Larahati si Larasati

44 1 0
                                    

Lara adalah sahabat kami. Namanya Larasati, kami lebih suka memanggilnya Lara atau Rara atau Lala daripada Sati. Lara adalah sahabat yang baik, periang dan penyayang. Berada di dekat Lara membuat banyak tawa hanya dengan merasakan auranya. Lara adalah perempuan cantik idola kaum Pria. Lara adalah sebuah permata bercahaya dalam persahabatan kami berlima.

Lara yang mungil dengan senyum manisnya. Lara yang cerdas tak ayal sering ikut lomba dan juara. Lara yang taat pada ibadahnya. Lara yang selalu berkata 'maaf' saat terjadi kesalahan padahal kecil saja.

Kami suka khawatir saat Lara dekat dengan pria, kami takut dengan badan molek dan sifat lugunya Lara akan disakiti oleh mereka. Lara sampai sampai rela menolak semuanya saat kami tidak nyaman dengan gombalan - gombalan murahan dari pria - pria yang coba mendekati Lara. Lara lebih memilih kami dari mereka. Itulah yang menyebabkan kami sayang sekali pada Lara.

Tapi Lara semakin dewasa dari gadis kecil Lara telah beranjak remaja. Lara semakin berani mencoba banyak hal baru dengan beragam cara. Lara berlahan merasa bisa punya keputusan sendiri untuk hidupnya, walaupun dia sayang pada kami seperti sedia kala.

Hari itu kami terkejut bukan main karena Lara yang setahu kami berpacaran dengan Ray saat itu tiba - tiba menyudahi begitu saja hubungan mereka dengan alasan kepada kami Lara mencintai pria lain.

"Saya putus sama Ray, saya suka sama orang lain." Jujur ucapan Lara hari itu bak hujan badai di siang yang panas terik.

Padahal Ray adalah pilihan kami, kami yang sangat tau mana yang terbaik untuk Lara. Ray sangat baik, luar biasa cinta dengan Lara. Kami pastinya mendukung Ray, Ray yang hatinya porak poranda karena cintanya yang sungguh dibalas dengan menyakitkan.

"Saya sayang sekali sama Lara." Kata Ray suatu hari kepada kami. Hari yang hujan dan sangat banyak petir mendukung kepedihan Ray. Sedih, marah dan kecewa untuk Lara terpancar nyata di raut wajah Ray.

Kami hanya bisa menepuk punggung Ray dengan lembut. Ray sudah menjadi teman kami. Ray terlihat gusar, mungkin benar cintanya begitu  besar.

"Salah saya apa? Perasaan saya enggak pernah nyakitin dia membuatnya menangis pun haram buat saya." Katanya lagi sambil mengacak - acak rambutnya yang hitam dan tebal.

Kami hanya mencoba menghibur Ray dengan janji kalau kami akan menanyakan perlahan alasan Lara dan siapa pria yang tiba - tiba, sangat cepat menjadi benalu dalam hubungan Ray dan Lara.

"Makasih." Kata Ray yang masih dengan sabar dan kebaikan hatinya menitipkan sebuah Jaket merah yang sudah Lara inginkan dari kemarin. Jaket berlabel merek luar negeri yang Lara inginkan saat seminggu yang lalu mereka masih baik - baik saja menurutnya.

Lara sangat susah dihubungi. Lara yang sangat senang bersama kami menjadi semakin susah untuk kami yang ingin menepati janji kami pada Ray. Lara menjadi jauh. Hidupnya hanya dipenuhi dengan pria yang kami belum tahu namanya. Mencari Lara seperti mencari jerami dalam tumpukan jarum. Lara sahabat kami, kamu dimana Lara?

Suatu hari kami bertemu Lara yang sedang berjalan sendiri di jalan sepi yang tidak sengaja kami lewati. Kami spontan saja langsung mengejar dan mendapati Lara dengan mata sedikit sembab. Mata indah lara yang sebelumnya tidak pernah kami berikan izin untuk menjadi sumber air mata.

"Saya enggak apa - apa, cuma kelilipan." Kata Lara yang tentunya sejuta persen tidak kami percaya.

Kami bawa lara dengan paksa. Karena lara enggan menangis di depan kami. Enggan kami tahu dia punya masalah apa, sebesar apa. Karena yang kami tahu hidup Lara selalu bahagia. Hidup berkecukupan dengan orang tua yang perhatian. Sempurnanya hidup Lara.

TUAN YANG TAK TERLUPAKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang