" gue sama yang lain itu udah lumayan lama kenal sama Nadi. Ya seperti yang Lo tau nadi jadi seperti ini, dia udah rusak. Tapi gue tau serusak rusaknya Nadi, dia gak akan pernah mau disentuh sama cowok. Gue salut sama Nadi di sini nih." Jelas Gibran sambil mengusap kedua sudut matanya.
"Kasian ya Nadi. Gue janji bakal ngerubah dia cepat atau lambat" Randy mengangguk-anggukan kepalanya dengan cepat.
"Terus Lo kenapa bisa putus sama bunga" sambung Gibran untuk mengubah topik pembicaraan agar tidak semakin terlarut dalam kesedihan.
"Gak ada alasan yang pasti Bunga mutusin gue" Randy menatap atap atap langit di kamarnya itu.
"Kenapa Lo gak bilang dari tadi kalo alesanya cuma kaya gitu ? Pekok!." Gibran menjitak kepala Randy, sampai Randy mendengkus kesakitan dan memegangi kepalanya yang begitu terasa sakit. Tapi tidak lebih sakit dibanding mengingat Bunga.
Bunga, asal Lo tau gue kangen sama Lo.
Hati Randy merintih memanggil nama bunga. Kenangan mereka begitu indah sampai Randy terus terlarut dalam kesedihan yang amat mendalam seperti ini.
Tak terasa hari semakin petang. Akhirnya Gibran memutuskan untuk pulang ke rumah karena dia sudah cukup lelah bercerita hari ini.
🍒🍒🍒
Nadi masuk ke rumah yang terlihat kosong. Tanpa salam dia masuk sesuka hatinya. Saat dia sedang berjalan menuju ke kamar adiknya, tiba-tiba cewek yang parasnya terlihat cantik menghampirinya.
"Mau ngapain Lo kerumah gue? Mau maling? Apa mau jadi pembantu gue?" kata yang cukup singkat tapi sangat menyakitkan hati bagi Nadi.
"Gak udah banyak bacot Lo! Gue mau ketemu sama Fena." Balas Nadi yang matanya tidak sekalipun melihat kearah Sisi. Dia sudah cukup muak dengan kelakuan Sisi selama ini terhadap adeknya sendiri. Bagaimanapun Fena kan tetep adiknya Sisi juga.
"Mau cari anak idiot itu? " Tanya Sisi dengan nada suara yang terdengar menghina Fena.
"Jangan sekali-sekali Lo bilang adek gue idiot! ". Tangan Nadi sudah siap untuk menampar pipi Sisi, namun itu dapat ditangkis oleh seorang wanita paruh baya.
"Sejak kapan kamu jadi anak yang suka kekerasan nad?" Bentak --Sintia-- Ibu Nadi.
"Sejak kapan gue mau jadi anak seorang wanita yang kelakuannya kaya pelacur!" Kata yang begitu kasar itu keluar dari mulut Nadi tanpa ada penyesalan dari dirinya atas apa yang dia ucapkan pada ibunya.
"Maafin ibu nad, ibu emang salah sama kamu. Ibu rela kamu mau ngelakuin apa aja ibu" air mata Sintia tak tertahan lagi untuk ia bendung.
Sintia memang sudah lama meminta maaf kepada Nadi dan termasuk Pada mantan suaminya sendiri. Namun Nadi Bersi kukuh terhadap pendirian nya bahwa ia gak akan mau memaafkan Sintia sampai kapanpun. Sebaliknya dengan --Dino-- ayah Nadi yang sudah memaafkan dan bahkan sudah merelakan Sintia menikah dengan laki-laki lain untuk mempertanggungjawabkan dosanya.
Perbincangan yang cukup menenggangkan itu hanya bisa dilihat Sisi sebagai orang yang menyaksikan perdebatan antara ibu dan anak sambil cengengesan, pertanda kalau dia sangat senang dengan keadaan saat ini.
Nadi tidak menghiraukan permintaan maaf dari ibunya sendiri, dan ia bergegas ke tempat tujuan ia masuk kerumah ini. Kamar Fena.
Disana terlihat seorang anak berusia kurang lebih 6 tahun yang sedang bermain sendiri bersama mainan nya. Fena terlihat bahagia saat bermain bersama mainan nya itu, terlebih dengan boneka kesayangannya Si Beruang, itu panggilan Fena kepada boneka kesayangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Envy You
Teen FictionAku ingin seperti kalian. Hidup dengan keadaan yang sebenarnya bukan hanya sekedar 'ingin' dan hanya jadi imajinasi belaka. °-° Nadila