5

43 15 0
                                    

"Ta-da! Selamat datang dirumah, Linda!" Memberi sapa untuk diriku sendiri sembari menghela nafas kasar. Menggantungkan jaket digantungan baju sebelah pintu masuk, menggesek-gesekan telapak tangan dan sesekali meniupnya, setelah hangat, aku usapkan ke bahuku yang kedinginan.

Suara pintu yang kututup menambah keheningan rumah. Mencoba melangkah pelan ke dapur, menyalakan saklar lampu dan membuka kulkas, kulihat disana ada empat butir telur, satu kotak susu sapi, sayuran, buah-buahan dan masih banyak lagi. Jam menunjukan pukul 16.15.
Seperti kemarin, aku membawa apel merah segar lalu mulai beranjak kekamar.

Dilantai dua rumahku seperti lorong, dan kamarku berada dipaling ujung. Melewati kamar Ayah, Ibu, Kakak, dan ruang kerja Ayah.
Aku iseng pergi kekamar Kakakku untuk mencari buku diary mereka. Aduh, maafkan aku yang sangat penasaran ini.

"Yes! ketemu!" aku menemukan buku diary  Kak Lina dan Kak Lisa di laci kecil milik mereka masing-masing,
"Ya Tuhan, isi diary mereka hampir sama, ternyata Kak Lina dan Kak Lisa mengagumi laki-laki yang sama, namanya Kevin. Haha." Aku membaca buku diary Kakak-kakakku itu dengan tawa, aku merasakan kehadiran mereka disisiku, se-iya-nya itu benar, pasti mereka datang dengan kesal.

"Eh, eh, ini surat apa?" ada surat kecil yang tersalip di balik diary Kak Isa.

Pasti di Kak Ina juga ada surat yang tersalip. Batinku. Dan benar saja, bahkan bentuk suratnya pun sama percis.

"From Kevin
To Lisa." pandanganku berpindah kesurat yang satunya lagi.
"From Kevin
To Lina." aku tercengang.

"Dasar! Laki-laki jahat! Aku harap, nanti ketika aku sudah dewasa, tidak dipertemukan dengan laki-laki sepertimu, Kevin." ketusku kesal. Kakak-kakakku ini memang tidak terbuka soal masalah suka menyukai, begitu.
Aku merapikan kembali surat-surat tadi.
Hoam. Aku menguap dan langsung bergegas tidur.

Begitu cepat Tuhan mengambil kebahagiaanku. Tadi pagi mereka masih bersamaku, sekarang mereka sedang bersamaMu di surga.
Pandanganku mulai samar dan akupun tertidur pulas.

Terbangun lebih awal tak seperti biasanya. Aku lupa kalau sekarang ini hari senin, dan seharusnya aku sekolah. Baiklah, aku segera mandi dan bersiap untuk ke sekolah.
Kurasa aku harus pergi ke toilet sekolah, supaya tidak ada yang tahu. Batinku. Akupun menunduk, menutup mata memikirkan toilet sekolah.

Untunglah toiletnya kosong. Saat aku membuka pintu keluar toilet,

"Linda." Didepan sudah ada yang memanggilku, dia Seno, teman sekelasku, rumahnya juga satu komplek denganku. Seno ini jahil dan usil. Dan aku satu-satunya orang yang paling sering Seno ganggu. Tapi Seno adalah salah satunya teman yang aku punya, bisa dibilang sahabat.

"Eh Seno, hai." Aku kembali menyapanya lalu kami berdua jalan bersama ke kelas.

"Aku dengar keluargamu mengalami kecelakaan. Aku turut berduka ya Lin, maafkan aku yang selalu usil dan sering mengganggumu di kelas." Langkahku terhenti sejenak--Seno ikut memberhentikan langkahnya.
Aku menatap wajah Seno. Hanya tersenyum lalu mengembalikan ekspresi wajahku, datar.

Bel masuk berbunyi, aku berlari di koridor menuju kelas dengan meninggalkan Seno dibelakang.

Setengah waktu belajar dipakai Pak guru dan teman-teman untuk berbelasungkawa atas peristiwa yang menimpa padaku. Hari ini juga, hari terakhir bersekolah sebelum libur panjang akhir tahun.

"Linda!" Seno memanggilku di lapang, sedangkan aku sudah berada didepan gerbang. Aku melihat kebelakang lalu gerak pandanganku mengikuti Seno sampai dia berada disampingku. Seno terengah-engah kelelahan, tangan kanannya memegang sikutku dan yang kirinya memegang lutut, membungkuk.

"Lin-huh-Lin-Lin." Seno mengambil nafas di tengah bicaranya.

"Bicara yang jelas." ketusku.

"Dari tadi dipanggil gak jawab jawab. Dasar." Gumam Seno.

"Yaudah maaf, ada apa?"

"Pulang bareng yuk!" ajak Seno.

"Tidak bisa, aku sibuk." aku berjalan untuk sebisa mungkin jauh dari Seno.

"Kan cuma pulang bareng doang Lin." Seno mensejajarkan langkahnya denganku. Apa boleh buat, aku harus pulang dengan berjalan kaki, karna Seno terus membuntutiku. Aku terus berjalan tanpa memperdulikan Seno. Tak terasa sudah sampai didepan pintu rumahku. Nekatnya Seno, dia mengikutiku sampai rumah.

"Maafkan aku Lin, aku hanya,"

"Sshhh.." Aku berbalik kebelakang menyuruh Seno untuk diam, karna aku mendengar ada suara aneh di dalam rumah.

"Ada apa?" Seno berbisik sembari menekuk tangannya ke atas.

"Kemarilah!" aku menarik tangan Seno lalu kita berdua menempelkan telinga di pintu.

"Suara apa itu?" tanya Seno.

"Entahlah. Ambil sapu itu!" aku menunjuk kearah sapu pojok teras.

"Okey, pada saat hitungan ketiga kita buka pintu ini, ya." Seno dengan beraninya membawa pel dan siap untuk apapun yang ada didalam.
Aku bersiap juga dengan sapu ditanganku.

Ada apa didalam rumah Linda ya?
Tinggal pencet bintang aja kok👇👇👇

LINDANILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang