Game 5 part 1

2.3K 211 0
                                    

Adalah sebuah keganjilan jika aku mencintainya. memendam rasa padanya adalah sebuah anugrah bernoda kutukan yang menjerumuskanku dalam ngerinya surga dan indahnya neraka. Ya, perasaan ini adalah sebuah perasaan yang tak seharusnya kurasakan, sebuah emosi yang seharusnya kulupakan dan kubuang sejauh mungkin.

"Ini semua tak akan berjalan lancar." Lelaki dengan surai hitam berantakan menunduk dalam, menyembunyikan raut terluka dari sang terkasih "-hubungan kita tak akan berjalan dengan lancar. Akan banyak pihak yang menentangnya."

Tak ada jawaban.

Telinganya tak mendengar respon apapun dari pria yang berdiri dengan segenggam bunga edelweis di tangannya. Ia mengepalkan tangannya erat, acuh terhadap luka yang diakibatkan oleh kukunya. Untuk apa peduli dengan hal sepele seperti itu bila ada yang lebih penting dari lukanya tersebut.
Ya, hubungannya dengan Draco Malfoy adalah masalah yang lebih penting daripada luka sobekan di telapak tangannya.

Bunga edelweiss terhempas. Terlempar penuh emosi. Gagangnya sedikit ternoda darah yang disebabkan oleh lukanya sendiri.

"Kuharap kita bisa bersama..." Hembusan angin seolah mencoba mengirim pesannya, dari hati terdalam, "...bersama di neraka, abadi, selamanya."

Lontaran kalimat tertutup. Hatinya lebih hancur dari pada luka luka pada tubuhnya yang ia ciptakan sendiri. Otaknya seakan tertutup oleh canduan duniawi akan Draco. Draco dengan tubuhnya yang selalu menyentuhnya. Draco yang bergairah diatas ranjang, dan Draco yang lebih brengsek dari iblis jahanam manapun.

Kelopak bunga itu terbang searah dengan angin yang berhembus perlahan. Membawa sebuah harapan namun sekaligus sebuah kesedihan yang mendalam. Berharap sebuah keajaiban menjadi sebuah kenyataan. Akankah itu terjadi?

Jika mengingatnya Harry ingin tertawa keras seakan ingin mentertawakan kebodohannya. Ia sudah tau jika semua ini tidak akan berjalan dengan baik bahkan akan ada sebuah lubang yang besar di hadapan hubungan mereka. Entah akan jadi seperti apa nantinya. Harry hanya dapat berharap kali ini.

"Sekali saja. Bisakah harapan itu terkabul?"

Berharap dewi fortuna berpihak pada mereka, dan kebahagian berada dihadapannya.

Harry menjauh, Harry pergi dari kehidupan sang terkasih. Memberikan waktu untul kembali memikirkan kesempatan yang ada untuk kisah mereka.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan kini telah memasuki 1 tahun setelah harry menjauh. Tiada hari tanpa membayangkan sang terkasihnya yang kini entah berada dimana.

Harry memulai hidupnya di sebuah desa terpencil. Dimana tak ada yang mengetahuinya. Dimana ia hanya bisa hidup dengan damai hatinya yang masih terluka. Walau sudah setahun ia pergi menjauh.

Harry berharap, 1 tahun cukup membuat Draco merasakan kehilangan akan diri Harry.

Harry tak tahu bagaimana kehidupan Draco selama kepergiannya 1 tahun kemarin. Bagaimana kabar Draco atau sedang apa dia. Harry menutup mata dan telinga akan kabar Draco. Berusaha peduli namun hatinya menolak.

Sedangkan disebuah tempat, seorang pria dengan surai platina miliknya terduduk tak berdaya ditempat tidurnya. Tak ada yang tahu bagaimana keadaannya. Dia seakan hilang kontak dengan dunia luar. Hanya beberapa orang terdekatnya saja yang tahu. Bahkan kedua orangtuanyapun tidak tahu menahu tentang dirinya. Salahkan keadaan yang mengharuskan orangtuanya menetap disuatu negara lain dan hilang komunikasi karena kesibukan mereka.

"Berapa lama?"

"Selama yang kau mau, Dray~" ujar Blaise yang senantiasa berada disisi Draco. Selain Theo tentunya.

"Hum~" hanya gumaman itu yang diterima Blaise sebagai jawabannya.

Blaise ingin sekali mengabari orang-orang terdekat Draco lainnya tapi si Malfoy muda melarangnya.

'Biarlah hanya kau dan Theo yang tahu.' ujar Draco suatu hari saat Blaise menanyakan kenapa Draco tidak mengabari keluarganya, 'setidaknya bila semuanya sudah pasti, aku akan mengabari mereka.'


--------------------------

"'Rry?" pintu kamarnya terbuka, iris emeraldnya mendapati seorang pria bersurai coklat tengah memberinya senyum lembut

Cedric Diggory. Anak dari kepala desa yang dengan baik hatinya selalu meluangkan waktu untuk menemaninya.

Semenjak dirinya menjejakkan kaki di desa kecil ini, Harry hanya berbicara seperlunya. Orang orang menganggapnya sombong, mengatai di balik punggungnya. Tapi Cedric berbeda, pemuda tinggi itu setiap saat selalu memberinya senyum lembut meski hal itu hanya akan Harry balas dengan pandangan kosong.

"Masuk lah," ujar Harry "Ada apa kau kemari?"

Cedric menggaruk tengkuknya "Well, kau tahu...hari ini cuaca sangat cerah, aku berpikir bagaimana bila kita menikmatinya berdua?"

Harry hendak menjawab, namun jemari telunjuk Cedric mendahuluinya, menempelkannya pada bibir ranum milik Harry "Kau tidak boleh menolak, Harry. Aku tidak akan membiarkanmu terus berdiam diri dan melukai dirimu sendiri."

Harry menghela nafas, mau tak mau dirinya harus mengiyakan ajakan Cedric. Tak perlu menjadi orang yang peka untuk tahu sifat Cedric yang tak suka ditolak ketika sedang menawarkan kebaikannya.

Keduanya pun beranjak, meninggalkan bangunan rumah kecil tempat seorang Harry Potter bernaung selama setahun belakangan.

"Hei, apa kau sudah dengar--"

"Belum."

Cedric cemberut "Biarkan aku menyelesaikan ucapanku, 'Rry." Harry hanya memutar kedua bola matanya bosan "Apa kau sudah tahu bila malam ini warga desa akan merayakan penyambutan untuk kedatangan pengusaha kaya yang menyumbangkan dana untuk desa kita? Kudengar orang ini akan mengajak teman temannya untuk tinggal sementara disini."

"Mmh.." sungguh tampak jelas bila pemuda yang lebih pendek sama sekali tidak tertarik

Tapi sepertinya anak kepala desa itu tak menyadari dan terus melanjutkan ucapannya "Kudengar juga, ia melakukannya karena ingin merubah suasana hati sahabat karibnya."
Mereka berjalan beriringan. Cedric dengan gentlenya menggenggam tangan Harry. Sesekali percakapan terlontar.

Namun...

Kecanggungan tetap memenuhi. Keduanya tak dapat mencairkan suasana. Meski Cedric sangat ingin membuat Harry tersenyum. Bagaimana melihat kilau emerald bersinar senang. Dalam arti lain, ia memiliki perasaan lebih untuk seorang Harry Potter.

"Bagaimana keadaanmu sekarang, Harry?" Ia memandang pemuda yang lebih pendek beberapa centi darinya. Objek yang dapat memikat perhatiannya. Mengalikhan dunianya.

"Baik." Terlampau singkat untuk balasan dengan konotasi sopan. Terdapat nada malas dalam konotasi suaranya.
Tanpa Cedric ketahui, iris emerald Harry bersinar sedih.

Sedih karena menumpuk rindu yang begitu dalam. Kelereng itu menyapu hamparan langit lazuardi. Berharap air matanya tidak menetes saat itu juga.

Harry menutup kedua matanya perlahan. Merasakan udara yang meniup beberapa helai rambutnya searah angin bertiup.

"Kau tidak apa-apa?"

Bagaimanapun juga, Cedric khawatir akan keadaan Harry.

"Aku tidak-" baru saja akan menjawab. Perkataan Harry terputus saat merasakan seseorang menuju kearahnya.

'Bugh'

TBC


Siapa yang menghampiri Harry dan Cedric? Suara dari apakah 'bugh' itu? Selanjutnya ada di chap berikutnya yaaa ^^

Hai ^^ mom datang lagi dengan hasil cerita bersama anak-anak group seperti biasa ^^
Iztha09 Aiaychan Rara_115 nakajimayuu Realac

DraRry CompilationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang