Sebaiknya aku tidak melanjutkan pembicaraan ini. Ayah sepertinya memang tidak tahu kemampuanku.
Aku bergegas ke kamar, tapi aku terjaga semalaman memikirkan soal Ayah tadi.•••
Cahaya matahari yang lembut dan agak sedikit tidak cerah membangunkanku pagi ini. Entah mengapa firasatku tidak enak.
Kita semua bergegas mandi lalu bersiap-siap pergi ke tempat yang Ayah sudah janjikan. Tapi dari rumahku menuju pusat kota itu jalannya lumayan tidak mulus namun dekat."Ayo cepat Lin! Keburu siang nanti macet." Ayah berteriak dari luar. Ibu dan kakak-kakakku sudah siap dalam mobil.
"Iya Ayah aku datang." aku jalan perlahan kedepan pintu--sibuk memakaikan jam tangan ke tangan kiriku. Langkahku terhenti sejenak ketika sudah berhasil memasang jam tangan lalu lari menuju mobil. Aku mendongak keatas melihat langit pagi yang mendung seperti akan turun hujan kecil. Firasatku semakin tidak enak. Aku masuk kedalam mobil dan duduk bersebelahan dengan sikembar luar biasa.
"Lama banget sih! Dasar sok cantik. Keburu hujan kan jadinya!" Kak Lisa mendumel sendiri. Huft. Aku tidak menanggapinya karna aku masih bingung terhadap firasatku ini. Rintikan hujan semakin deras.
Ayah mengambil jalan pintas. Begitu sepi, hanya ada satu dua kendaraan yang melewat. Mengemudi dengan kecepatan 60KM/Jam. Jalanan sangat licin. Aku melihat tanda peringatan 'HATI-HATI TIKUNGAN TAJAM!
JURANG DALAM!' Didepan. Kami melewatinya dan tidak terlalu memperdulikan."Oh astaga! Tidak! Tidak mungkin. Bagaimana ini? Maafkan aku!" Ayah terlihat bingung dan gemetaran di tempat yang sangat sepi. Ini masih pagi tapi sangat kelam. Cahaya matahari tidak sampai ke Bumi karna tertutup oleh awan hitam. Hanya ada lampu dari kendaraan yang menerangi.
"Ayah ada apa?" Ibu sangat cemas.
"Remnya.. Remnya blong!" Ayah terlihat pasrah sekali. Kami semua sontak kaget dan tidak bisa mengendalikan diri sama seperti kendali mobil Ayah yang tidak terkontrol. Didepan sudah ada jurang. Ibu dan Ayah berpelukan begitu juga Kak Lina dan Kak Lisa. Mereka terlihat sangat pasrah. Kini firasat burukku terungkap. Saat mobil turun ke jurang yang dalam, aku melakukan kesalahan terbesar. Aku menunduk dan memikirkan taman yang dulu pernah aku kunjungi! Aku menyesal meninggalkan mereka begitu saja.
Ya Tuhan anak macam apa aku? Tega sekali aku membiarkan diriku selamat sedangkan mereka, orang-orang yang aku cintai?
Aku membenci diriku sendiri! Aku sangat bodoh!Sendiri ditaman. Berdiam diri ditengah guyuran hujan yang kian melebat. Tetesan hujan dan suara petir mampu menyembunyikan tangisanku dan jeritan penyesalanku.
Apa yang baru saja terjadi padaku? Sekarang aku harus bagaimana?
Aku tahu! Aku harus kembali kejurang itu!
Saat aku kembali ke tempat kejadian itu, disana sudah ada garis polisi. Aku ingin mendekat ke jurang itu tapi seorang polisi menghalangiku, katanya terlalu berbahaya."Pak tolong izinkan aku mendekati jurangnya pak. Mereka keluargaku." aku berteriak membentak polisi itu dan mencoba menerobos garis polisi. Polisi itu tidak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya sembari menahan badanku. Aku menangis menjerit. Andai aku bisa kedalam jurang itu--tapi kemampuanku tidak dapat pergi ketempat yang sebelumnya tidak pernah aku kunjungi. Mau bagaimana lagi, aku harus kembali ke taman.
Aku menangis di bawah pohon mangga sampai hujan berhenti. Aku berjalan-jalan untuk mengusir rasa sedihku. Berjalan mengelilingi taman yang luasnya satu per tiga dari lanpangan sepakbola tanpa tujuan. Sepanjang jalan aku melamun nihil."Hai dik, ingin membaca sesuatu?" Seorang wanita berumur sekitar 36 tahun yang sedang berdiri didalam toko tenda yang bertuliskan
"TOKO BARU! BACALAH SESUKAMU!"
Memanggilku.Dari penampilannya aku sudah tahu kalau dia penjaga toko buku kecil. Tapi toko buku ini memakai tenda berwarna kuning dan abu yang cerah sebagai bangunan tokonya.
Aku menghampirinya--duduk dikursi depan toko yang sudah disiapkan. lalu mengambil sebuah buku secara acak, asal ada bahan untuk dibaca saja, supaya aku sedikit tidak bosan. Buku yang kubaca berjudul "My little family" aku membacanya. Saat halaman 10, aku teringat keluargaku. Aku mengembalikan bukunya."Aku sudah selesai. Terimakasih nyonya." aku mengembalikan buku tadi ke wanita penjaga toko tersebut.
"Bibi May. Panggil aku Bibi may." wanita itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Ya Tuhan senyum itu, aku bisa merasakan kehangatan kasih sayang ibuku kembali.
"Namaku Linda." kita bersalaman saling tersenyum.
"Ohya Linda, aku tahu sekarang kamu sedang sedih. Jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa datang ke tokoku kapanpun." Dia wanita yang ramah. Aku hanya tersenyum mengangguk.
Sebaiknya aku segera pulang. Entah mau apa aku sendirian dirumah, tapi sebaiknya aku pulang dulu.
Aku berlari ke pohon mangga sebelah kursi taman. Aku menunduk memikirkan diriku sedang berada dirumah.Bibi May itu adalah ibu dari.. *ups
Anaknya.
Hahaha
Vomment oke!
KAMU SEDANG MEMBACA
LINDANIL
RomanceNamaku Linda, aku pernah merasakan hangatnya kebahagiaan keluarga, sampai pada akhirnya aku ditinggalkan oleh mereka untuk selamanya. Aku menyelamatkan diri dari maut atau hanya ingin mengurung diri dalam kesunyian dunia tanpa kasih sayang keluarga...