Bab 5

6.4K 251 1
                                    

Bintang's View

Wanita itu. Entah kenapa tiba-tiba dia berubah jadi perhatian seperti tadi. Tapi masih saja ketus dan asal bicara seperti dulu. Aneh sekali dia.

Wanda Aprilia Kemaladewi, wanita yang menyandang status sebagai istri ku. Aku tidak menyangka wanita itu yang akhirnya menjadi istri ku. Takdir memamg tidak bisa di tebak kan?

Dia sangat terkenal saat SMA dulu, wajar sih karena dia memang sangat cantik dan tidak bisa dipungkiri bahwa aku merasa beruntung bisa menikah dengan nya. Banyak sekali yang mengejar-ngejar nya dulu. Semua angkatan pasti mengenalnya. Termasuk aku, aku juga mengenalnya. Tapi saat SMA dulu aku masih malas untuk memikirkan soal cinta, jadi aku tidak terlalu memperhatikan nya.

Sampai kemarin, aku bertemu lagi dengan nya. Masih cantik seperti dulu, tapi sayang dia tidak bisa menghilangkan kebiasaan nya yang banyak bicara itu. Bahkan di umur nya yang ke dua puluh lima-dua tahun lebih tua dari ku- dia masih saja suka menonton kartun nickelodeon, juga suka sekali makan ice cream. Dia lebih terlihat seperti anak berumur lima tahun.

Aku akui, dulu aku memang sangat kaku dan jarang sekali-hampir tidak pernah-berhubungan dengan wanita. Tapi itu enam tahun yang lalu. Sekarang tidak ada lagi Bintang yang kaku. Sekarang hanya ada Bintang, laki-laki dewasa yang sangat berpengalaman menghadapi wanita. Wanita jenis apapun sudah pernah aku pacari. Aku memang sengaja menyembunyikan hubungan ku dari keluarga ku, biarlah mereka tetap menganggap ku sebagai Bintang yang polos dan kaku. Percayalah, aku tidak sepolos itu.

Aku jadi teringat saat Wanda ku goda kemarin. Bicara nya yang tergagap, pipi nya yang berubah semerah tomat dan jangan lupakan kebiasaan nya mengulum bibir saat sedang gugup. Manis sekali. Dia bersikap seolah belum pernah sekalipun berciuman seumur hidup nya. Tidak mungkin, dia kan kerap kali gonta-ganti pacar.

Tunggu dulu, kalau memang dia berpengalaman soal ciuman, dia tidak mungkin segugup itu kemarin. Apa mungkin dia memang belum pernah berciuman? Aku harus segera memastikan nya.

Ah, istri ku yang manis. Aku tidak tahu bahwa kau ternyata juga sangat polos. Umur mu saja yang lebih tua dari ku, kenyataan nya, aku jauh lebih dewasa dari mu.

Let me teach you to be a little bit naughty dear.

***

"Wanda,"

"Apa sih lo ngagetin gue aja. Dateng-dateng bukan nya salam, malah teriak-teriak nggak jelas." Satu lagi kelebihan nya, dia taat sekali beragama.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikum salam," jawab nya sambil tersenyum manis. Aku tidak tahu kalau senyum nya ternyata manis.

"Buruan siap-siap, kita ke rumah mama sekarang." Kata ku saat berjalan ke kamar.

"Emang ada apa? Mendadak banget sih. Mama sakit lagi ya?" Darah ku berdesir saat dia memanggil mama ku dengan sebutan mama juga. Aneh sekali, tapi aku merasa nyaman.

"Enggak. Si Fahmi lagi ada di rumah, jadi mama nyuruh kita kesana."

"Siapa?" Dia berjalan mengikuti ke kamar.

"Fahmi, adik gue."

"Adik lo? Lo sebenarnya berapa bersaudara sih?" Tanyanya dengan bingung. Aku takjub dengan nya. Saat wanita lain berusaha mendekati ku, dia justru sama sekali tidak tahu tentang aku. Sangat menarik.

"Tiga. Udah buruan sana ganti, apa mau gue aja yang gantiin?" Aku mengangkat sudut bibir ku, menyeringai menggoda nya.

"A- apaan sih lo, ogah banget gue." Dia bergegas mengambil baju kemudian segera lari ke kamar mandi.

Aku rasanya ingin sekali tertawa saat melihat dia gugup dan wajah nya yang menjadi merah padam. Bagaimana mungkin wanita dewasa sepertinya bisa sepolos itu? Sangat menggemaskan.

"Ayolah Wan, keburu malem nih."

"Bentar napa? Salah sendiri ngasih tau nya mendadak," wanita itu kemudian keluar dengan membawa tote bag.

"Kita cuma mau ke rumah mama, kenapa bawa tas segede itu sih?"

"Ini tuh buat jaga-jaga kalau mama lo nyuruh kita nginep. Udah ayo buruan, katanya takut kemaleman." Dia menarik tangan ku keluar kemudian mengunci pintu.

Astaga hanya dengan jeans hitam, blouse simple warna peach dan high heels putih bisa membuat nya terlihat sangat cantik ya? Aku suka rambut nya yang bergelombang warna merah itu. Sebenarnya aku tidak suka dengan wanita yang mengecat rambut nya. Tapi dia terlihat pas dengan rambut nya itu.

Kami hanya diam selama di dalam mobil. Aku tidak ingin membuka percakapan karena aku tidak terlalu suka berbicara. Dan dia pun sepertinya sedang tidak ingin berbicara. Wanita itu sedari tadi hanya memperhatikan jalan dari kaca jendela di sampingnya.

"Aah pengantin baru akhirnya nyampe juga. Hai kakak ipar, kenalin gue Fahmi, adiknya bang Bintang." Fahmi mengulurkan tangan nya sambil tersenyum tengil. Memang dia yang paling tengil di antara kami bertiga. Tapi dia juga yang paling banyak fans nya. Sialan.

"Eh, umm, gue Wanda." Wanda menjabat tangan Fahmi dengan canggung. Mungkin dia heran kenapa sifat ku bisa beda sendiri dari kedua saudara ku. Kau hanya belum tahu saja sayang.

"Waduh, mama emang jago ya milih menantu? Beruntung banget bang Bintang bisa dapet istri secakep lo," harus ku akui, untuk yang satu ini dia benar.

"Ah, bisa aja lo. Makasih ya," Wanda tersipu malu saat di puji. Bisa tersipu juga dia ternyata.

"Tapi kayaknya lo deh yang apes dapet suami kayak abang gue," Wanda tertawa terbahak-bahak seolah apa yang dikatakan Fahmi memang benar. Kampret juga ni anak.

"Sialan lo," aku menatapnya datar dan Wanda masih tetap saja tertawa.

Satu lagi kelebihan nya, dia tidak pernah malu untuk menunjukkan apa yang sedang dia rasakan.

"Bintang? Kapan nyampe? Kok nggak masuk?" Aku mencium tangan mama kemudian disusul dengan Wanda yang melakukan hal sama.

"Nih anak mama yang paling tengil ngalangin jalan,"

"Fahmi, kok bang Bintang nggak di ajak masuk sih?"

"Eh iya ma lupa, saking terpesonanya sama mbak Wanda ma, hehe." Sialan nih bocah.

"Masuk yu Wan, udah makan belum?" Mama menarik Wanda ke dalam, sedangkan aku di tinggal di belakang. Sebenarnya siapa sih yang anak nya?

"Belum ma, tadi pas Bintang baru pulang, dia langsung ngajakin kesini. Jadi nggak sempet makan deh,"

"Yaudah yuk makan bareng, nanti kalian tidur sini aja ya?" Wanda kemudian memandang ku seolah berkata 'tuh kan, apa gue bilang' dari tatapan nya.

"Wah mama, tau aja nih kalo Fahmi lagi pengen makan sambel terasi."

"Tau dong, di Melbourne kan nggak ada sambel terasi. Jadi kamu pasti kangen," ya, Fahmi memang sekarang sedang menetap di Melbourne untuk menempuh pendidikan.

Kami semua makan sambil sesekali berbicara sampai suasana jadi hening seketika saat mama berkata, "Jadi kapan kalian mau ngasih cucu ke mama?"

Semua terdiam dan memandang ke arah mama. Aku pun tidak tahu harus menjawab apa. Sampai sudut mata ku menangkap sosok Wanda yang duduk di sebelah ku. Aku tersenyum miring pada Wanda dan membuat wanita itu menatap ku.

"Malem ini juga ma, kita akan kasih cucu ke mama."

Marrying You - Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang