Hosh...
Napas panjang dulu. Smile. Sapa.
Hello dunia orange. Sorry dah lama nggak ngisi work ini. Aku senang karena di balik kegaje-an tulisanku di tapak pelangi, ternyata ada juga beberapa orang yang masukin tulisan ini ke reading list mereka. Aku ucapin banyak terima kasih, karena jujur, work ini sebenarnya aku dedikasikan khusus untuk diriku sendiri sebagai catatan harian dan tempat mengabadikan pemikiran.
Aku emang banyak mikir, jadi mohon maaf kalo terkadang pemikiran aku yang abstrak ini menohok hati siapapun yang membaca, karena lagi-lagi jujur, tulisan ini nggak bermaksud untuk menyinggung pihak mana pun.
And now, titik galau, kalau titik jenuh udah biasa kali ya...
Beberapa kali aku sering dapat komentar bahwa tulisan-tulisanku mirip dengan beberapa penulis yang sudah punya nama. Dan sejujurnya aku di waktu lampau juga pernah berkomentar demikian. Jujur aja deh, kalian juga pasti pernah kan dapat komentar serupa?
Aku jadi sadar, ternyata nggak baik komentar bahwa karya orang lain (baca: pemula) mirip dengan karya penulis yang udah terkenal.
Jadi maaf untuk siapapun yang pernah kukomentari demikian.
Aku sadar, ternyata sama sekali nggak enak dibilang mirip sama penulis lain, seterkenal apa pun penulis tersebut. Gimana enggak? Otak kita jelas-jelas beda, tubuh kita beda. Okelah. Maybe pemula bisa dikatakan belajar dari karya mereka yang telah senior, tapi tetap aja, kan, kita nggak nyontek. Itu hasil pemikiran kita sendiri. Jangan sama-samain dong!
Gosh. Rasanya seperti kehilangan kepribadian. Sebenarnya nggak salah pembaca juga sih. Karena sebagai pembaca yang juga pernah berkomentar serupa, saat membaca sebuah karya yang penulisnya belum memiliki nama, aku juga sering teringat akan satu penulis terkenal.
Oke, bahasa aku sama sekali nggak lugas. It's okay. #kayakadayangbacaaja
Setelah kupikir-pikir. Ada beberapa hal yang memunculkan persepsi serupa. Yang pertama, si pembaca terlalu mengenal gaya bahasa dan gaya penulisan seorang penulis, ini untuk pembaca yang memang perhatian dan biasanya penikmat karya sejati, sehingga apabila dia membaca karya seseorang dengan tema serupa dan pembawaan yang luwesnya hampir menyamai penulis yang terkenal itu, dia akan mengatakan, "Aku baca tulisanmu jadi inget tulisannya T*** L***."
Kedua. Penulis yang sudah terkenal itu memiliki karisma yang terlalu kuat untuk dilupakan. Ya, istilahnya, karena namanya yang sudah melambung bagai parasut, yang pembaca tahu, gaya penulisan seperti itu ya milik penulis A dan yang begini milik penulis B, yang begitu C, dan seterusnya.
Ketiga, genre yang diusung. Yap. Katakan apa yang kamu ingat tentang Erisca Febriani? Tere Liye? Lexie Xu? Ilana Tan?
Erisca Febriani : Teenfiction
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself Before Love Writing
Non-FictionBelajar mencintai diri sendiri sambil mengejar passion menjadi penulis. Copyright © 2016 oleh Nindya Chitra