Kemarin Ziyan telah berangkat ke Singapura untuk fashion show, dan Mika melakukan aktivitasnya seperti biasa. Bangun tidur, memasak, sarapan, pergi ke kampus, mengerjakan tugas, memasak lagi, tidur dan begitu seterusnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda ketika dia pulang ke rumah. Rumah terasa lebih sepi. Dia memang terbiasa dengan kesepian. Setelah kepergian ayahnya dan juga Shakina yang sering pergi selama berbulan-bulan dan juga ketika Bi Mimin mudik ke kampung halaman saat hari raya, dia sudah terbiasa dengan rasa sepi.Namun, ini berbeda. Ada sesuatu yang hilang. Ada hatinya yang terasa kosong. Dia merasa aneh ketika tidak ada suara televisi yang menanyangkan kartun ketika malam hari. Tidak ada suara tawa yang keras ketika Tom And Jerry sedang main kejar-kejaran. Tidak ada gelas atau piring kotor yang masih tergeletak di atas meja. Tidak ada pakaian yang belum dicuci atau dijemur. Tidak ada manusia bar-bar yang selalu membuatnya kesal. Semua itu terasa aneh.
Satu bulan kehadiran Ziyan ternyata membawa dampak besar dalam kehidupan Mika. Dia terbiasa dengan kemalasan pemuda itu. Dia mulai terbiasa dengan adanya Ziyan dirumahnya. Ini baru dua hari tapi Mika merasa lama sekali. Mungkin dia sudah bisa menerima Ziyan sebagai saudara tirinya.
Entah perasaan aneh apa yang ada dalam dadanya. Pastinya, kehadiran Ziyan kurang lebih membuat hidupnya terasa berwarna.
Mika sedang menatap gadis ayu yang kira-kira berusia tujuh belas tahun sedang membawakan sebuah lagu, jari-jari lentiknya dengan lincah memainkan tuts-tuts piano. Namanya, Zaira. Gadis yang juga bekerja di kafe yang sama dengan Mika. Baru enam bulan yang lalu gadis itu melamar sebagai penyanyi kafe.
Mika jenuh di rumah sendirian
Akhirnya memutuskan untuk pergi ke kafe, padahal hari ini tidak ada jadwalnya untuk bekerja. Matanya masih asik menatap gadis di hadapannya.Rio tiba-tiba muncul di depan wajah Mika, ketika pemuda itu sedang menikmati alunan merdu dari lagu yang dibawakan oleh Zaira.
Mika berdecak sebal dan mendorong kepala Rio untuk minggir karena menghalangi pandangannya.
"Serius sekali." Rio kini duduk di samping Mika.
"Bukan urusanmu."
"Urusanmu adalah urusanku jika di kafe ini." Rio mengerlingkan matanya.
Mika mendesah. Dia tahu kalau laki-laki di sampingnya ini tidak akan tahan jika tidak menggodanya.
"Kau menyukainya?" tanya Rio berbisik.
Mika mendorong tubuh Rio.
"Aku menyukai permainan pianonya."
Rio hanya manggut-manggut mendengar perkataan Mika.
"Tapi, kau menatapnya seolah menyukainya." Rio tidak menyerah juga.
Mika memberikan tatapan dingin dan tajam. Rio mengangkat kedua tangannya: menyerah.
"Aneh."
"Apanya?" Mika mengerutkan keningnya.
"Kenapa akhir-akhir ini kau suka datang ke kafe tiba-tiba?" tanya Rio heran. Karena Mika sudah lama sekali tidak datang ke kafe ketika tidak ada jadwal untuknya bernyanyi.
"Kenapa? Apa tidak boleh?" Mika memutar bola matanya.
"Bukan begitu, tetapi ada yang salah dengan dirimu akhir-akhir ini." Rio mengamati tubuh Mika dari atas ke bawah lalu ke atas lagi.
Mika merasa risih dengan tatapan Rio.
"Katakan apa kau sedang jatuh cinta?" Rio melemparkan pertanyaan tersebut sambil menatap Mika dan Zaira bergantian.
"Astaga, apa yang sedang kau pikirkan?" Mika mendengkus sebal.
Rio terkekeh. Dia senang sekali menggoda Mika.
"Aku hanya merasa kesepian di rumah," ucap Mika akhirnya.
"Wow! Sejak kapan kau merasa kesepian di rumahmu sendiri?" ejek Rio. Karena selama hampir dua tahun Rio mengenalnya, Mika sudah terbiasa dengan kesepian dan dia tidak pernah mengeluh akan hal itu.
"Entahlah."
"Apa kau benar-benar sedang jatuh cinta?" tanya Rio setengah menyelidik.
Mika memutar bola mata; jengah. Ada apa dengan laki-laki di hadapannya ini, menyebalkan sekali.
Rio terkekeh kembali. "Baiklah."
Rio beranjak dari kursinya hendak meninggalkan Mika. Dia tahu segigih apa pun usahanya untuk menggoda Mika. Pemuda itu tidak akan pernah tergoda.
"Eh... Tunggu?" Rio berbalik kembali dan menghadap Mika.
"Bukankah di rumahmu, ada saudara tirimu?"
Mika menatap Rio jengah. Ternyata laki-laki di hadapannya ini tidak menyerah juga.
"Dia sedang berada di Singapura," jawab Mika malas.
"Wow... Jadi kau kesepian karena ditinggal saudaramu itu." Rio berdecak sambil menggeleng.
"Kenapa?"
"Apa kau sedang merindukannya?" bisik Rio mencondongkan tubuhnya di samping Mika.
"Sialan kau!" Mika mendorong tubuh Rio, tapi malah membuat laki-laki itu tergelak.
****
Satu hari, dua hari sampai lima hari. Mika merasa semakin ada yang berbeda dengan dirinya. Ada perasaan aneh beberapa hari ini. Antara kesal, benci dan entah apa lagi yang pasti ini semua ada hubungannya dengan Ziyan. Pemuda yang telah tinggal bersamanya selama sebulan lebih.
Mika kesal karena selama lima hari penuh, pemuda itu tidak memberikannya kabar. Jangankan telepon, SMS pun tidak. Benar-benar keterlaluan.
Mika uring-uringan sendiri. Pergi ke kafe, Rio pasti akan menggodanya. Tinggal di rumah, dia kesepian. Argghh.. Dia menggeram kesal.
Tangannya mengambil ponsel. Mengecek apakah ada notifikasi masuk. Ternyata kosong.
Mika mendesah. Ada apa dengan dirinya. Harusnya dia bahagia karena manusia bar-bar tersebut tidak berkeliaran di rumahnya. Tetapi, Mika malah merasa kehilangan.
"Bukan urusanku," gumamnya pada dirinya sendiri.
Namun setidaknya pemuda itu mengiriminya kabar, bukan?
"Argghh... Kenapa aku malah memikirkannya." Mika menggerutu sendiri.
Selama beberapa hari hidupnya sedikit kacau. Dia sering tidak fokus ketika dosen menjelaskan saat kelas berlangsung. Seperti saat ini dia tidak bisa fokus membaca buku. Mika menyisir rambutnya kasar.
Hal konyol lainnya adalah setiap pagi dia akan membuat dua porsi sarapan. Satu untuknya dan satu untuk Ziyan. Padahal Ziyan sedang tidak ada di rumah.
Dia bertanya-tanya ada apa dengan dirinya. Bukankah ini yang dia inginkan, laki-laki bar-bar itu menghilang dari rumahdan juga hidupnya untuk selamanya. Namun, kenapa dia malah memikirkannya.
Ponselnya bergetar, dia buru-buru mengambilnya kemudian membuka.
Sial.
Selamat, Anda mendapatkan kejutan hadiah sebuah mobil Honda Jazz.....
Mika membanting ponselnya di atas sofa sebelum selesai membacanya.
"Ambil saja hadiahnya." Mika marah-marah sendiri.
Dia menyalakan televisi tapi tidak ada acara yang bagus. Akhirnya dia menonton Tom And Jerry. Awalnya dia seperti orang bodoh yang menonton kartun ketika usianya sudah menginjak dua puluh tahun.
"Hanya orang idiot yang menonton film seperti ini." Mika tersenyum mengejek dirinya sendiri.
****
Happy reading
Vea Aprilia
Ta, Rabu 17 May 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Away From Me #100Day_Challenge _theWWG
Teen FictionKehidupan Mika Azkhana Sakhi berubah 180 derajat. Ketika Ibu Mika menyuruh anak dari suami barunya untuk tinggal bersamanya di Jakarta. Dia tidak bisa menolak permintaan ibunya. Bencana pun terjadi ketika adik tirinya itu tinggal bersamanya. Ternyat...