Bab 2

6.9K 232 0
                                    

Wanda's view

"Lo kok seenaknya aja bilang kita bakalan nikah? Nggak tanya persetujuan gue lagi," kata ku saat Bintang mengantar ku pulang.

"Nggak perlu, lo mau atau enggak juga lo bakal tetep nikah sama gue."

Dih, maksa banget sih ni cowok. Aku mengerucutkan bibir kesal. Aku menolak untuk menikah dengan cowok menyebalkan ini. Sial.

"Eh lo maksa banget sih, gue nggak mau nikah sama cowok yang lebih muda dari gue. Gila aja,"

"Gue juga nggak mau kali nikah sama tante-tante kayak lo,"

"What?! Tante-tante lo bilang?! Gue nggak setua itu kali,"

"Gue mau nikah sama lo karena mama, jadi jangan kebanyakan protes. Nggak akan ngaruh, kita akan tetep nikah. Mau atau pun enggak." aku mendengus mendengar nada dingin dari kalimatnya.

Ya Tuhan apa salah ku sampai aku harus terjebak dengan laki-laki ini? Mending kalau dia baik, pengertian, terus cinta banget sama aku, lah ini? Boro-boro cinta, ngomong yang halus aja nggak pernah. Dasar menyebalkan. Beri aku kesabaran Tuhan.

"Turun." Huh, menyebalkan sekali, pemaksa dan suka memerintah. Bisa nggak sih bilang 'sudah sampai Wan, lo bisa turun sekarang' atau apa gitu yang lebih manis. Dikira aku bawahan nya apa? Aku bergidik ngeri saat membayangkan kehidupan ku setelah menikah dengan dia, pasti akan sangat menyebalkan.

Tangan ku yang akan membuka pintu terhenti saat dia mengatakan hal yang membuat ku semakin sebal.

"Minggu depan fitting gaun pernikahan, jangan lupa."

"Siap pak boss," kata ku sarkastik sebelum turun dan membanting pintu mobil kencang. Menunjukkan kekesalan ku pada nya.

"Mama?" Aku berseru memanggil mama saat memasuki rumah. Pokoknya aku harus bisa bernegosiasi dengan mama, aku tidak ingin menikah dengan Bintang. Kalau dengan Deni sih tidak masalah, toh kita seumuran. Dia juga lebih menyenangkan jika dibandingkan dengan Bintang.

"Ma, Wanda nggak mau nikah sama Bintang ma. Sama Deni aja deh, jangan sama Bintang,"

"Kamu ngomong apa sih? Sama Deni kata mu? Dia itu udah punya tunangan, jangan aneh-aneh deh." Ah sial, gagal kan negosiasi ku.

"Tapi kenapa harus sama Bintang sih ma? Dia itu lebih muda dua tahun dari Wanda, astaga." Aku mengikuti mama yang berjalan ke dapur, kemudian duduk di kursi makan sambil memperhatikan mama yang sibuk entah membuat apa.

"Meskipun umurnya lebih muda dari kamu, Bintang itu bisa bersikap lebih dewasa dibanding kamu. Jadi mama rasa nggak ada yang salah, lagi pula cinta itu kan nggak mandang umur." Jadi aku dijodohin sama dia karena aku dianggap belum cukup dewasa? Double shit. Kalau Bintang disini, pasti dia memberi ku senyum mengejek nya yang sangat menyebalkan itu.

"But I don't even love him, ma. Kalau pernikahan ini nggak bertahan lama gimana?"

"Terlalu cepat untuk mengatakan bahwa kamu tidak mencitai dia. Cinta itu datang karena terbiasa," aku tidak percaya dengan kalimat itu. Kinda bullshit. "Dan untuk pernikahan, kalian kan belum mencoba. Siapa tahu bisa langgeng sampai kakek nenek,"

"Too soon to said like that," balas ku pada mama. Ya, terlalu cepat untuk mengatakan bahwa pernikahan kami akan langgeng sampai kakek nenek. Hell, baru sehari bersama dia saja aku sudah kesal setengah mati. Sampai kakek nenek katanya? Haha, you wish!

"Sudah lah Wan, yang penting sekarang kamu jalani dulu saja. Siapa tau cocok,"

Aku meninggalkan mama untuk naik ke kamar ku. Ingin rasanya aku berteriak pada mama dan mengatakan kami tidak akan pernah cocok, not now, not tomorrow or soon. Never.

Marrying You - Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang