setelah kuliah selesai."
Apa? Mika menajamkan telinganya.
Menumpang mobilnya?
Ibunya telah menjadi ibu pemuda itu. Kemudian kemarin dia sudah berbagi rumah, kasur, kamar mandi, handuk, peralatan mandi dan yang paling parah jatah makan malamnya. Lalu sekarang dia juga ingin Mika berbagi mobil dengannya. Tidak.
Ini sudah keterlaluan, batinnya. Mika akan benar-benar menendang pemuda di hadapannya tersebut saat ini juga.
Ziyan menjentikkan jarinya di depan wajah Mika yang terlihat sedang melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Away From Me #100Day_Challenge _theWWG
Teen FictionKehidupan Mika Azkhana Sakhi berubah 180 derajat. Ketika Ibu Mika menyuruh anak dari suami barunya untuk tinggal bersamanya di Jakarta. Dia tidak bisa menolak permintaan ibunya. Bencana pun terjadi ketika adik tirinya itu tinggal bersamanya. Ternyat...