"Ame, ibu sudah mengambilkan potongan daun pisang untuk kau jadikan payung. Jadi, jangan lagi merenung disitu, cepat ganti bajumu, hujan sudah mulai reda."
Ibu memutus lamunanku;lagi.
Entah sudah sejak kapan beliau berdiri di mulut pintu, menatapku yang sedari tadi tak menyadari kedatangannya.
"Ame ...". Ibu mendekatiku
"Iya, Bu. Ame ganti baju dulu."
Ibu mengangguk, membiarkanku melewatinya.
***
Namaku AME. Dalam kamus jepang, ame berarti hujan. Kata Ibu, Ayah menyukai sesuatu yang berbau jepang, termasuk bahasanya. Maka dari itu, ia sampai nekat meninggalkan aku dan Ibu dirumah ini demi cita-citanya ke jepang.
Padahal aku tak menyukai hujan, mengapa namaku mempunyai arti hujan?
***
"Ibu ... Ame berangkat dulu."
Aku mendekati ibu. Mencium punggung tangannya yang kering karena bekerja.
"Ame tak sarapan dulu?"
Aku menggeleng pelan.
"Tidak, Bu. Ame sudah terlambat.
Ibu menemaniku berjalan sampai di pintu beranda.
"Ame pergi dulu, Bu. Assalamu'alaikum.."
Aku menerobos rintikan hujan, memakai payung seadanya yang sebenarnya hanya sepotong daun pisang. Samar-samar masih kudengar Ibu menjawab salamku. Selebihnya hanya gemerisik hujan yang terdengar.
Aku terus berlari. Kali ini walaupun hujan, aku tetap memakai seragam putih biruku. Tak peduli ia basah. Karena ini bukan hujan deras, ini hanyalah rintik-rintik sesudah deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
cerpen - HUJAN AME
Historia Corta"Hujan menurunkan cinta lewat butiran-butiran air yang berjatuhan membasahi dedaunan, memenuhi tong-tong air, bagai penyelamat di kala kekeringan melanda".