7

21 11 0
                                    

Aku menerima kartu nama milik Pak Bram. Setelah pertemuan itu selesai, aku langsung pergi ke toilet untuk pergi ke rumah Seno. Aku menutup mata, menunduk lalu memikirkan depan rumah Seno.

"No! Seno!" Aku berteriak memanggil Seno dari luar rumahnya.

"Apa Lin?" Seno terlihat sedang bermalas-malasan.
Tanpa basa basi aku langsung menarik tangan Seno dan membawanya kerumahku.
Setelah sampai rumah, aku menyuruhnya duduk, tapi aku malah berjalan mundar-mandir di depan Seno.

"Kenapa sih? Bicara saja dulu. Sini sini duduk dulu biar tenang." Seno melihatku dengan tatapan penuh tanya, aku duduk disebelah Seno dan meminum air yang Seno bawakan.

"Ada yang mau mengadopsiku No!"
-aku menjelaskan kejadian tadi di Sekolah-

"Terus bagaimana? Kamu mau?"
Seno mendekatkan duduknya kita duduk saling berhadapan dengan kaki diangkat keatas sofa.

"Disatu sisi aku mau, karna mungkin masa depanku juga akan baik jika ada yang membiayai. Dan kamu tahu tidak? Pak Bram, orang yang mau mengadopsiku ini, pengusaha sukses di perusahaan besar. Tapi disisi lain aku takut kehilangan kamu dan Bibi May." perlahan aku dan Seno membetulkan posisi seperti semula, lalu aku bersandar dipundak Seno.
Seno mengelus rambutku dengan tatapan kosong.

"Yasudah, kalau kamu mau tinggal bersama mereka, tidak apa. Aku akan baik-baik saja." Seno menghapus air mata yang turun kepipiku.

"Ayo kita pergi ke Bibi May. Aku ingin meminta saran." Aku mengusap mata, berdiri dan memegang tangan Seno.
Seno dan aku pergi ke Rumah Bi May yang tidak jauh dari tokonya menggunakan sepeda motor milik Seno. Setahuku, Bi May hanya tinggal seorang diri dirumahnya semenjak cerai dan anaknya diasuh oleh suaminya. Kebetulan hari ini Bi May tidak bekerja.

"Bi-" Bi May yang rambutnya mulai memutih, telah keluar rumah sebelum aku panggil. Dia membawa kantung sampah yang sepertinya akan dibuang ketempat sampah depan.

"Eh Linda dan Seno, tunggu ya, Bibi mau buang sampah dulu." Bi May memakai sandal.

"Biar aku saja Bi yang buang, Linda sedang membutuhkan Bibi." Seno mengambil sampah yang ada di tangan Bi May. Sementara Seno membuang sampah, aku dan Bi May masuk kedalam rumah.

"Bi, ada yang mau mengadopsiku."
Aku duduk berhadapan dengan Bi May dan aku menceritakan tentang kejadian tadi disekolah.

"Baguslah itu. Jadi kamu akan punya keluarga baru, kan?" Bi May terlihat biasa saja menanggapi masalahku.

"Aku masuk." pandanganku dan Bibi May refleks tertuju sejenak pada Seno yang baru saja masuk setelah membuang sampah. Lalu kami kembali mengobrol.

"Apakah ini jalan yang baik untukku? Apa mereka ini serius ingin mengurus diriku, Bi?" Aku mengerutkan wajahku. Cemberut.

"Bi! Kuenya terlihat enak. Aku mau satu ya." Seno asyik berkeliaran dirumah Bi May. Pengganggu.

"Kalau memang kamu ingin memiliki masa depan yang baik, lebih baik kamu ikut mereka saja Lin. Aku dan Seno tidak apa-apa kamu juga kan masih bisa mengunjungi kami. Oh iya ngomong-ngomong rumah Pak Bram itu dimana?" Bibi May memegang tanganku.

"Di pusat Kota, Bi." aku menatap wajah Bi May.

"Es lemon ini terlihat segar. Aku mau ya Bi." Seno membuka kulkas, dari tadi dia tidak bisa diam. Pencicilan.

"Seno!" aku membentaknya karna kesal dia sibuk sendiri.

"Ehehe iya iya maaf." Seno mendekat dengan membawa es lemon ke meja depan sofa tempat kami mengobrol lalu meminumnya tanpa menawari atau berterimakasih.

"Hanya di Pusat Kota, tak terlalu jauh, kok." Bibi May menenangkanku.

"Jadi?" aku mengangkat wajahku melirik Bi May dan Seno.

"Kamu harus ikut Pak Bram dan, euh siapa itu? Istrinya?" Seno memejamkan matanya sembari mengingat-ingat.

"Bu Jurahmah." jawabku.

"Nah itu," Seno mengagetkan kami dengan suaranya yang lantang.
"Kamu ikut saja dengan mereka." sambungnya.

Kami terdiam sejenak.

"Sen," aku memegang bahu Seno.
"Bi." aku memegang bahu Bi May.

"Sudah nih, telepon Pak Bram. Mumpung Bibi ada gratisan. Hehe." Bi May mengasihkan ponsel nya lalu aku mengambil kartu nama Pak Bram di saku bajuku.

"Hallo?" aku mulai meneleponnya.

"Iya." seseorang menjawab teleponku.

"Ini dengan Pak Bram?" Bi May dan Seno menatapku penuh harap.

"Iya ini dengan Pak Bram. Saya sedang berbicara dengan siapa?"

"Ini dengan Linda, Pak."

"Oh Linda. Jadi bagaimana keputusanmu?"

"Iya Pak. Saya, mau ikut dengan Bapak."

"Benarkah?"

"Iya Pak."

"Oh, syukurlah. Jadi kapan aku bisa menjemputmu dan dimana?"

"Besok lusa saja, di perumahan Greenhills blok A26." Wajah Seno dan Bi May terlihat lega.

"Baiklah, aku akan menjemputmu besok lusa saat petang."

"Baik." aku mematikan teleponnya dan mengembalikan ponselnya ke Bibi.

"Nah sekarang, kita pergi kerumah Linda, dan membantunya berkemas." Bi May berdiri semangat.

"Tidak usah Bi, biar aku saja yang mengerjakannya." aku menggenggam tangan Bi May.

"Yasudah." Bi May terlihat sedikit kecewa.

"Mmm aku dan Seno pulang dulu ya Bi. Terimakasih banyak Bi." Aku dan Seno bergegas pulang setelah mencium tangan dan memeluk Bi May.

"Dadah. Hati-hati" Bi May menutup pintunya setelah melambaikan tangan.

Vote dan saran sangat berharga bagi saya😊

LINDANILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang