Apakah kalian pernah bermimpi akan ketemu penjahat yang berkedok superhero ganteng? Aku pernah.
Hanya saja itu bukan mimpi, melainkan kenyataan. Dan seperti kata orang-orang, kenyataan memang lebih menyakitkan daripada mimpi.
Aku menatap uluran tangan yang ditunjukkan ke arahku. Tangan itu milik seorang cowok jahanam yang baru saja membuat tubuhku jatuh tepat di atas lantai. Aku mengabaikan uluran tangan itu, sekuat tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan sikap yang seanggun mungkin seakan tidak terjadi apa-apa.
Samar-samar kudengar cowok itu mendengus, kemudian ikut berdiri di sampingku. Aku sibuk menepuk-nepuk rokku, mengenyahkan segala kotoran di lantai keramik yang menempel di rokku.
"Maaf, bu. Saya ke sini disuruh ibu Ade. Beliau meminta saya untuk memanggil yang namanya Vareluna Pelangi."
Aku menoleh ke arah cowok jahanam. "Gue?" tunjukku pada diriku sendiri. Si cowok jahanam berpaling ke arahku. "Jadi elo yang namanya Vareluna Pelangi?" tanyanya dengan ekspresi terkejut. Aku menganggukkan kepalaku.
"Ya sudah. Darren, Luna, kalian boleh pergi." ucap guru tersebut yang langsung diangguki oleh si cowok jahanam yang belakangan disebut-sebut sebagai Darren.
"Oke bu Esme. Saya permisi dulu." Darren si cowok jahanam langsung membuka pintu dan meninggalkan kelas. Aku sempat bingung sesaat menatap kepergiannya, sebelum kemudian disikut oleh bu Esme.
Setelah menyadari kebodohanku, aku menepuk keningku dan segera berlari keluar kelas mengejar Darren. Aku melihat ke arah koridor tapi tidak menemukan siapapun. Saat aku menoleh ke arah yang berlawanan, aku menemukan cowok itu di tepi tangga sedang menatap ke arahku.
Ia menuruni tangga begitu saja setelah menatapku. Aku buru-buru mengikutinya dan menuruni tangga. Darren berjalan ke arah ruangan yang tadinya kumasuki sebelum sesi perkenalan di kelas.
Aku mengikutinya memasuki kembali ruangan yang memiliki papan bertuliskan Tata Usaha di atasnya. Ibu wakasek yang tadinya menemaniku memasuki kelas baruku segera menyambut kami berdua.
"Aduh Vareluna. Untung kamu ngak apa-apa."
Aku menatap ibu wakasek heran. "Emang kenapa bu?" tanyaku yang mulai curiga bahwa kesialan yang lain telah muncul. "Itu lho. Ibu salah masukin kamu. Seharusnya kamu di kelas X-A. Tapi ibu salah lihat, jadinya tadi kamu ibu antar ke kelas X-C." ujar sang ibu wakasek dengan tampang bersalah.
Tuh kan, sudah kubilang. Kesialan memang akan selalu menimpaku di hari Jumat. Akibatnya, sekarang aku harus mengulang kembali seisi perkenalan yang penuh kecanggungan.
"Buk." Suara itu datang dari arah mulut si cowok jahanam. Ibu wakasek serta merta langsung menoleh pada Darren. "Saya udah boleh pergi kan?" tanya Darren yang langsung diangguki oleh ibu wakasek. "Oh, ya silahkan. Makasih ya, Darren."
Setelah kepergian Darren, aku kembali menoleh kepada ibu wakasek. "Jadi, di mana kelas saya yang sebenarnya?" Ibu wakasek mendadak terkejut mendengar pertanyaanku. "Darren! Darren! Jangan pergi dulu!" teriak ibu wakasek sambil berjalan ke arah pintu.
Aku mengikutinya ke arah pintu. Berniat menyadarkan sang ibu wakasek yang sepertinya mengabaikan pertanyaanku dan memilih untuk mengejar Darren. Darren yang sudah setengah jalan, langsung berbalik dan berlari kecil ke arah kami.
"Apa lagi buk?"
"Aduh, ibu lupa lagi nih. Bisa ngak kamu anterin Vareluna ke kelas X-A? Ibu lagi ada urusan nih." mohon ibu wakasek yang sukses membuat mataku membulat sempurna. Aku menatap Darren dan melihatnya sedang menatapku dengan tatapan nyusahin-banget-sih-nih-orang.
Ingin rasanya aku berteriak, "Gue ngak butuh bantuan lo! Jadi ngak usah pasang muka kayak habis dipalak gitu dong!" Namun, derita sebagai murid baru adalah harus bersikap se-sopan dan se-santun mungkin pada senior. Kalau tidak bisa-bisa kehidupan SMA kita tidak akan tenang alias sengsara selama tiga tahun ke depan.
Si cowok jahanam menatapku malas, kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya udah deh bu. Kelas X-A kan?" Ibu wakasek tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ya udah. Lo buruan ikut gue." ucap Darren dan segera berlalu meninggalkanku. Untuk kedua kalinya, aku berusaha mengejarnya dan akhirnya berhasil mensejajarkan langkah kakiku dengannya.
Okay, Vareluna! Sekarang saatnya membuat teman baru!
"Hai!" sapaku ramah lengkap dengan tangan kulambaikan ke arah Darren. Darren melirikku sekilas kemudian tetap berjalan. Mengabaikan sapaanku yang barusan.
Aku berdecak, menahan diri untuk tidak mengumpat di depannya. "Lo namanya siapa?" tanyaku mengabaikan sikap tak acuhnya barusan. Tanpa melihat ke arahku, Darren berkata, "Gue rasa lo udah tahu jawabannya. Sekedar informasi, gue anak kelas sebelas."
Mendengar kata "sebelas" yang sengaja diucapkan oleh Darren, mau tak mau aku semakin ingin mengumpat di depannya. "Jadi mentang-mentang lo anak kelas sebelas, lo mau pamer senioritas gitu!?" ketusku dalam hati.
"Kalau iya kenapa?"
Aku terdiam. Apa tadi dia bilang? Aku menolehkan kepalaku ke arah Darren. "A-apa tadi yang lo, eh, kakak bilang?" ucapku tergagap-gagap. Masa iya sih, dia bisa baca pikiran?
Sumpah demi apapun, kenapa dia bisa baca isi pikiranku? Apakah dia benar-benar seorang superhero sesungguhnya yang biasanya ada di televisi itu? Ah tidak, Vareluna, kau murid baru disini, sebaiknya kau jangan berbuat sesuatu yang aneh aneh disini.
Darren melangkahkan kakiknya menapaki tangga yang diikuti olehku. Mengabaikan pertanyaan yang tadi kuucapkan. Aku mencoba untuk mengulang pertanyaanku. Aku menolehkan kepalaku ke arahnya.
"Kak, tadi kakak bilang apa?"
Bukannya menjawab pertanyaanku, Darren yang memang si cowok jahanam malah mendorong kepalaku menjauh darinya. Aku berdecak kesal, mengusap kepalaku yang didorong olehnya, berusaha menggunakan akal sehatku untuk tidak memukul, menendang, dan memutilasinya sekarang juga.
Eh, memutilasi? Hais, adikku memang membawa pengaruh yang buruk. Sekarang aku mulai sepertinya.
"Eh, kak! Ngak usah dorong-dorong dong! Sakit tahu." teriakku di dekat gendang telinganya, berharap setidaknya gendang telinganya akan rusak dan menjadi tuli akibat suaraku. Huahaha! Tidak sia-sia setiap malam aku menemani adikku menonton film horror.
Darren si cowok jahanam mendadak berhenti. Membuat kepalaku seketika membentur punggungnya yang sekeras baja. "Eh, kak! Kalau mau berhenti bilang-bilang dong!" perintahku galak. Darren berbalik dan menatapku aneh. Aku balik menatapnya dengan tatapan pemberontak paling keji sedunia.
Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi acara tatap-tatapan kami. "Darren! Kenapa kamu di situ? Itu siapa yang ada di samping kamu?" Aku menoleh dan mendapati seorang guru cowok berpostur tubuh tinggi kurus dengan kulit putih sedang menatap kami berdua penuh tanda tanya.
Aku balik menatap Darren, meminta bantuan untuk menjelaskan kepada si guru cowok kalau aku ini murid pindahan yang salah masuk kelas.
Darren masih santai di posisinya. Menatapku, sebelum mencondongkan tubuhmya ke arahku.
"Lo suka sama gue ya?"
Appleswag,
11 April 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Beats Fast
Teen FictionMasa-masa SMA aku kacau-balau! Dasar bajingan sialan! Memangnya dia pikir aku akan gagal move-on darinya? Big no! --------- Vareluna, siswi pindahan yang mengalami kesialan di hari pertama sekolahnya. Kesialan itu mengakibatkannya bertemu dengan cow...