Senyum terpancar dari wajah Genta dan Biya ketika mereka membaca map yang sedang dipegangnya masing-masing.
Genta Arlan Prawiradiredja & Shabiya Malicca Nassir – The Wedding.
Genta dan Biya tampak sangat puas dengan kerja dari wedding organizer yang telah mengurus pernikahannya itu. Semuanya benar-benar diperinci secara detail. Di dalam map itu berisi beberapa lembar kertas mengenai keterangan dari mulai gedung, dan semuanya yang berhubungan dengan acara akad nikah sampai resepsi mereka.
Beberapa minggu yang lalu Genta dan Biya baru saja melakukan fitting untuk baju pernikahan mereka, kalau tidak ada halangan baju pernikahan mereka yang bernuansa adat sunda itu akan selesai dalam waktu satu bulan lagi. Pasangan ini sudah menetapkan tanggal pernikahan mereka yang jatuh pada sepuluh oktober dua ribu sepuluh. Tinggal dua bulan menjelang hari berbahagia, diralat hari tergila bagi Genta dan Biya.
“Gimana?” Biya mendekatkan wajahnya kepada Genta yang sedang membaca sambil mengunyah risoles pesanannya itu.
“Almost perfect!” Genta tersenyum puas. Diam-diam ia mencuri pandangnya terhadap Biya yang sedang asik memperhatikan keterangan mengenai pernikahannya itu. Genta sama sekali tidak merasa terbebani walaupun harus menjalankan pernikahan sementara nya ini bersama sahabatnya kecilnya itu.
“Ini bukan almost, tapi udah sempurna buat gue! Payah ah lo.” Cibir Biya kecewa mendengar jawaban dari mulut Genta. Biya langsung melahap tuna sandwich nya.
Sekarang Biya jadi lebih sering menemani Genta makan siang di cafeteria saat hari prakteknya. Mungkin bagi pasangan calon pengantin lainnya, itu adalah sesuatu yang romantis, tapi bagi Genta dan Biya itu adalah waktu bagi mereka untuk merencanakan rencana-rencana gila berikutnya.
“Bi, gimana kalo sekarang kita mulai aku-kamu?” pinta Genta.
“Hah? Maksud lo?”
“Iya, kan orang-orang taunya kita udah mau menikah, aneh nggak sih kalo kita ngomongnya masih gue-lo? Gue Cuma takut orang-orang pada curiga aja. Mas Bani aja waktu masih pacaran manggilnya udah pake sayang-sayangan, sedangkan kita udah mau nikah masih gue-lo juga.” Jelas Genta yang didengar baik-baik oleh Biya.
“Iya juga sih, berarti acting kita udah naik satu level dong?” Genta mengangguk menjawab pertanyaan Biya. “Kamu ganteng banget calon suamiku.” Ledek Biya menggoda Genta dengan tatapan penuh menggoda.
“Kamu juga HOT banget calon istriku.” Balas Genta dengan tatapan nakalnya yang langsung membuat keduanya tertawa terbahak-bahak. “Nanti malem, aku jemput kamu ya abis praktek? Papa kasih kado buat pernikahan kita, aku pengen kamu liat.” Pinta Genta yang disusul anggukan dari Biya.
***
Kemang
“Mau belanja?” Biya memperhatikan kemana Genta mengajaknya. Supermarket yang tergabung dengan apartemen dilantai atasnya. Gedung yang baru dibangun belum lama ini terlihat sangat modern dan eksklusif.
“Bukan, bokap gue..eh, papaku kasih kado apartemen buat kita tinggalin setelah kita nikah, aku sendiri belom pernah liat.”
“APA?” Biya langsung menoleh pada Genta yang sedang serius mencari parkir kosong di basement itu. Genta mengangguk.
Genta dan Biya melangkahkan kakinya menuju lantai sepuluh, lantai dimana apartemen yang diberikan oleh Papanya Genta sebagai hadiah pernikahan itu. Sejak dulu Biya dan Genta memang sama-sama menyukai apartemen, tapi sayangnya kedua orangtuanya tidak pernah mengabulkan keinginannya itu dengan alasan lebih baik rumah. Tapi kenapa kini mereka malah mendapatkannya sebagai hadiah pernikahan sementaranya ini?
Genta membuka perlahan pintu itu dan…
“Bi, jangan nangis lagi Bi..” Genta panic melihat Biya yang mendadak meneteskan air mata di pipinya itu. Biya tidak menghiraukan ucapan Genta, ia memasuki apartemen itu dengan matanya yang menyapu setiap sudut dari ruangan yang ada disana. Apartemen dengan dua kamar, ruang kelarga, kitchen set, tiga kamar mandi dan balkon yang cukup besar dengan pemandangan langsung ke kolam renang. Dengan design minimalis dan dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris yang terlihat sangat mewah. Biya membuka salah satu pintu kamar yang ternyata adalah kamar tidur utama, kamar tidurnya dengan Genta. Seharusnya. Genta hanya mengikuti setiap langkah sahabatnya itu. Setelah Biya memperhatikan sekeliling kamarnya, ia berlanjut ke pintu yang berada persis di sebelah kamarnya. Biya menutup mulutnya dengan kedua tangannya, Genta juga sama terkejutnya. Ternyata sebuah kamar anak yang sudah lengkap dengan furniture khusus untuk bayi yang berwarna-warni. Tanpa tempat tidur, hanya ada box bayi. Biya terisak. Genta memeluk sahabatnya itu. Berusaha menenangkannya.
“Gue..” Biya sulit untuk bebicara karena isakannya yang semakin keras, “Aku ngerasa bersalah banget sama keluarga kamu.” Lanjutnya sambil terisak.
“Udah Bi.. aku yakin, nanti keluarga kita juga pasti ngerti kok.” Genta membelai rambut Biya lembut. Biya membalas pelukan sahabatnya itu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/1166505-288-k702804.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Should I Marry My Best Friend?
عاطفية"Maaf Om, sebenarnya ada yang mau Genta sampein ke Om dan Tante.." dalam seketika, seluruh mata tertuju pada Genta. Tapi Genta tampak begitu tenang, dia selalu dapat mengatasi segala keadaan. "Sebenernya Genta dan Biya datang berdua kesini, karena G...