saat chandra menenangkan gladys

747 118 19
                                    

"Halo, Chandra?"
"Iya, Gladys?"
"Gue ganggu lo enggak?"
"Enggak. Kenapa?
"Temenin gue ya, please."
"Lo dimana?"
"Gue? Gue masih di kampus."

Percakapan Chandra dengan Gladys via telepon beberapa detik yang lalu membuat Chandra bangun dari sofa dan mengambil hoodie hitamnya yang tersampar di lantai.

"Ya nyet, lo mau kemana? Katanya capek mau tiduran kok malah mau pergi lagi?" tanya Refal yang matanya tadi hampir segaris tapi sekarang berubah matanya membulat penuh melihat Chandra mengenakan hoodie.

"Kunci mobil gue mana?" tanya Chandra balik setelah dia tidak menemukan kunci mobilnya di antara asbak, cola, dan gudang garam yang terletak di atas meja.

"Lo pinjemin ke Juned buat beli sop iga."

Chandra menghempuskan badannya ke sofa dengan posisi kepalanya menyadar di sofa dan matanya melihat bohlam lampu putih di atasnya. Ia begitu capek hari ini, setelah beberapa hari belakangan ini ia menjadi budak dari Tut Wuri Handayani, menyelesaikan tugasnya yang membuat dia harus begadang selama empat harian, belum lagi masalah di bandnya, dan kini Gladys menelpunnya dengan suara parau yang membuat Chandra seperti terhujam batu berkali-kali, mengetahui fakta bahwa Gladys mungkin berada di posisi sepertinya di posisi capek dan rasanya ingin menguap membuat Chandra seperti di injak-injak hingga dasar bumi.

"Ada dua nih kemungkinan? Sofia atau cewek? Tanya Refal yang kini sudah mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Chandra terdiam. Refal terlalu paham mengenai dirinya. Begitu juga dengan yang lain. Mereka terlalu mengenal Chandra hingga keorok-oroknya.

"Kalo Sofia gue bisa jemput dia di tempat les dan nganterin dia dengan selamat hingga depan kamarnya kalo perlu."

"Bukan."

"Oh Gladys ya?"

Chandra tanpa menjawabpun Refal udah tau. Ruang tamu yang biasanya bising dengan suara-suara para lelaki-lelaki jomblo dan kesepian, ruang yang biasanya menjadi saksi pergulatan lomba makian dan umpatan dan seretetan kata kasar dari para lelaki yang tidak pernah absen untuk menunaikan sholat lima waktu. Ruang tamu itu kini sunyi hanya ada dua orang yang kini sedang bergulat dengan pikiran mereka masing-masing. Chandra dan Refal, dua orang yang mempunyai perbedaan pendapat mengenai cinta. Chandra yang terlalu mempercayai cinta hingga membuatnya seperti playboy dan Refal yang tidak terlalu mempercayai cinta hingga membuatnya terjebak friendzone.

"Kali ini yakin Gladys yang terakhir?" tanya Refal memecah keheningan di antara mereka berdua.

"Doain aja, gue juga belum jadian sama Gladys."

"Gue doain lo terus, nyet. Biar tobat jadi playboynya."

"Brengsek."

Hening lagi hanya terdengar suara deru AC dan ketikan yang berbunyi dari handphone milik Chandra, ia sedang mengirimkan pesan kepada Gladys untuk menunggunya.

"Lo sama Cesia progressnya udah sampe mana?"

Ada helaan nafas panjang dan kasar yang keluar dari Refal ketika Chandra mengungkit nama Cesia. Refal sendiri juga bingung progress apa yang sedang ia jalani dengan Cesia. Refal hanya menjadi bagian yang menganggumi Cesia tanpa Cesia mengetahui kenyataan itu.

"She was fine and good with her boyfriend."

"Makanya, Fal. Jangan naik gunung mulu, jangan manjat-manjat tebing terus, jangan mempelajari alam melulu cewek itu juga perlu dipelajari. Bedanya ya sama alam, alam dipelajari lewat google masih bisa kalo cewek perlu ada prakteknya, perlu dipelajari secara langsung, ga bisa di google." Chandra kali ini menatap Refal yang kini sudah mengisap rokoknya. Chandra sebenernya tau membawa nama Cesia dipermukaan umum seperti saat ini, mengungkit Cesia dihadapan Refal bisa membuat Refal membunuh dirinya sendiri dengan ngerokok sebanyak dan semampu yang ia bisa. "Percuma, Fal. Asep rokok gak bakalan bisa nelen Cesia dari hati lo." Chandra rasanya ingin menyuarakan isi hatinya tapi ia takut jika topik ini justru menjadi topik yang berat bagi Refal.

our journal -Chandra and Gladys-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang