SAFM - BAGIAN ENAM BELAS

1.2K 102 6
                                    

Sudah satu minggu Ziyan berada di Singapura. Harusnya hari ini dia akan pulang. Mika menunggu dengan harap-harap cemas. Entah kenapa dia merasa senang. Dari pagi dia selalu menyunggingkan senyuman. Padahal Mika tidak tahu jam berapa adik tirinya akan sampai di rumah.

"Kakak nampak bahagia sekali," ucap Zaira yang duduk di hadapannya.

Mereka sedang makan siang bersama. Kebetulan Mika bertemu dengan Zaira di mall ketika membeli buku. Dia bosan di rumah dan memutuskan untuk jalan-jalan ke mall setelah selesai kuliah. Akhirnya, Mika menawarkan untuk makan siang bersama. Zaira nampak masih mengenakan seragam sekolahnya. Walaupun atasannya ditutup dengan jaket. Namun, Mika bisa melihat dari rok abu-abu dan tas ransel yang dibawanya.

"Kau bolos sekolah?" tanya Mika menyelidik.

"Bisa jadi," jawabnya cuek sambil menyeruput milk shake miliknya.

Zaira ini sedikit menyebalkan kalau dalam kamus Mika. Walaupun mereka baru saling kenal beberapa bulan terakhir. Kadang dia harus bersabar jika mengobrol dengan gadis itu. Sifatnya sedikit banyak mirip dengan Ziyan. Ah, Ziyan lagi. Akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi oleh Ziyan.

"Aku serius."

"Aku juga." Zaira mencebik.

Mika tersenyum kemudian mengacak rambut Zaira. Gadis itu menggeram sebal sambil merapikan rambut panjangnya.

"Kakak, sudah punya pacar?"

Hampir saja Mika tersedak karena pertanyaan Zaira. Mika pun tertawa.

"Menurutmu."

"Ih... Menyebalkan." Zaira mendengkus.

"Kalau kamu sendiri?"

"Aku?" Gadis itu menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kamu sudah punya pacar?"

Zaira terlihat sedang berpikir. "Kakak, ingin tahu apa ingin tahu banget?"

Benar bukan. Zaira ini sebelas duabelas dengan sifat Ziyan. Sepertinya mereka berdua ini cocok jika menjadi kakak adik.

Mika mendengkus tapi Zaira malah terkikik. Dia senang sekali menggoda Mika, mungkin ketularan dari Rio. Sebab, kalau di kafe Zaira ini lengket sekali dengan manajer yang satu itu. Sampai beberapa pengunjung mengira kalau mereka itu sepasang kekasih.

"Tidak usah dijawab."

"Ngambek nih...." Zaira semakin terkikik.

"Oh, ya, Kakak belum jawab pertanyaanku."

"Yang mana lagi?" Mika mencoba mengingat, "Soal punya pacar?"

Zaira menggeleng. "Soal kenapa Kakak terlihat bahagia hari ini? Sebab kata Kak Rio, Kakak beberapa hari ini terlihat murung."

"Kamu mau tahu atau tahu banget," Mika ganti menggoda Zaira.

"Tuh kan, Kak Mika menyebalkan." Zaira pura-pura ngambek.

Mika terkekeh. Sebenarnya gadis ini menyenangkan. Di usianya yang masih tujuh belas tahun dia sudah berinisiatif untuk mencari uang sendiri. Bukan karena orang tuanya kurang mampu. Tapi, karena alasan dia ingin menyalurkan bakat main pianonya agar menjadi uang. Dia bercita-cita untuk keliling dunia dengan hasil jerih payahnya sendiri. Lalu, dia memutuskan untuk bekerja di usia dini.

"Kalau pacar?" Zaira kembali bertanya.

"Belum."

"Beneran?" Zaira tampak berbinar.

"Memang Kakak ada tampang bohong."

"Sedikit sih." Zaira mencebik sambil mengibaskan tangan.

"Memang kenapa kamu tanya seperti itu?"

"Mau nggak Kakak jadi pacar aku?"

Mika benar-benar tersedak kali ini. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba ada gadis SMA yang masih memakai seragam menembaknya. Oh, demi Tom And Jerry yang sering ditonton Ziyan. Dia tidak sedang bermimpi bukan?

"Apa katamu?" Mika menepuk-nepuk dadanya.

"Serius banget, Kak?"

Zaira terkikik geli. Ternyata benar kata Kak Rio bahwa Kak Mika itu mudah sekali dikerjai.

Mika menggeram sebal. Bisa-bisanya dia dikerjai oleh anak SMA.

"Kakak sedang jatuh cinta ya?" goda Zaira lagi tapi Mika tidak ingin menanggapi serius kali ini.

"Habiskan makananmu dan pulanglah," ucap Mika kesal.

Jika di kafe ada Rio yang dengan senang hati menggodanya hingga dia jengah. Dan sekarang ada seorang gadis SMA yang sebelas dua belas kelakuannya dengan Rio.

"Kakak marah, ya?" Zaira masih terkikik. Dia senang sekali menggoda Mika.

Mika hanya bisa menghela napas dan membuangnya kasar. Sedangkan gadis itu merasa menang telah membuat Mika kesal.

***

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Belum ada tanda-tanda batang hidung Ziyan akan muncul. Mika sudah mengecek alrojinya berulang kali bahkan mungkin ratusan kali.

Jujur saja dia saat ini sedang menunggu kedatangan Ziyan di rumah. Dari sejak dua jam yang lalu,  dia sudah mondar-mandir di ruang tamu. Konyol mungkin, tapi itu yang dilakukannya. Dia sudah mengecek jadwal penerbangan Singapura-Jakarta, dan pesawat terakhir sudah terbang sekitar tiga jam yang lalu. Harusnya dia sudah tiba di rumah saat ini. Tapi sampai saat ini pemuda itu belum muncul juga.

Mika cemas. Dia takut kalau terjadi apa-apa dengan pemuda itu.

"Eh... Tunggu. Kenapa aku jadi mencemaskannya?" Mika menepuk-nepuk kepalanya. Konyol sekali pikirnya.

Namun, dia bukannya pergi ke kamar lalu tidur, tapi malah pergi ke dapur untuk menyeduh kopi. Astaga, apakah dia benar-benar berniat ingin begadang untuk menunggu Ziyan?

Mika duduk di atas sofa depan televisi setelah meletakkan cangkir kopinya. Masih terlihat kepulan asap dari dalam cangkir tersebut dan aroma kopi hitam yang harum. Mika jarang minum kopi, jika harus melakukannya. Dia akan menyeduh kopi ketika harus begadang untuk menyelesaikan tugas kuliahnya.

Mika melirik alrojinya, pukul 01:00 dan Ziyan belum muncul juga. Mika diam sejenak. Mencoba merenung.

Kenapa aku melakukan hal menyebalkan seperti ini?

Dulu bahkan ketika Mama pulang telat saat kembali dari luar kota, aku bahkan nyaris tidak pernah menunggu kepulangannya.

Mika berbicara dalam hati. Memikirkan hal yang tidak pernah atau nyaris tidak pernah dia lakukan sebelumnya.

Dulu. Dulu sekali. Mungkin sebelum ayahnya meninggal, Mika sering menunggu beliau pulang. Mika kecil tidak akan bisa tidur jika ayahnya tidak menggendongnya untuk masuk ke kamar dan membacakan dongeng tentang pahlawan superhero yang menyelamatkan dunia.

Dari kecil dia memang lebih dekat dengan sang Ayah dari pada Shakina. Tidak heran sikapnya pada sang Ibu agak sedikit tidak acuh. Bukan karena Mika tidak sayang, tapi karena Shakina sendiri yang terlalu sibuk sehingga tidak banyak meluangkan waktu untuk putra semata wayangnya.

Mika menyesap kopi yang mulai agak dingin. Rasa kopi yang pahit membuatnya sedikit bisa tenang. Mika menyukai kopi tanpa gula. Dia mencoba menyalakan televisi. Tangannya menggonta-ganti channel tapi tidak ada acara yang menurutnya bagus.

Dia mengambil napas dan membuangnya pelan. Mematikan televisi dan merebahkan tubuhnya dia atas sofa. Dia lelah. Mika memejamkan mata.

Mengingat kembali kejadian satu bulan terakhir. Pertemuan dengan Ziyan yang tidak terlalu bagus. Kemudian serentetan kejadian yang kadang membuatnya kesal. Tak sadar bibirnya menyunggingkan senyum.

Lambat laun tidak ada lagi gerakan. Matanya terpejam. Napasnya mulai teratur. Mika tertidur. Ternyata kopi tidak membantunya untuk tetap terjaga. Dia pun tenggelam di alam mimpi.

****

Ps; terima kasih yang sudah setia baca dan kasih voment.

Happy reading

Vea Aprilia
Ta,  Kamis, 18 May 2017

Stay Away From Me #100Day_Challenge _theWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang