Wilona memeluk erat Phineas. Menyurukkan wajah di ketebalan rambut Phineas yang berwarna cokelat seperti rambut Jeremi.
Phineas tidak memprotes pelukan erat Wilona. Seolah tahu bahwa sang ibu sedang dilanda kecemasan, dan dialah yang bisa meringankan sedikit rasa itu.
"Mam," panggilnya lirih.
Wilona mengangkat wajahnya. Mengusap air mata yang entah sejak kapan meluncur turun.
Oh Tuhan, sudah sejak satu jam lalu Jared kembali pergi menolong Jeremi. Namun Wilona tak kunjung melihat ada seorang pun yang kembali.
Wilona tidak bisa menangkap penjelasan Jared dengan baik karena dunianya yang terasa berhenti, tapi ayahnya dan Helena segera bertindak. Meminta tolong kepada para tamu yang bersedia membantu sementara Helena menyuruh sang pelayan segera mencari dan membawa dokter kemari.
Di sudut ruangan, Bastien terdiam sambil mengutuki diri. Seharusnya dia tidak tergoda tantangan Mir untuk menakhlukan Faro. Seharusnya dia bisa bersikap dewasa alih-alih ikut terbawa ke dalam tantangan Mira. Ini semua salah gadis itu, bukan?
Ya Tuhan. Siapa yang Bastien salahkan? Jelas Mir tidak bersalah kepadanya. Bastien lah yang bersalah dan menyebabkan tragedi ini. Ia sudah gagal memenuhi sumpahnya untuk mengabdi kepada Jeremi.
Bastien meraup wajahnya dengan keras. Ingin melakukan sesuatu daripada hanya berdiam diri.
Tadi, Bastien memaksa untuk ikut dalam pencarian dan harus diancam oleh Helena terlebih dahulu, sebelum akhirnya dia menurut untuk tinggal. Kakinya tidak dalam keadaan yang bisa digunakan dengan leluasa. Jika Bastien membantu, ia hanya akan menjadi beban. Bastien yang menyadarinya, langsung beringsut di sudut dan diam terpaku sejak satu jam yang lalu
"Ya, sayang?" jawab Wilona setelah bisa menguasai dirinya dengan suara bergetar.
"Tadi malam, paman meminta Phin memanggilnya papa. Bolehkah?" tanyanya polos.
Wilona mengerjap cepat. Membawa Phineas semakin erat ke dalam pelukannya.
"Ya sayang. Phin bisa memanggilnya Papa."
Phin tersenyum. Jemarinya yang kecil menyentuh pipi Wilona.
"Mam, sedih? Mengapa menangis?"
Wilona menggeleng cepat. Punggung tangannya mengusap dengan keras bekas-bekas air mata di pipinya.
"Mama senang, Phin bertemu dengan papa," jawab Wilona serak, "Phin sayang papa?"
Phin mengangguk cepat. "Phin sayang Papa. Phin juga sayang Mama," Phineas lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Wilona. Mengecup kedua pipi ibunya sayang.
"Mama jangan menangis. Papa akan kembali," mendengar hal itu, Wilona semakin tergugu. Membuat setetes air mata meluncur di pipinya.
"Ya, sayang. Papa pasti kembali," jawabnya seperti sebuah doa.
Pintu ruangan lalu terbuka. Mrs. Chloe datang bersama dengan Miranda dengan wajah merah.
Miranda terus menunduk dengan bahu yang berguncang kecil. Seperti sedang menangis.Mrs. Chloe yang memiliki wajah keibuan, menepuk pundak Mir pelan. "Maaf Wilona. Ada yang ingin Mira katakan kepadamu," ucap Mrs. Chloe sambil mendorong Mir dengan lembut.
Miranda perlahan mendekat dengan wajah masih menunduk.
"Ada apa, Mira?" tanya Wilona ketika melihat bahwa Miranda sedang menangis.
"Maafkan saya, Ma'am. Semua ini salah saya," ucapnya tersendat. Berulang kali jemari Miranda mengusap kasar matanya. Menahan agar air matanya tidak jatuh mengotori lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Mine [Completed]
Historical FictionEdisi Revisi ❤ Jeremi Story [Pertama kali diterbitkan di akun Hai2017] Ketika melihat Lady Helena di pesta Lady Marmosa, Jeremi Wood, Marquess of Riverdale tahu ia telah menemukan orang yang selama empat tahun belakangan ini ia cari. Tapi Jeremi men...