CHAPTER 23 ^ALKA^

18.3K 1K 88
                                    

"Apa gunanya jika dahulu pernah sedekat nadi namun pada akhirnya akan sejauh matahari?"

"Om, tante, sepertinya tadi saya melihat Kanya lewat di jalan depan deh."

"Hah? Apa iya, Nak?" tanya bunda gusar.

"Iya tante, tadi yang boncengan naik motor sama cowok. Itu tadi Kanya kan?" tanya dia memastikan.

"Ya nggak mungkin dong, Nak. Orang Kanya masih les kok jam segini. Kamu salah lihat kali." Ayah mencoba meyakinkan dia.

"Iya kali ya om. Saking kangennya sampe kebawa halusinasi. Hehehe." Ayah dan bunda saling berbicara lewat pandangan mata mereka.

"Suruh masuk aja," ucap bunda tanpa bersuara namun dapat dimengerti ayah.

"Yuk, Nak. Masuk dulu, masih capek kan baru sampe udah langsung ke sini bukannya ke rumah dulu." Dia tersenyum kemudian menggeleng pelan.

"Tidak usah om, saya langsung pulang saja, kan Kanya nggak ada. Besok InsyaaAllah saya balik ke sini." Dia segera mencium tangan ayah dan bunda sebelum berpamitan.

"Saya permisi om, tante. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," jawab ayah dan bunda serempak.

Ketika dia telah masuk ke dalam taksi dan perlahan keluar dari halaman rumah ayah bunda, mereka dapat bernafas lega.

"Astaghfirullah Bun, hanya masalah Kanya saja bikin kepala ayah pusing," keluh ayah sembari menggosok-gosok dahinya.

"Iya, Yah. Bunda juga capek kalau mikirin urusan Kanya sama Fath ditambah Arra yang baru kemarin dateng ke sini, eh malah ketambahan dia juga balik. Mumet bunda rasanya, Yah." Argumen bunda mendukung ucapan ayah sebelumnya. Bunda menggelengkan kepalanya seraya berdecak kecil.

"Oh iya, apa tadi benar Kanya yang lewat, Bun? Kok ayah nggak lihat."

"Bunda juga nggak tau."

Obrolan mereka berhenti lantas kedua orang tua Kanya tersebut memasuki rumah mereka.

***

Kanya dan Fath telah berada di apartemen mereka. Sesaat setelah mereka resmi memasuki ruangan apartemen ini, Kanya segera menjauh dari Fath menuju kamar miliknya, dan Fath hanya mengatakan agar Kanya segera istirahat.

Di dalam kamar dengan AC enam belas derajat celcius, Kanya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang tertutup bed cover bermotif bunga. Ia merutuk dirinya sendiri, "Gilaa!! Ya Allah gue harus gimana ini? Kenapa cepet banget sih dia datengnya."

Ia mengguling-gulingkan badannya ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi Viranda tentang hal yang baru saja ia lihat.

"Tuutttt tuutttt tutttt"

"Assalamualaikum Vir," sapa Kanya memulai.

"Waalaikumussalam Nya, ada apa? Tumben baru sebentar udah telpon." Kanya dapat mendengar Viranda terkekeh dari ujung sana.

"Gue punya berita buruk Vir. Ehh, ngggak tau juga sih baik atau buruk, tapi buat gue ini berita buruk banget."

"Apaan sih emangnya? Kepoo nih gue jadinya."

"Dia Vir, dia udah dateng ke Indonesia," cicit Kanya lirih.

"Apaa?? Dia udah dateng, kok lu udah tau sih? Jangan-jangan dia dateng nemuin lu ya, Nya?" tebak Viranda berentet.

"Enggak Vir. Tadi waktu gue minta anter Fath ke rumah bunda, nah di sana gue lihat dia lagi ngobrol sama ayah dan bunda."

"Waduh. Tapi dia lihat lu sama Fath nggak, Nya?"

ALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang