Part 4 : Should I Marry My Best Friend?

123K 5.6K 48
                                    

Pondok Indah Mall, Wedding Meeting

Bagaimana rasanya kehilangan cita-cita sejak kecil yang sudah kalian idam-idamkan, yang sudah menjadi khayalan setiap malam, dan selalu berdoa agar mimpi itu menjadi nyata? Sedih dan kecewa. Itulah yang Biya rasakan mala mini. Cita-citanya untuk merencanakan pernikahan yang meriah dan besar-besaran dengan calon suaminya kelak, kini harus diubah seratus delapan puluh derajat karena Biya sudah memutuskan untuk mengadakan pernikahannya di masjid secara sederhana. Dan hanya akad nikah saja. Tanpa resepsi, tanpa pesta meriah sesuai mimpinya. Bahkan, ia pun mengurusnya seorang diri. Tanpa calon suami, tanpa Genta. Tapi itu memang sudah menjadi keputusannya.

Biya menghampiri dua wanita yang sudah menunggunya di starbucks sejak lima belas menit yang lalu itu. Keduanya tampak sangat ramah dan easy going.

“Halo Biya..” sapa Angie, salah satu wanita itu, sambil mengenalkan rekannya yang bernama Danty itu kepada Biya. Biya bersalaman dengan keduanya. Setelah Biya memesan minumannya, Angie dan Danty langsung membuka map yang berisi penjelasan paket-paket pernikahan yang ia tawarkan untuk Biya dan Genta. Biya mengetahui jasa wedding organizer ini dari teman Ibu yang baru saja menikahkan putrinya. Kata Ibu sih bagus, jadi Biya juga menuruti saja apa kata Ibunya itu.

“Aku sih pengennya yang sederhana aja Mbak, nggak usah yang terlalu gimana gitu.” Ucap Biya pada keduanya, “Eh sebentar.” Biya mengambil handphone dari dalam tasnya, Genta.

“Bi, lagi dimana lo?” Tanya Genta di telfon.

“Starbucks Gen, nanti gue telfon lagi ya, lagi ketemu sama WO nya nih, bye!” Biya langsung menutup pembicaraannya dengan Genta. Berusaha focus dengan rencana pernikahannya. “Sorry Mbak, lanjut lagi tadi sampe mana ya?”

“Eh Genta nya nggak ikutan bahas pernikahan kalian?” Biya menggeleng menjawab pertanyaan itu. Sebenarnya sih, Biya sangat ingin ditemani oleh calon suaminya untuk mengurus segala pernak-pernik pernikahannya ini. Tapi bukan dengan Genta, sahabatnya yang hanya berniat untuk menolongnya keluar dari perjodohan gila kedua orangtuanya itu.

“Sorry aku telat ya Bi?” Genta menepuk bahu Biya dari belakang. Biya langsung melotot begitu mendapati Genta yang mendadak muncul tanpa seizinnya itu. “Halo Mbak, kenalin saya Genta. Calon suami Biya.” Genta bersalaman dengan kedua wedding organizer itu secara bergantian. Tersenyum ramah, tanpa kesan kaku atau canggung sama sekali.

“Baru balik kerja ya?” Tanya Angie pada Genta.

“Iya, jadwal prakteknya sih Cuma sampe jam enam, tapi tadi pasiennya agak banyak, jadi telat deh.” Jawab Genta santai sambil menyedot minuman milik Biya. “Gimana nih rencana untuk pernikahanku dengan Biya?” lanjut Genta yang tidak peduli dengan reaksi Biya yang sudah panas dingin di sebelahnya itu.

“Oh iya, jadi tadi Biya minta ke kita untuk mengadakan akad nikah yang sederhana aja untuk pernikahan kalian nantinya. Bener nih nggak mau ada resepsi?” Tanya Danty sambil menjelaskan pada Genta. Genta menatap Biya dengan kerutan di keningnya.

“Nggak ada resepsi? Aku mau ada Bi, kan orangtua kita juga maunya ada resepsi.” Ucap Genta sambil tersenyum menahan tawa ketika melihat reaksi wajah Biya yang tampak menahan emosinya itu dengan mata melotot dan tangan terkepal, tampak lucu bagi Genta. “Jangan manyun gitu ah, kan sekali seumur hidup. Nggak ada salahnya kan bikin pesta yang meriah?” lanjut Genta.

“Betul itu, kita punya rekanan ballroom hotel berbintang lho Genta. Jadi bisa dapet potongan harga yang lumayan.” Ucap Angie sambil mengeluarkan brosur yang terdapat daftar hotel rekanannya itu. Genta membacanya dengan serius, memperhatikan angka-angka yang tertera di samping nama hotel-hotel berbintang itu. Mungkin tidak menjadi masalah semua itu bagi keluarga Genta dan Biya. Dua-duanya terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan. Apalagi Genta yang berprofesi sebagai dokter juga memiliki tabungan yang cukup besar untuk pria seusianya. Biya? Dari hasil novel-novel yang sudah diterbitkannya, ia juga selalu mendapatkan uang setiap bulannya. Belum lagi kalau ia diminta untuk menjadi penulis cerita pendek atau apapun itu. Orangtua Biya juga masih memberikan uang bulanan untuknya setiap awal bulan. Mau menggelar pesta dua hari dua malam juga pasti akan disanggupi oleh kedua orangtua mereka.

Should I Marry My Best Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang