0.7

94 9 0
                                    

Biarkan ku pergi
Membawa luka ini
Luka yang tak bisa ku bagi
Meski aku tak kuat lagi
.
.
.

"Dek..." panggil Fahmi setelah mengetuk pintu kamar Azkia.

"Pokoknya aku gak mau kak." sahut Azkia setengah teriak.

Sejak tadi Fahmi terus membujuknya untuk ikut bersamanya dan Asma ke makam Joni, almarhum ayah Azkia dan juga Fahmi.

Dan sejak tadi pula Azkia mengurung dirinya di kamar sambil terus menolak ajakan Fahmi.

"Sudah, Fahmi. Jangan dipaksa." terdengar Asma melerai adu ajakan-tolakan kakak beradik itu, "dek, bunda sama kakak pergi dulu ya. Kalau kamu mau makan, ada makanan di dapur. Bunda tinggal ya nak, assalamu'alaikum." ucap Asma. Lalu terdengar langkah kakinya menjauh.

"Dek, jangan kemana-mana. Assalamu'alaikum." lalu Fahmi pun menyusul Asma yang sudah menuruni tangga.

"Wa'alaikumussalam." jawab Azkia dengan lirih. Ia terus menatap selembar foto yang daritadi terus dipegangnya.

"Kenapa ayah buat keluarga kecil ini berantakan?" Azkia menitikkan airmatanya, namun ia segera menghapusnya dengan kasar. Lalu mengembalikan foto itu ke tempat asalnya, laci meja.

Ditatapnya sekali lagi foto itu. Terlihat Asma menggendong Fahmi, sedangkan Joni menggendong Azkia di bahunya. Mereka tertawa, sangat bahagia. Azkia tersenyum miring, lalu menutup laci meja itu dengan kasar. Ia pun menghempaskan dirinya ke atas kasur.

"Terlalu sulit untuk melupakan semua itu." Azkia menghembuskan napasnya dengan kasar, lalu bangkit.

Ia segera membasuh wajahnya dan menyambar jaket hitam yang tergeletak di kursi belajarnya. Ia celingak celinguk di depan kamarnya, memastikan bahwa ia memang sendirian.

Ia pun segera pergi sambil membawa ransel merahnya ketika sudah memastikan Asma dan Fahmi tidak di rumah.

*****

"Assalamu'alaikum." ucap Fahmi seraya masuk ke dalam rumah beserta ibunya. Namun tak ada jawaban.
"Deekkk." ucap Fahmi setengah berteriak.

"Husstt. Udah gak usah teriak-teriak. Mungkin Kia tidur, dia kan kalo habis ngambek gitu, terus ketiduran." ucap Asma seraya melenggang menuju dapur. Fahmi hanya manggut-manggut sambil menaiki tiap anak tangga menuju lantai dua rumahnya.

Matanya melotot ketika melihat pintu kamar Azkia terbuka dan tidak menampakkan adiknya. Ia segera masuk dan memeriksa kamar mandi, nihil. Ia menuju kamarnya, pun juga tidak ada. Ia pun turun ke bawah, memeriksa ruang tv, kamar mandi, ruang makan, bahkan kamar bundanya. Tetap saja Azkia tidak ada.

"Gak ada bun." ucap Fahmi sambil menghampiri bundanya yang berada di dapur.

Asma menautkan kedua alisnya mendengar kalimat Fahmi dan melihatnya terengah-engah, "apanya yang ga ada kak?"

"Itu bunda, Azkia."

Asma mendelikkan matanya, "kamu udah cari yang bener belum?" Asma bergegas menuju kamar Azkia diikuti oleh Fahmi.

"Udah bunda, aku udah cari dimana-mana. Tapi gak ada." Fahmi melihat bundanya terkejut ketika melihat kamar Azkia yang tak ada si pemiliknya.

"Astagfirullah. Cepat cari Azkia, bunda akan hubungi teman-temannya." Asma segera berlari menuju kamarnya, mengambil buku telepon yang berisi nomor teman-teman Azkia. Itu ia dapatkan dari ponsel milik Azkia ketika anaknya itu tengah tertidur. Bukan bermaksud tidak sopan, namun ia tak mau kesusahan mencari Azkia lagi seperti dulu.

AZKIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang