6

27 13 0
                                    

"Okey, pada saat hitungan ketiga kita buka pintu ini, ya." Seno dengan beraninya membawa pel dan siap untuk apapun yang ada didalam.
Aku bersiap juga dengan sapu ditanganku.

•••

"Satu.. Dua.." Seno dan aku saling bertatap.

"tiga!!!" belum lama setelah dua disebut, aku langsung membuka pintunya. Aku menutup mata dan memukulkan sapuku kesembarang arah.

BUG

"Aw shh sakit tau!" Tak sengaja sapu yang kupegang mengenai perut Seno akupun sontak membuka mataku melihat sekeliling. Dan hasilnya nihil. Tak ada siapa-siapa.

"hehe maaf No.. Tapi kok tidak ada siapa-siapa? Aneh." aku dan Seno melihat sekeliling.

"Ah sudah lah, mungkin tadi tikus." Seno duduk di ruang tamu dan aku mengambil minum didapur.

"Nih minum dulu." aku memberikan segelas air mineral hangat untuk Seno. Lalu Seno langsung meminumnya.

"Kamu lihat gayaku tadi? Aku sudah seperti prajurit, bukan? Atau lebih kerennya, aku itu The guardian of-"
Aku mengangkat sapuku dengan penuh gaya.

"Your house." Seno menyimpan gelas dimeja, memotong ucapanku dan meledekku.

"Ih kamu merusak kata-kata kerenku saja. Seharusnya itu of galaxy." aku membalikkan bola mataku.

"Terserah lah itu--Ha-ha-hacim." Seno bersin. "Linda turunkan sapumu, debunya membuat hidungku gatal tau" Seno menutup mulut dan hidungnya.

"Eh iya maaf." aku terkekeh malu lalu duduk di sebelah Seno. Rumahku lengang sejenak.

"Sen" "Lin" Seno dan aku bicara bersamaan.

"Kau dulu." Bersamaan lagi.

"Seno, kapan mau pulang?" aku memasang wajah jahat.

"Oh.. Jadi ngusir nih ceritanya, ih jahat banget sih." Seno berpaling muka.

"Bercanda." aku memukul pelan bahunya. "Ohya tadi mau ngomong apa?" sambungku.

"Kamu gak takut sendirian dirumah?" Seno menatapku.

"Tidak. Hanya kesepian saja." aku
Mengikat rambutku yang mulai berantakan.

"Mmm Lin kamu mau tidak jadi sahabatku?" Seno terlihat gugup mengucapkan kalimat tadi.

"Mmmm" aku menutup rapat mulutku, melihat kearah Seno lalu berlaga seperti berfikir. "Tidak," jawabku.

"Oh begitu ya?" Seno terlihat kecewa.

"Tidak mau nolak maksudku." aku tertawa menampar pelan wajah seno.

"Benarkah? Aaaa biar kupeluk dirimu!" Seno memelukku dengan wajah riang.

"Aku menyayangimu sobat." ucapku sembari melepaskan pelukan. Kita tertawa bersama.

•••

2 tahun sudah aku melewati hari-hariku tanpa ada kehadiran keluarga, kebahagiaanku hanya Bibi May, Seno dan Sekolah. Dan selama 2 tahun ini juga aku jarang sekali menggunakan kemampuanku. Sekarang aku berumur 16 tahun.
Sepulang sekolah aku dan Seno selalu bermain, belajar bersama, atau membantu Bi May. Aku selalu mendapat peringkat 1 di kelas dan Seno mendapat peringkat 2.
Aku dan Seno mendapat beasiswa untuk masuk ke Sekolah favorit.
Aku harus meninggalkan rumah setelah ada yang mau mengadopsiku.

•••

Buku tergeletak berantakan di atas meja. Buku bekas aku belajar semalaman karna hari ini aku ada ujian Matematika, untungnya ini hari terakhir ujian.

"Linda ayo!" aku melihat kebawah lewat jendela kamar lalu bergegas menghampiri Seno untuk berangkat sekolah bersama menggunakan sepeda motor.
"Cepatlah sobat." sambungnya.

"Iya tunggu." Aku berjalan perlahan--sibuk memakai helm tapi tidak terpasang terus.

"Cepat kemarilah biar aku bantu," Aku berlari, Seno memakaikan helm ke kepalaku. "pake helm aja gabisa. Dasar manja. Sengaja tuh mau dipakein" Seno bergumam.

"Ih apa sih No? aku gak manja ya, lagian emang beneran ini helm nya susah kok. Dan, kamu yang nawarin ingin bantu kan?" Helm nya sudah selesai terpasang tapi Seno terus saja mendumel. Menyebalkan.

"Cepet naik nanti terlambat."

Kami berangkat menuju Sekolah.
Saat dikelas,

"Keluarkan kertas selembar." Bu Sukma datang dan langsung ujian.
"Jangan bekerjasama dan menyontek! Apalagi mengobrol." Bu Sukma membagikan kertas soalnya.

"Baik Bu Suk!" serentak para murid menjawab.

Akhirnya, ujian matematika berjalan lancar. Sepulang sekolah aku dipanggil oleh Kepala Sekolah ke kantornya. Seno pulang duluan.

Tok tok tok.
Aku mengetuk pintu  ruang kepala sekolah.

"Oh Linda ternyata, ayo sini silahkan masuk." Pak Laksmana, Bapak Kepala sekolah terlihat ramah tidak seperti biasanya. Aku masuk sembari merapikan pakaianku dan rambutku yang panjangnya sebahu.

"Oh ini yang namanya Linda." Seorang pria berumur sekitar 39 tahun itu menyapaku, seperti sebelumnya ada seseorang yang sudah memberitahu tentang diriku padanya. Aku hanya tersenyum lalu duduk setelah semuanya dipersilakan duduk.

"Linda, perkenalkan, ini Pak  Sukonto Sutoloyo Sucipto Brahmono Abadi, bisa dipanggil Pak Bram. Dan ini istrinya, Bu Jurahmah."
Pak Kepala Sekolah memperkenalkan aku kepada dua orang yang ada dihadapanku. Dari penampilannya mereka terlihar seperti orang kaya.
Aku bersalaman memperkenalkan diri. Aku belum mengerti tujuan mengapa di undang kesini.

"Jadi Linda, mereka berdua ingin mengangkatmu menjadi anak mereka." Pak Kepala Sekolah itu tersenyum.

"Maksudnya aku di adopsi, begitu?" aku menunjuk wajahku yang kebingungan.

"Iya, begitulah. Kamu anak yang pintar, kami ingin membiayai semua kebutuhan hidupmu." Bu Jurahmah memegang bahuku dengan lembut.

"Jika Linda mau ikut dengan kami, hubungi kami ya. Kami sangat ingin Linda menjadi bagian keluarga kami." Pak Bram mengelus rambutku lalu memberikan kartu nama.

Apakah Linda mau menjadi anak Pak Bram dan Bu Jur?
Hmm..
Vomment yaaa

LINDANILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang