CHAPTER 32 ^ALKA^

16.8K 1K 219
                                    

Vote nya yoo yoo.. :)

---------------------------------

"Perpisahan bukanlah sebuah luka, namun tetap meninggalkan duka."

Pandangan mata Kanya yang semula sayu kembali gerang saat Addin bersama Maminya keluar dari dalam rumah. Kanya dapat melihat sebuah sorot rasa kasihan di balik binar mata keduanya.

Kanya tak butuh tatapan kasihan itu. Merekalah yang telah membuat semua ini terjadi. Mereka yang dengan teganya mengambil Fath dari sisinya.

Kanya masih senantiasa berada dalam dekapan sang bunda. Tetapi ketika kedua orang itu mendekati Kanya, ia berbisik sangat lirih dan lemah. "Bunda, Kanya nggak mau ketemu mereka."

Bunda dapat merasakan apa yang anaknya rasakan. Ia memberi instruksi kepada Ayah agar meminta mereka berdua pulang.

"Maaf Addin dan Ibu, saya mohon kalian pulang. Kanya sepertinya sedang tidak ingin diganggu," ucap Ayah dengan salah satu tangannya menghadang mereka.

Terlihat jelas bahwa raut wajah Mami Addin menunjukkan ketidaksukaannya terhadap ucapan Ayah, tapi Addin menyenggol bahu sang ibu setelahnya.

"Udah, Mi. Kita pulang aja," ajak Addin dengan segera menarik Maminya menjauh dari Kanya.

Mereka perlahan namun pasti mulai menghilang. Seiring dengan nihilnya bayangan mereka, bunda merenggangkang pelukan mereka.

"Masuk ya, Nak. Angin malam nggak bagus." Kanya mendongak kemudian mengangguk.

Bunda memapah Kanya ke dalam, sebab keadaannya masih begitu lemah untuk berjalan seorang diri. Ayah mengikuti mereka dari belakang seraya terus beristighfar.

"Ya Allah. Baru kali ini hamba melihat putri hamba begitu rapuh dan tersakiti."

Memang benar bahwa ini merupakan kali pertama Kanya begitu rapuh dan hancur. Bahkan dahulu ketika Addin menyakiti Kanya, putrinya itu tak sampai seterpuruk ini.

Ayah dan Bunda mengantarkan Kanya ke dalam kamar milik putri mereka. Mereka membaringkan tubuh Kanya di ranjang, kemudian menyelimutinya hingga ke batas dada.

"Tidur ya Sayang, kamu pasti capek." Bunda membelai-belai kepala Kanya yang tertutup hijab.

Bukannya memejamkan matanya, Kanya malah menggeleng tegas. "Kanya mau Fath di sini, Bunda."

Nada bicara itu terdengar menyakitkan ketika berhasil menerobos gendang telinga Bunda. Bunda hanya tersenyum getir.

Kanya yang merasa tak mendapat jawaban apapun dari sang Bunda, kemudian bertanya kepada Ayah.

"Ayahh??"

"Iya sayang, ada apa?"

"Ayah anterin Kanya pulang ke apartemen, Yah. Kanya mau pulang!" Kanya memberontak seiring dengan kembali keluarnya cairan hangat dari kedua kelopak matanya.

Ayah segera memeluk tubuh Kanya begitu erat. "Sabar sayang, sabar. Mungkin ini memang hal yang terbaik untuk kalian kali ini."

"Tatap Ayah, Nak," ucap Ayah setelah melepas pelukannya.

Dengan intens, mata Kanya bertemu dengan mata tegas Ayah. "Mohon kepada Allah, agar semua masalah kamu selesai. Jika kamu dan Fath berjodoh, pasti ada jalan untuk kalian bersama."

Isakan Kanya justru semakin kencang setelah mendengar ucapan sang Ayah. "Kanya mau Fath balik lagi, Yah," rengeknya.

Ayah terkekeh mendengarnya. "Manusia hanya bisa berencana, namun ketetapan dari Allah itu pasti. Seberapa keras kamu mengekang seseorang agar bertahan di sisimu, tapi ketika Allah berkata tidak. Kita bisa apa?" tanya Ayah.

ALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang