Pieces of 6

144 11 0
                                    

Happy reading.

"Yah gue yang nggak paham. Lo emang nggak pernah berubah bahkan sedikitpun itu morra". Kata Ali tiba-tiba membuatku menegang ditempat dan mulai merasakan sensasi yang menyenangkan dan rasa sakit yang bersamaa.

"Jangan sebut gue dengan nama itu lagi dari mulutmu lo, karena lo sudah nggak berhak dengan nama itu ngerti".

"Gue berhak morra. Gue berhak karena gue masih sayang bahkan cinta sama lo, dengar untuk kejadian itu lo harus tau kejelasannya dari gue". Dengan gerakan cepat aku mulai berdiri menghadapanya dan menatapanya tajam, hingga jika bisa dipastikan dia akan terbunuh hanya karena tatapan tajam milikku.

"Apa yang mau lo jelasin sekarang hah? Lo mau bilang kalau kenyataannya Eva sekarang istri lo atau kebenaran anak yang dirahim Eva memang benar darah daging lo gitu, apa lo mau jelasin kalau dihotel itu lo cuma nggak sengaja ketemu Eva. Mau jelasin apa lo sama gue, mau jelasin kalau lo lebih milih Eva karena dia sakit dan rapuh sedangkan gue sehat dan kuat makanya lo ninggalin gue. Lo nggak tau gimana gue lo cuma tau luarnya gue doank Ali, owh atau lo mau bilang kalau ini semua demi amanah terakhir ibu Eva kepada diri lo. Basi tau ngga, semua basi Alianzo Exeller". Jeritku yang mana sudah melampaui batas kesabaran bahkan kenangan demi kenangan mulai berputar layaknya kaset rusak, membuat suatu dalam diriku harus kembali rela merasakan sakit sakit dan sakit lagi.

"Lo tau gue rapuh Ali, gue tersiksa karena lo. Gue nggak sekuat apa yang lo tau, gue nggak sekuat terumbu yang selalu terkena ombak dilautan. Gue hanyalah eenggok daging yang menjelma sebagai gadis biasa jadi jika lo cuma mau buat gue ancur, lo berhasil". Lanjutku membuat setiap rongga dalam menjadi tak berfungsi dengan normal. Hal itu menjadikan sesuatu yang sedari tadi tertahan oleh lensa mata kini luruh sudah menjadi sebuah genangan air yang tak berdasar.

Reva Faretsca putri tunggal dari keluarga Faretsca, dulu ia adalah sahabat terbaikku di New York. Kami sama-sama pindah sekolah dan mulai membuat kehidupan sendiri yuuup kehidupan yang hanya diketahui aku dan si manis Eva.

Kami menjalani kehidupan seperti para remaja kelas 2SMA lainnya sampai pada akhirnya kami bertemu dengan Alianzo Exeller siswa baru, hidup kami mulai bertambah warna sejak kehadirannya. Tak lama aku dan Ali mempunyai hubungan khusus tanpa diketahui Eva sampai pada Ali melamarku didepan keluarga besar Ademorra dan Faretsca, membuat Eva mulai menjauhi ku karena aku menerimanya dengan senang hati dan tak mengetahui perasaan sang sahabat yang hancur yah anggap saja aku egois tapi itu semua salah nya kenapa tidak jujur.

Saat acara pernikahan ku dan Ali, tiba saja seorang dokter datang dengan Eva yang menangis sesegukan waktu itu keadaan masih sepi semua keluarga baru dalam perjalanan untuk menuju gedung resepsi, dokter itu bilang jika Eva didiagnosa penyakit kanker rahim dan bayi yang ada dirahimnya harus segera diangkat maka dari itu dokter datang untuk meminta persetujuan dari ayah sang bayi yang tak lain dan tak bukan adalah calon suamiku Alianzo Exeller.

Aku shock tak tau harus bagaiman semua bukti sudah didepan mata, bagaimana mungkin sahabat baikmu sendiri selingkuh dengan calon suami sahabatnya. Aku tau aku salah karena tek menyadari persaan Eva ke Ali jadi aku memilih meninggalkan Ali serta New York dan kembali ke indonesia. Memulai kembali kehidupan yang baru tanpa CINTA.

Aku mulai mengelengkan kepala berulang kali, untuk menghilangkan kenangan yang menurut ku sendiri sangat menjijikan.

"Lo salah prilly, apa yang terjadi waktu itu nggak seperti apa yang lo lihat. Gue udah pernah bilangkan kalau lo itu cuma mikirin keegoisan dan kekeras kepala lo".

"Gue nggak salah. Lo yang salah karena gue lihat semuanya, gue denger semuanya. Gue nggak buta Ali gue bahkan nggak tuli bagaimana gue bisa salah jika kenyataannya sudah ada didepan mata". Bentakku lalu berlari meninggalkan Ali yang masih berdiri mematung ditaman, sesaat langkah ku herhenti ketika mendengar pengakuan darinya.

"Gue nggak ngehamiliin Eva prill, dokter itu salah. Gue nggak pernah milih Eva karena hati gue milihnya lo, lo harus tau kalau malam itu gue emang nggak sengaja ketemu Eva dihotel karena nganter bokap sigh in tempat itu".

"Pembohong". Desisku.

"Lo tau waktu lo ngehilang setelah kejadian dipernikahan kita? Saat itu gue nyariin lo, sampai seseorang bilang kalau lo udah lepas landas meninggalkan New York dan membawa separuh hati gue". Jelas Ali lagi membuat buliran kristal dalam diriku terus mengalir.

"Tapi kenapa lo nggam berusaha buat nyusulin atau nggak nyariin gue, dan ngebuat gue berfikir itu semuanya memang kelakuan lo". Kataku terdengar seperti sebuah bisikan yang terbawa bersama dengan angin malam.

"Gue tau gue emang bodoh waktu itu. Karena nggak mikir lo akan ke Indonesia, gue salah prill. Gue mohon jangan jauh lagi dari gue". Aku hanya menggelengman kepala pelan dan mulai kembali berjalan menuju kedalam rumah.

"Gue mohon prilly kasih gue kesempatan". Teriakan Ali tetap tak ku hiraukan. Sampai pada ruang tamu aku menghela nafas untuk menghangkan sesak yang ada dalam diriku. Tapi belum sampai lega datang aku milihat mama dan Lova yang sedang menatapku intest dengan air mata yang malai meninggalkan jejek.

"Mama?".
.
.
Tbc

Luangkan untuk vote + commen
:*

Pieces of EmergingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang