Love In Crisis, Another Version

214 29 7
                                    

Busan, South Korea, 2007




"tempat ini sungguh mengerikan. Kenapa dosen konyol dari Korea itu menyuruh mahasiswa terbaik di kelasnya kembali ke tempat asalnya untuk proyek skripsinya?! Dia pikir aku dari Busan?!"

Woohyun menendang sebuah kaleng kosong yang kebetulan ada di kakinya. Dia berdecih, "bahkan kalau mereka bisa memaki dengan dialek Busan yang aneh itu, kenapa mereka tidak membuang sampah pada tempatnya.. ish..."

Woohyun berhenti tepat di depan sebuah SMA yang menurutnya amat dekil. Dia bergidik ketika melihat seragam sekolah anak-anak yang kuno. "apa pemerintah tidak memperhatikan gedung ini? Bagaimana kalau gedung ini ambruk dan menimpaku? Mereka akan kehilangan salah satu orang terpintar di negaranya!" ucapnya sebal ketika melihat perpustakaannya. Dia sudah menemui kepala sekolah dan pengurus yayasan agar diijinkan melakukan praktek 1 bulan di tempat itu, tapi hatinya sungguh tidak rela.

"bangku yang hampir rubuh, meja kayu yang lapuk, dan buku-buku pelajaran yang sungguh tidak bermutu. Aku bahkan heran siswa-siswi di sini bisa belajar dengan benar," keluh Woohyun tidak berhenti. Dia mengeluarkan semua bukunya dan meletakannya di meja perpustakaan. Dia sendiri duduk di dekat jendela agar bisa mendapat cahaya matahari yang cukup. Dia berdesis melihat permainan yang dimainkan anak-anak di lapangan. Ayolah, siapa yang bermain karet saat SMA?

"Hekyul ah, kau sudah membaca buku ini? Ini sangat bagus," telinga Woohyun menangkap beberapa suara yang amat menganggu. "oh, aku belum. Tentang komputer dan cara hacking? Heol, kau mau jadi hacker? Akan kupatahkan tulangmu kalau kau melakukan itu, Hyunjong ah!"

"permisi, bisa diam?" kata Woohyun sedikit keras, agar kedua anak dibelakangnya itu tenang. Dia mendengar lirihan maaf, lalu ia memasang earphone di telinganya. Dia muak mendengar anak-anak ribut. Dia butuh konsentrasi untuk menyelesaikan rumus cepat matematika yang akan menjadi peluang lulusnya nanti. Rumus ini bisa membantunya menjadi lulusan termuda di universitasnya. Semua perhitungan marketing bisa dikuasainya kalau rumus ini selesai.

"pst.. kau lihat orang itu? Siapa dia?"

"mungkin tamu dari luar."

"oh.. hidungnya agak bengkok ya?"

"iya. Hidungku bagus kan?"

"ish, aku tidak memujimu, bodoh!"

"diam!" teriak Woohyun. Dia akhirnya membalikkan badannya. Bisa dilihatnya dua orang siswa ketakutan melihatnya. "siapa nama kalian? Kuadukan pada kepala sekolah!"

"ah, kami minta maaf, tuan! Kami tidak bermaksud mengganggu!" kata pemuda dengan name tag Hyunjong. Yang pemudi hanya diam saja. Woohyun mendengus, "kalian akan tau bagaimana rasanya diganggu disemester terakhir suatu saat nanti. Sana pergi! Aku bebaskan kali ini!" usir Woohyun. Hyunjong menyeret temannya itu pergi, tapi gadis itu bertahan di tempatnya, "kau pergi saja sendiri. Aku akan membaca dengan tenang di sini."

Woohyun kembali membaca dan melakukan beberapa perhitungan dengan tenang. Sesekali dia menghentikan lagunya, mencoba mendengar kalau-kalau ada yang memanggilnya. Saat dia menghentikan lagunya, sebuah lagu ballad terputar di speaker perpustakaan. Mungkin radio sekolah tidak sengaja memutarnya ke perpustakaan. Lagipula perpustakaan memang selalu sepi.

Woohyun mendengus. Baru saja dia akan berdiri untuk memberitahu penjaga perpustakaan, tiba-tiba dadanya terasa sakit. Bekas operasi hidung yang dijalankannya saat masih SMP juga terasa sakit kembali. Dia menyentuh hidungnya, lalu membuka earphonenya.

Nothing has ever broken me like you did

No one I ever wanted more than you

Nobody else can make a man so weak

Love In CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang