Bab 1

10.2K 280 4
                                    

"Ayo Wanda, mereka su- astaga, kamu pengen bikin malu mama?!" Mama terkejut saat melihat pakaian ku. Apa sih? Mama terkadang memang berlebihan. Aku saat ini hanya mengenakan hotpant dan kaos longgar yang biasa ku pakai di rumah, aku memang belum ganti baju.

"Apa sih ma? Wanda memang belum siap-siap kok. Ini baru mau ganti, eh mama tiba-tiba masuk aja." Kata ku sambil mengambil mini dress hitam berbahan satin.

"Kok hitam sih? Kamu kayak lagi dalam masa berkabung aja. Ganti yang agak cerah kenapa?"

Memang, sebentar lagi kebebasan ku akan hilang, dan aku sedang berkabung. Sial.

"Yang ini aja," mama memberikan long dress berwarna hijau tosca dengan aksen batu-batu di daerah dada nya.

"No. It's too formal, not match at all." Kata ku sambil melempar gaun itu ke ranjang.

"Mama mending turun, temenin tuh teman mama. Urusan gaun serahin ke aku aja." Aku tersenyum semanis mungkin agar mama menuruti keinginan ku.

Mama mengangguk kemudian keluar dari kamar. Nah, sekarang, gaun apa yang cocok untuk dinner malam ini? Jangan terlalu formal dan jangan terlalu santai. Casual might be okay.

Aku mencari-cari gaun yang cocok dari lemari pakaian ku. Kenapa saat dibutuhkan seperti ini, gaun-gaun ku seolah tidak ada yang menarik? Out of date lah, terlalu mencolok lah, terlalu simple lah dan terlalu yang lain nya. Aku harus mengatur jadwal untuk shopping.

"Eh, kenapa juga gue mesti repot-repot cari gaun ya? Cuma dinner ini." Gumam ku pada diri sendiri.

Akhirnya aku memutuskan untuk memakai dress berlengan tiga perempat sebatas paha warna putih dengan aksen etnik di bagian dada, bagian rok nya model lipit. Aku memutuskan memakai flat shoe warna maroon, sewarna dengan aksen etnik di dress yang ku pakai. Rambut ku yang panjang bergelombang, ku biarkan tergerai. Tanpa tambahan satu aksesori pun. Nice.

Aku berjalan ke ruang tamu dan melihat kedua orang tua ku sedang berbicara dengan tamu kita-yang entah siapa. Di depan orang tua ku, duduk seorang laki-laki dan perempuan seumuran dengan orang tua ku. Aku tidak melihat tanda-tanda dari pria yang akan di jodohkan dengan ku. Bagus lah.

"Ma," suara ku membuat suasana langsung hening. Shit, awkward.

"Oh sayang, duduk sini." Mama menarik ku untuk duduk di samping nya.

"Oh jadi ini ya yang nama nya Wanda? Cantik ya pa?" Kata perempuan yang duduk di depan ku. Aku hanya memberikan senyum seadanya.

"Iya ma, cocok ya sama anak kita." Senyum ku semakin ku paksakan.

"Maaf ya Wanda, anak tante agak telat. Ada meeting mendadak katanya." Kata perempuan itu lagi. Seolah aku ingin tahu saja.

"Assalamualaikum," kami semua langsung menoleh ke pintu masuk saat ada suara serak dan berat yang menyapa kami.

Dan di sanalah aku melihat dia, masih dengan celana bahan dan kemeja hitam, dasi nya menggantung berantakan di leher. Laki-laki paling kaku dan paling irit bicara yang pernah ku kenal.

Bintang Senja Sudhira.

Laki-laki itu melihat ku dengan tatapan merendahkan. Alis nya naik sebelah. Seolah berkata 'seriously?' dari tatapan matanya. Shit.

Yeah, seriously? Aku mau dijodohin dengan dia? Yang benar saja. Entah ini hanya sekedar mimpi atau kenyataan. Bisa saja kan bukan dia anak dari perempuan di depan ku? Bisa saja dia teman dari anaknya yang ingin memberitahu bahwa anak nya itu tidak bisa meninggalkan rapat. Oke, aku terdengar konyol.

"Waalaikumsalam, akhirnya kamu sampai juga Bin." Double shit.

***

"Gue nggak pengen nikah sama lo." Sialan ini cowok. To the point banget sih? Kami baru saja duduk di gazebo taman belakang dan dia langsung berkata seperti itu?! Geez.

Marrying You - Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang