"Apakah begitu menyakitkan mencintai seorang diri? Apakah aku menyakitimu terlampau banyak? Apakah itu sungguh menyakitkan?"Kanya membuka pintu rumahnya, bukan apartemen milik mereka. Kakinya membawa ia berada di sini, di rumah orang tuanya. Tempat Kanya menghabiskan waktu kecilnya, begitu banyak kenangan yang telah tertinggal di rumah ini.
"Assalamualaikum Bunda. Bidadari pulang!" teriak Kanya toa.
"Waalaikumussalam. Kanya ke sini sendiri?" tanya bunda yang berjalan mendekat.
"Iya, Bun."
"Nak Fath mana?" Bukannya menyambut kedatangannya, bunda malah mencari sosok Fath. Menjengkelkan batin Kanya.
"Bunda, yang anak Bunda itu Kanya, bukan Fath." Menyadari perubahan perilaku Kanya, bunda segera mendekap Kanya.
"Iya iya sayang. Jangan cemburu gitu dong. Bunda khawatir aja, kamu ke sini sendiri. Nggak ada masalah kan?" tanya bunda, seraya mengelus sayang kepala Kanya.
"Bun, apakah mengabaikan cinta seseorang itu benar-benar terlampau jahat?"
Bunda tidak mengerti arah pembicaraan Kanya, ia hanya akan menjadi pendengar yang baik kali ini.
"Apakah mengabaikan perasaan seseorang yang jelas kita ketahui adalah perbuatan yang begitu rendah, Bun?" Kanya menatap kedua mata bunda intens.
Bunda tersenyum dan menggenggam kedua tangan Kanya. "Bukankah setiap perbuatan yang dilakukan manusia memiliki alasan tertentu?" Kanya setia mendengar penjelasan bunda.
"Maka orang yang mencintai harus siap dengan konsekuensi akan tersakiti. Dan orang yang dicintai juga harus lebih siap menjadi seseorang yang menyakiti."
Penjelasan itu membuat Kanya tidak bisa membendung air hangat yang mengalir begitu saja dari kedua matanya. "Apakah masih dapat dikategorikan menyakiti, jika orang tersebut tidak sengaja untuk membuat seseorang mencintainya?"
"Sebenarnya apa yang sedang kamu bicarakan Kanya?" tanya bunda penasaran.
"Kanya mohon, jawab pertanyaan Kanya, Bun," mohon Kanya.
"Setiap orang yang bermain dengan cinta, seharusnya sudah mengerti tentang kemungkinan terburuk yang akan mereka terima, bukan begitu?" Kanya mengangguk.
"Jadi, saat ia tersakiti karena ia mencintai seseorang, bukan sepenuhnya kesalahan berada dipihak yang dicintai. Namun, juga kesalahan ia sendiri yang terlalu mencintai hamba Allah, dan menggantungkan harapan terlalu jauh terhadap manusia yang bahkan tidak berkuasa untuk menentukan ke mana hatinya akan berlabuh."
"Jadi kesimpulannya, orang yang dicintainya bukan selamanya jadi pihak yang menyakiti kan Bun?" tanya Kanya menyakinkan hatinya.
"Bisa dibilang begitu. Kenapa? Ini soal Kanya sama Fath?" tebak bunda tepat sasaran, membuat Kanya menundukkan kepalanya.
"Ditanya kok malah nunduk," ucap bunda sembari menyentuh dagu Kanya dan membuat Kanya kembali mendongakkan kepalanya.
"Iya, Bun. Kanya takut jika Kanya menyakiti Fath, karena Kanya tau betapa menyesakkan disakiti oleh seseorang. Kanya nggak mau jadi orang yang menyakiti, Bun." Air mata Kanya mengalir bertambah deras.
"Udah sayang. Semua hanya tentang waktu. Waktu yang akan merubah perasaan seseorang. Bunda percaya suatu hari nanti, Kanya dan Fath akan menjadi pasangan yang paling serasi di dunia ini, bahkan hingga ke surga, InsyaaAllah." Bunda tersenyum dan kembali mendekap Kanya, menyalurkan kehangatan yang ia miliki.
"Aamiin."
"Sekarang istirahat di kamar ya. Bunda buatkan sup kesukaanmu ya?"
Mata Kanya kembali berbinar mendengar tawaran bunda. Ia melangkah menaiki tangga menuju kamar miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKA
Teen Fiction(PRIVATE) Perjodohan dan berakhir menikah dengan lelaki yang tak ku kenal sama sekali di usia 17 tahun, sungguh hal gila diluar dugaanku. Namun saat mendengar bahwa yang akan menjadi imamku adalah ketua rohis ikhwan di sekolahku, hatiku sedikit leg...