chapter 6

4.7K 419 47
                                    

.
.
.

Jam 8 tepat bunyi bel sudah menggema. Jam pertama kali ini kakakku yang mengisi kelas. Aku mulai khawatir saat orang yang sedari tadi aku tunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Apakah dia tidak akan masuk. Tapi kemarin dia bilang tidak apa-apa. Aku benar benar merasa bersalah sekali.

Seandainya kemarin dia tidak menolongku pasti hari ini dia masih bisa masuk kelas. Aku merasa beruntung sekali. Berkat dia aku tidak mendapatkan luka itu. Tapi jadi dia yang merasakan sakitnya.

Kelas hari ini benar benar berbeda. Semua siswa diam. Tak ada yang bertingkah. Semua mengikuti pelajaran kakakku dengan baik.

Kulihat kakakku juga menjadi lebih bahagia. Senyum kebahagiaan itu terpancar saat dia menjelaskan materi hari ini. Hingga...

"Wah tidak biasanya kalian seperti ini. Apa karna tidak ada anak si pemilik sekolahan kalian jadi pendiam begini.

Kalau begini bukankah lebih baik dia tidak usah ada dikelas ini ya. Jadi kalian bisa belajar dengan baik"

Kedua bola mataku seakan lompat dari tempatnya saat ini juga. Aku ingin pergi kerumah sakit saat ini juga untuk memeriksakan apakah telingaku ada  bermasalah atau tidak. Apa yang baru saja kudengar itu.

Hei katakan kalau itu salah. Kenapa kakakku berbicara seperti itu. Apa dia gila. Dia seorang pengajar kenapa berbicara seperti itu.

Aku yang tersulut emosi lantas menggebrak meja. Seluruh penghuni kelas serentak menatapku.

Emosi yang sudah membuncah tak dapat terbendung lagi. Kutarik nafas dalam-dalam mengumpulkan seluruh emosi itu agar bisa kuledakkan dengan sejakli hembusan nafas.

''Ssaem!!! Anda tidak berhak berbicara seperti itu. Dia tidak masuk karna ada alasan!''

''Kenapa anda mengatakan itu bagus padahal murid anda tidak masuk belajar''

''Apakah itu pantas dikatakan seorang pengajar di depan anak didiknya!''

"Park Jimin! Apa yang katakan"

Aku segera berlari keluar dari dalam kelas. Tidak perduli akan tanggapan mereka. Rasa panas dalam otakku segera meluncur kesegala bagain tubuh hingga keujungnya.

"Park Jimin!!! Kembali!!!!!

Hatiku terasa semakin sakit saat kedua kakiku terus berpacu menjauh dari ruang kelas dan ditambah suara kakakku yang terus memanggilku. Tapi aku bahkan tak perduli.

Hati, pikiran serta tubuh ini hanya tertuju padanya.  Yang menjungkirbalikan diriku beberapa minggu ini. Yang membuatku harus membuat perjanjian konyol dan membawaku hingga ke jalan ini.

Menjadi kan diriku yang dulunya hanya akan diam didalam kelas dan hanya berkutat pada buku pelajaran, adik yang penurut kepada kakakknya dan sekarang  menjadi seseorang yang disibukkan akan perjanjian entah apa kau harus menyebutnya lalu membentak kakakku untuk pertama kalinya.

.

.

.

"Wahh...besar sekali! Aku baru pertama kali ini datang kesini. Dia benar-benar anak pemilik sekolah ya"

"Lantai 12, No.093"

"K-kenapa aku jadi gugup begini sih!"

"Atau aku pulang saja ya"

"Tidak-tidak, aku harus melihatnya"

"Ayo Park Jimin, kau pemberani kan!"

"Tinggal ketuk pintu dan tanyakan keadaannya lalu pulang"

Bitter Stamp With A DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang