8

44 10 1
                                    

Hari sudah mulai petang.

"Seno, salah arah!" aku menengok ke arah jalan pulang sambil memukul-mukul bahu Seno dan menunjuk arah pulang.

"Sudah diam saja." Seno terkekeh.

"Terserah. yang penting cepat." aku berdecak.

Beberapa menit kemudian,
"Sudah sampai." Seno membuka helmnya begitu juga diriku.

"Taman?" aku merapikan rambutku.

"Kita harus bersenang-senang selama 2 hari ini karna mulai besok lusa kamu akan pindah." Seno merangkul bahuku sembari menatap mataku.
Aku membalas tatapannya.

"Baiklah. Ayo kita duduk disitu." ajakku bersemangat. Kini taman pinggir jalan raya itu semakin sepi karna tidak terawat. Air mancurnyapun sudah tidak ada.

"Lin." Seno memanggil tanpa menatapku.

"Hah?" aku menatapnya.

"Aku menyukaimu." Seno masih belum melirik ke arah ku.

"Oh." jawabku dingin sembari melirik kedepan.

"tapi kamu tidak menyukaiku." Seno mencubit pipiku tiba-tiba.

"Ih sakit tahu!" aku mengusap pipiku."Aku menyayangimu, sangat sangat menyayangimu. Karna, kamu itu sudah kuanggap seperti kakakku sendiri." sambungku bangga sembari memukul bahunya pelan.

"jadi, kamu benar-benar tidak menyukaiku? Jahat!" Seno menatap sinis kearahku.

"Dih! Kamu yang jahat tau! Aku tidak pernah memaksamu untuk menyukaiku ya, dan, aku tidak ingin kamu merusak persahabatan ini." Kita tidak saling menatap. Hening sejenak.

"Besok kita pergi ke alun-alun kota yuk bersama Bibi May!" Seno mengalihkan pembicaraan.

"Tidak mau!" aku mengayun-ayunkan kaki.

"Kenapa?" Seno merpikan anak rambutku yang tertiup angin.

"Kemanapun. Asal jangan ke alun-alun kota." Aku menatapnya--tersenyum. Berharap dia tau maksudku.

"Oh iya maaf. Aku mengerti." Seno menurunkan tangannya dari kepalaku.

"Kita bicarakan besok. Ayo pulang." ajakku memasang wajah capek.

Selama perjalanan, aku dan Seno tidak saling bercakap.

Sesampai depan rumahku,
"Makasih ya Sen, aku masuk duluan." aku membuka helmku dan memberikannya kepada Seno sembari sesekali merapikan anak rambut dan rok seragam sekolahku--karna belum sempat ganti baju.

"Iya sama-sama," Seno menyalakan kembali motornya. Aku berjalan hendak membuka pintu,

"Lin," Seno memanggilku, refleks Aku berbalik kebelekang.

"Hati-hati ya." Seno tersenyum. Senyuman yang sangat tulus, aku bisa lihat itu.
Aku hanya balas tersenyum mengikuti caranya tersenyum lalu membuka pintu, masuk.

Huft rumah ini. batinku.
Aku berjalan ke kamarku. Setiap langkah, aku mengingat memori keluargaku dulu. Aku rindu dan rindu kepada orang yang sudah tidak ada itu, tidak ada "obatnya".

Sebaiknya aku segera merapikan barang bawaanku.
Aku pergi ke ruang kerja Ayah, menyalakan saklar dan mencari suatu barang yang mungkin bisa berguna.

Saat aku membuka lemari pakaiannya, aku melihat ada koper merah kehitaman di bawah lemari. Karna penasaran, jadi aku buka.
Isi dalam koper itu  ada, catatan, buku-buku tebal dan guci kecil yang berisi seperti batu kerikil tapi lebih mengkilap.
Aku melihat-lihat buku catatan Ayah, menyelidiki. isinya banyak sekali coretan. Sejak lembaran awal-awal kebanyakan coretan "MENGAPA TIDAK BERHASIL?!" dan "AKU BODOH!"
Tapi di tengah halaman "AKHIRNYA!" dan "KERJA BAGUS TONI!" ya, Toni itu nama Ayahku.
Dan diakhir halaman "MAAFKAN AKU" dan "DEMI APAPUN MAAFKAN AYAH NAK"
Aku mengerutkan halis. Tidak mengerti apa maksud semua itu, mungkin Ayah merasa waktunya terbuang banyak oleh bekerja jadi dia meminta maaf, dan soal halaman awal juga pertengahan mungkin itu yang sedang dialaminya saat kerja. Ah sudah lah.

Aku memasukan kembali koper tersebut. Tidak terlalu menghiraukan.
Aku lebih memilih berjalan kekamar daripada memakai kemampuanku.

Aku mengganti baju sebelum tidur.
Apa maksudnya Seno berkata seperti itu? Dia suka padaku? Untuk apa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus terfikir olehku.

•••

"Kejutaaan!!!" Aku tersontak dari tidurku, mendengar teriakan orang yang ada dihadapanku.

"Aduuh," Aku menggesek mataku yang tidak gatal.
"Eh." Aku melihat Seno membawa kue kecil dengan satu lilin ditengahnya. Dan Bibi May dengan wajah keriputnya yang ceria, memegang dua buah balon gas.

"Happy sweet seventeenth!" Eh, kenapa aku bisa lupa kalau sekarang aku belurang tahun? Aneh.

"Aaaa kaliaaan.." Aku memeluk Seno dan Bi May secara bergantian.

"Selamat ulang tahun ya, Lin." Ucap Seno dan Bi May bersamaan.

"Hehee, ternyata kalian ingat, aku terharu. Aku sendiri pun lupa kalau hari ini aku berulang tahun." aku terkekeh malu.

"Huuu kepikiran aku terus sih." ejek Seno.

"Kalian cocok." Bibi May ikut mengejek, sementara Seno tersipu.

"Ih Bibi apa sih?" decakku sebal.

"Sudah sudah, ayo kita potong kuenya!" Bibi membawa pisau kue dikantongnya.

"Ayo! Eh, Seno!" semangatku hancur ketika Seno mencolekkan krim kue ke hidungku.
"Awas kau yaa!" aku mengambil secolek krim kue--aku dan Seno berkejar-kejaran di dalam kamarku. Bibi May tertawa lepas duduk di atas ke kasurku melihat ulahku dan Seno.

Tok tok tok

Terdengar seseorang mengetuk pintu. Refleks kejar-kejaran antara aku dan Seno berhenti. Bibi May berdiri dan membuka pintu kamarku.

Haiii maaf baru update yaa. Sedih yang baca ga nambah huhuu😭 lagi berusaha ini juga..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LINDANILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang