12 O'Clock

1.2K 169 31
                                    

박지연  

Langit-langit ruangan itu berwarna putih dengan beberapa lampu panjang di tengah. Yang kutahu, aku terbangun di tempat asing yang bersih. Dengan perlahan aku duduk.

"Nak Jiyeon, akhirnya kau bangun."

Aku langsung menoleh pada pria yang sedang berdiri di samping kanan kasur, supir nenekku.

"Dimana ini?" tanyaku memandang bingung sekeliling. Setelah melihat tanganku yang tertancap infus, aku mengangguk mengerti.

"Tadi malam ada orang asing menelepon lewat ponselmu, mengatakan menemukanmu pingsan di jalan. Orang itu membawamu ke rumah sakit ini dan saya langsung kemari," jelasnya.

Seketika aku ingat betul apa yang terjadi semalam. Hari terburuk dalam hidupku.

"Nak Jiyeon, sejak tadi malam nenekmu khawatir. Tapi saya belum menjelaskan apa-apa, hanya memberitahu bahwa kau baik-baik saja."

Aku berpikir sebentar. Tidak pernah sekalipun aku berbohong pada nenekku, tapi kali ini harus. Nenek tidak boleh sampai khawatir, dia akan terus merasa cemas dan itu mempengaruhi kesehatannya. "Jangan katakan yang sebenarnya. Tolong bilang padanya bahwa aku bermalam di rumah Hwayoung. Aku benar-benar dalam keadaan baik, pesta ulang tahunnya sangat menyenangkan," kataku, tertawa dalam hati ketika mengucapkan kalimat terakhir.

"Baiklah.."

Beep beep

Terdengar pemberitahuan low battery dari ponselku. Aku mengambilnya dari samping bantal, membuka screen lock-nya. Sesaat jari-jariku tidak bisa bergerak. Kenapa aku harus melihatnya lagi..

Wallpaperku, wajah namja yang membuat emosiku langsung memuncak. Jariku rasanya tidak bisa digerakkan.

Susah payah aku menggerakkan tanganku. Dengan kesal aku melempar ponselku jauh-jauh membentur dinding, casingnya sampai terlepas. Perasaan apa ini? Rasanya seluruh tubuhku terbakar.

Aku menghembuskan napas panjang lalu menoleh pada supirku, "Keluar."

Supirku terlihat masih terkejut, namun di mengangguk patuh, "Kau bisa langsung pulang," katanya sebelum berjalan keluar kamar.

Selama beberapa menit aku benar-benar hanya diam. Aku merasa sudah kehilangan segalanya sekarang. Demi bintang-bintang di langit, apa yang harus kulakukan disaat aku tidak ingin melakukan apa-apa.. Aku bahkan tidak ingin sekolah lagi.

..........................................

Author

Hari kedua setelah hari buruk itu. Dia tidak tahu Hwayoung terus mencoba meneleponnya sejak malam itu. Jiyeon mengambil botol obat yang diletakkan di atas meja, mengeluarkan banyak pil putih dari sana ke telapak tangannya. Gadis itu menenggak semuanya sekaligus bersama dengan segelas air putih. Dia sudah membulatkan tekadnya, tidak ada yang bisa merubah keputusannya. Dia akan pindah, pergi dari rumah neneknya ke luar kota.

Jiyeon telah membereskan pakaiannya ke koper biru tua besar, dia mengosongkan lemari bajunya. Giliran meja belajarnya sekarang. Dia membuka laci teratas, melempar semua isinya. Buku-buku pelajaran bertumpuk tidak rapi di atas lantai. Semua barang itu membuatnya ingat pada sekolahnya, teman-temannya, juga laki-laki itu. Dia akan membakar semuanya, sungguh.

Laci kedua, dia mengosongkannya dengan buru-buru. Sudah tidak diperlukan buku-buku catatannya karena dia akan pindah sekolah. Laci ketiga, Jiyeon sudah tidak peduli lagi. Dia mencopot lacinya dan membalikkannya. Gulungan, berlembar-lembar kertas besar, dan sketchbook-nya berjatuhan menumpuk barang-barang lain. Terlihat lukisan wajah Myungsoo pada halaman sketchbook-nya yang terbuka. Jiyeon membuang muka, tidak ada sedikitpun keinginan untuk melihat wajah itu lagi. Bahkan tidak untuk mendengar suaranya.

I'll Show YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang