Delapan

89 14 0
                                    

~sudah di revisi~

***

"Kinan, lo nggak ke kelas kak Ronald?"

Kinan menengok ke arah gadis berkuncir ke samping yang ada di sebelahnya. Ia melirik arlojinya lalu mendengus, lupa bahwa sekarang adalah jadwal ia b-m. Kinan mengangguk pada Najwa lalu berdiri, hendak ke kelas duabelas IPA 1—kelas Ronald. Ia juga punya janji, akan tepat waktu kemarin.

Kepalanya menyembulkan masuk ke dalam, namun tak ada siapa siapa di sana. Dahinya mengerut heran, ia membuka tasnya lalu mengambil jadwalnya ia belajar mengajar.

Bener, hari ini ada jadwal. Lah, si songong ke mana?

Ia kembali menyembulkan kepalanya ke dalam kelas Ronald. Benar sepi tak ada siapa siapa. Kinan mengangkat bahunya acuh, tak ada Ronald, apakah hari ini ia di beri libur? Mungkin saja ia.

Kinan melangkah jauh menuju taman belakang sekolah, tempat sahabatnya biasa berkumpul.

Sesampainya di sana, tepatnya pada meja pertama yang di lewatinya. Ia di cegat oleh satu siswa, yang sepertinya kakak kelas.

"Apa?"

"Kata Ronald, dia nggak bisa b-m an, dan hmm, dia nyuruh gue buat nganterin lo ke suatu tempat."

Kinan mengerut kan dahi heran. Tak kenal siswa di hadapannya, dan ia bilang ingin mengantar nya ke suatu tempat. Oke, ini mulai mengerikan.

"Lo nya, siapa?" Kinan menyilangkan tangan di depan dada dengan mata menyipit pada siswa di depannya.

Siswa itu—Evan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apakah mukanya mencurigakan? Padahal ia benar benar disuruh oleh Ronald.

Ronald tadi memberi Evan pesan untuk mengantar Kinan jam setengah empat. Karena ada sedikit masalah, katanya. Ronald tidak mau ada waktu satu hari pun yang terbuang  sia sia hanya karena satu keperluan yang tidak terlalu penting.

"Gue Evan, temen Ronald, sumpah, Ronald nyuruh gue nganter lo sekarang."

Evan melirik arloji hitamnya, benar sudah jam setengah empat.

Kinan masih belum percaya, ia kembali menyipit kan mata mengintimidasi Evan dengan tatapannya, mencari tanda tanda kriminal di mata Evan.

"Ada bukti?"

Evan mendengus kasar, mengambil ponselnya dari saku celananya lalu membuka roomchat nya dengan Ronald dan memberikan nya pada Kinan.

Kinan mengangguk angguk paham.

"Oke. Awas lo kalo macam macam!"

Kinan menunjuk tunjuk Evan dengan telunjuknya yang kecil dengan mata disipitkan.

"Iya kagak!"

Lalu mereka melangkahkan kakinya menuju parkiran SMA Andromeda.

"Ehh, tunggu tunggu!"

Kinan berhenti, membuat Evan yang berada di depan membalikan tubuhnya sambil menaikan satu alisnya.

"Kesana naik apa?" Tanya Kinan.

Evan menarik nafas dan membuangnya perlahan, sabar dengan gadis yang ada di hadapannya itu.

"Motor, kenapa lo nggak suka?"

Evan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sepertinya Kinan itu sama dengan perempuan perempuan lain yang sukanya menaiki mobil mewah ketimbang motor.

"Okeh! Lanjut!"

Kinan mengibaskan tangannya diudara lalu melewati Evan begitu saja dengan kepala di naikkan.

Evan hanya bisa menghela nafas lagi.

Mereka sampai di parkiran, menaiki motor lalu melesat di tengah ramainya kota.

Macet. Sekiranya itu yang menggambarkan suasana kota sore ini. Karena ya, memang ini sudah jam pulang kantor dan sekolah. Untung, sekolah mereka memiliki jam pulang yang sedikit awal dari yang lain.

Evan melirik arloji di tangannya dengan malas. Cuaca lumayan panas dan terjebak di panjangnya macet. Oh sial.

"Evan! Lama banget sih, lewat jalan tikus aja!" Kinan berteriak tepat di samping telinga Evan membuat pemuda itu menjauhkan telinganya ke samping. Benar kata Ronald, bahwa murid nya itu aneh, tidak mau diam.

"Nggak ada jalan tikus disini!"

Kata Evan tak kalah kencang yang membuat Kinan sedikit terkejut. Kinan berfikir, ia melihat ke sekeliling jalan yang macet di penuhi dengan suara klakson kendaraan yang bersahutan. Ia menyeringai. Sepertinya Kinan punya ide.

"Evan tukeran, gue yang nyetir!"

***

"Setan woy! Pelan pelan! Lo mau bunuh gue?!"

Evan mengeratkan pegangannya pada bagian belakang motor dengan erat, rambutnya terlibas ke belakang dan wajahnya sedikit terdorong kebelakang karena angin.

"Diem lo!"

Kinan kembali menambah kecepatannya. Menyalip sana sini beberapa kendaraan yang masih sahut menyahut klakson. Kinan menyipit kan mata, ingin melihat di hadapannya. Uh, ini bakal seru!

"Setan mau apa lo!"

Evan panik ketika melihat ke depannya, tak ada jalan untuk menyalip. Di depan sana ada mobil tiga.

Kinan mengegas dengan kecepatan yang luar biasa tinggi.

Satu

Dua

Tiga

Motor Kinan berdiri lalu menaiki mobil di depannya, dan berhasil! Kini ia berjalan di atas atap atap mobil, melihat ruang menyalip yang lebih leluasa. Oh ya, ada satu nyawa yang harus di pastikan.

"Evan, lo masih hidup?"

Sementara di belakang Kinan, Evan memegang dadanya dengan nafas tersendat sendat. Matanya melotot dengan mulut yang terbuka setengah. Evan melihat ke belakang.

"Wuhuuu! Huh huh, selamat! Yeey!"

***

Motor Evan terhenti di parkiran sebuah rumah sakit. Hal itu tentu saja membuat Kinan bertanya tanya, kenapa mereka ke rumah sakit.

Tadi saat sudah di jalanan yang cukup lengang, ia dan Evan kembali bertukar. Jadi, Evan kembali lagi yang menyetir.

Kinan mengikuti langkah Evan yang membawanya. Bau obat obatan dan bau khas rumah sakit mulai membelai hidung Kinan. Orang orang pun terlihat berlalu lalang.

Setelah beberapa lama berjalan ia dan Evan susah tiba di kantin rumah sakit.

"Evan, ngapain ke sini sih?" Ketus Kinan. Ia bingung, katanya di suruh ke Ronald, tapi apa hubungannya dengan rumah sakit?

"Udah diem aja, noh Ronald nya, ayo kesana!"

Kinan mengikuti arah yang di tunjuk Evan. Benar disana ada Ronald sedang menyender sambil memejamkan matanya, dengan beberapa buku di meja.

Mereka berjalan menghampiri meja Ronald.

"Hoy!"

Ronald membuka matanya ketika merasakan tepukan di bahunya. Sekarang ia sudah melihat ada Evan juga Kinan yang sedang mengedarkan pandangannya.

Evan dan Kinan duduk.

"Gimana keadaannya?" Tanya Evan pada Ronald. Ronald hanya mengangguk angguk kan kepala nya pertanda dia baik baik saja.

"Ronald, kenap—"

Kata kata Kinan terpotong ketika melihat mata tajam dingin Ronald menusuk matanya. Yang Kinan lakukan selanjutnya adalah menghela nafas panjang.

Ia pun memulai b-m an nya dengan fikiran tak fokus. Masih memikirkan kenapa Ronald di rumah sakit?

Ia berusaha untuk tidak peduli, namun Kinan benar benar penasaran. Ia berencana untuk mencari tahunya nanti.

Rasa penasaran sialan.

***

Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang