Siluet Yang Nyata

85 6 22
                                    

Padahal udah ada 1536 word di Microsoft Word, anehnnya kenapa di Wattpad jumlahnya beda? :'D

Terik matahari yang meluas, hembus angin sepoi-sepoi, serta hijaunya daun-daun tanaman menandakan hari yang begitu cerah. Seteguk kopi hangat di pagi hari sangatlah cocok untuk mendukung suasana hari itu, terutama untuk seorang remaja lelaki berambut merah kekuning-kuningan yang sedang duduk di kursi panjang depan kaca etalase sebuah mini market.

Lelaki itu mulai mengeluarkan napas dari mulutnya seolah merasakan lega yang sangat luar biasa, tak lama setelah itu ia mulai mengusap-usap kelopak matanya dengan perlahan. Tidak perlu dijelaskan panjang lebar, kondisi dirinya sangat terlihat jelas dari kantung matanya yang begitu gelap.

Lonceng yang terjuntai di kaca pintu mini market yang tertempel bersama kayu bertuliskan "selamat datang" mulai berdering dengan merdu, disebabkan oleh sosok perempuan berambut kuning emas yang terurai sepunggung. Jemari tangan kanannya yang begitu lentik dengan anggun mendorong pintu itu kembali ke tempat semula.

"Maaf menunggu lama, Evance," ucap sang wanita itu dengan gerakan bibir yang begitu menggoda.

Evance yang sedari tadi terfokus dengan kestabilan dirinya, menoleh dengan malas, "tidak masalah."

Perempuan itu berjalan mengikuti Evance yang sudah berjalan terlebih dahulu setelah menyelesaikan kalimatnya tadi. Suara kantung plastik yang tergantung di jari-jari tangan kanan wanita itu sedikit mengusik keheningan.

Lelaki berambut merah kekuning-kuningan itu mulai menduduki sebuah jok kendaraan beroda dua, namun tanpa adanya mesin sama sekali. Wanita itu pun duduk di jok belakang sembari menaruh kantung plastik yang ia bawa di atas rok biru mudanya.

"Kau mau?" tawar sang wanita.

"Roti panggang?" tebak Evance sembari mengayuh kendaraannya ke luar parkiran.

Perempuan itu mengeluarkan sebuah kemasan yang cukup besar dari kantung plastik, "yup, kali ini rasa coklat kacang."

"...Satu gigitan saja, aku tidak boleh berlebihan kadar gula untuk kompetisi basket nanti."

"Seperti biasa ya, pertahanan nafsumu begitu kuat." Wanita itu sedikit memuji sambil mengupas roti berbentuk oval tersebut.

Sepanjang perjalanan hanya mereka berdua habiskan dengan rasa canggung dan kenikmatan tersendiri, namun rasa canggung itu hanya dimiliki oleh sang wanita. Evance lebih terfokus pada pemandangan pagi hari yang menentramkan hati.

Sepedanya pun mulai terhenti, menandakan tujuan mereka telah tercapai. Wanita berambut kuning emas itu mulai turun dari tempat duduknya dan berdiri menunggu temannya memarkirkan kendaraannya.

Setelah semua selesai, mereka pun berjalan dengan posisi sejajar --sampai-sampai hampir membuat siswa-siswi lain berpikir sesuatu yang tidak seharusnya dipikirkan. Evance di samping kiri, sedangkan wanita itu di samping kanannya.

Sang wanita pun mulai menoleh ke arah Evance, menaikkan tumitnya ke atas sembari mendekatkan bibirnya pada pipi lelaki itu. Namun sayangnya sesuatu menghalangi kedua benda tersebut melakukan sebuah kontak fisik.

"Maaf, Selene. Aku tidak ingin melakukan ataupun dilakukan seperti itu oleh orang yang tidak kusukai." Telunjuk Evance menempel tepat di tengah-tengah bibir Selene, kemudian lelaki itu melepaskan tempelannya dan berjalan kembali.

Satu kalimat dan satu tingkah, mengubah segala yang ada dipikiran orang-orang yang melihat kejadian itu.

***

Matahari yang semakin menyengat dengan panasnya membuat makhluk hidup yang terkena dampaknya menjadi mulai terkuras semangatnya, serta lelah dan dahaga menjadikan aktivitas mereka menjadi terbatas. Sama seperti yang terjadi di sebuah lapangan basket belakang gedung akademi di mana beberapa lelaki sedang duduk beristirahat di atas kursi panjang bawah pohon.

Jamais TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang