13 | Menyerah

8.9K 358 4
                                    

Jalanan tampak sepi. Angin yang berhembus pun begitu kencang bisa dipastikan beberapa saat awan akan meluruhkan butiran air membasahi bumi terlihat pada langit yang gelap karena malam semakin hitam karena mendung. Bagi orang pada umumnya mungkin tidak akan pernah ada yang mau menapaki kaki berkeliaran di luaran karena hawa dingin bisa saja sewaktu-waktu menusuk pori-pori kulit mereka.

Berbeda dengan seorang perempuan dengan pakaian berantakan juga rambut yang semakin mengkusut karena di terpa angin tengah berkeliaran di malam hari dengan cuaca seburuk ini. Kaki telanjangnya terus dilangkahkan meskipun goyah dia tak pernah menyerah. Tangan nya sudah menggenggam sebuah pembatas besi yang dingin di hadapannya. Bibirnya bergetar mencoba mengatakan sesuatu yang sulit keluar dari bibirnya karena terhalau tangis yang tak ingin berhenti.

"M-a-a-f"

Sebelah tangan nya melepas pembatas besi tersebut beralih mengusap perutnya yang semakin membuncit. Perempuan itu kembali terisak tatkala mendengar suara cemooh yang terlontar dari mulut mereka. Dia tak sanggup lagi menahan sakit juga malu yang harus dia rasakan. Awalnya dia kira akan mudah melewati semuanya tetapi semua di luar dari ekspetasinya.

Mungkin dia bisa menahan sakit yang datangnya hanya dari ayahnya namun dia tak sanggup jika sampai semuanya ikut membencinya. Sarah, Candy juga Rizky pun ikut membencinya. Bahkan semua orang ikut meneriaki umpatan kejam padanya.

"Dasar perempuan murahan bisa-bisanya hamil tanpa suami"

"Didikan orangtua nya saja yang tidak benar"

"Perempuan seperti itu harus dirajam agar terampuni dosanya"

"Membuat malu keluarga saja"

Tangan mungil itu menutup kedua telinga nya agar tidak lagi mendengar umpatan kasar dari mereka. Perempuan itu mendongkak menatap lurus ke bawah melihat aliran sungai yang mengalir dengan derasnya, saat nya dia mengakhiri semuanya.

Kembali memegang pembatas besi kemudian melangkahkan kaki menaiki nya. Air mata turut mengiringi aksi nekad nya.

"Selamat tinggal"

Arkkkkkkhhhhh...

Byurrr

.

.

"Tidak!"

Hening

.

.

"Apa anda sudah gila?!" bentak seseorang pada perempuan yang kini sudah berada dalam dekapannya.

"Sial! Tas ransel saya terjatuh ke sungai dan itu gara-gara anda" bentak nya kembali setelah melepaskan pelukannya untuk menyangga orang yang sedang menunduk di hadapannya.

Plakk..

Pria itu semakin meradang karena mendapat tamparan dari wanita yang berhasil ditolongnya.

"Bukan nya berterima kasih karena saya menyelamatkan nyawa anda tapi malah menampar saya. Dasar manusia tidak bermoral"

Plakk..

Kembali perempuan itu menampar pria tersebut dengan pipi yang berbeda. Kenapa orang-orang suka sekali memberi umpatan padanya, apakah dia sehina itu?

"Jaga ucapan.. "

"Apa?" potong pria itu menatap lawan bicaranya dengan berani.

"Apakah mengakhiri hidup anda sendiri itu adalah hal terpuji? Lihat! Banyak orang di luaran sana berlomba-lomba mencari pengobatan demi memperpanjang hidup nya tetapi anda dengan berani nya mempersingkat hidup anda"

"Omong kosong apalagi? Huh! Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya di posisi ku"

Perempuan itu luruh ke tanah. Kenapa tuhan tidak mencabut nyawa nya sekarang, kenapa tuhan masih ingin menguji nya lagi ketika dirasa tak kuat lagi menahan semuanya.

Pandangan nya mulai mengabur hingga semuanya telah menjadi gelap.

°°°

"Aku ada dimana?" gumamnya saat melihat ke sekelilingnya dirasa sangat asing bagi matanya.

Dinky mencoba mengingat kejadian semalam dan seketika air muka nya berubah. Kenapa dia masih belum mati juga.

"Anda sudah bangun?" tanya seseorang yang sedang membuka pintu kamar sambil membawa nampan.

Dinky mengangguk kemudian menunduk. Pria itu adalah orang yang semalam dia tampar. Bodoh! Karena emosi yang meluap Dinky melakukan tindakan barbar padanya.

"Makanlah pasti anak anda sedang kelaparan sekarang" ucap orang itu sambil menunjuk perut Dinky yang membuncit.

"Terimakasih dan minta maaf karena kejadian kemarin. Namaku Dinky dan jangan terlalu formal berbicara denganku"

"Namaku Nicholas panggil saja Nick" jawab Nick mulai menuruti perkataan Dinky agar tidak berbahasa formal dengan nya.

"Makanlah setelah itu aku akan mengantar mu pulang, pasti suami mu sekarang sedang sibuk mencari mu"

Dinky meringis mendengar perkataan Nick. Suami? Bahkan dia tidak pernah bermimpi untuk menyebut pria dengan sebutan seperti itu.

Tanpa menjawab perkataan Nick perempuan itu melahap makanan yang kini sudah ada di pangkuannya. Meski susah ditelan Dinky berusaha demi asupan gizi untuk calon bayinya.

Keheningan tercipta diantara mereka hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Nick hanya memperhatikan perempuan yang sedang melahap makanannya dengan susah payah padahal makanan itu hanya sebuah bubur yang tinggal dia telan pun jadi tanpa di kunyah terlebih dahulu.

Dinky akhirnya melahap makanan nya hingga tandas tak bersisa beserta susu yang dibawakan oleh Nick. Perempuan itu benar-benar menyesal telah melakukan hal buruk pada pria yang sangat baik rela menolongnya.

Nick tersenyum kemudian mengambil bekas peralatan makan Dinky untuk dicucinya dan ijin pada perempuan tersebut untuk keluar kamar sebentar.

Dinky menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Kamar nya terkesan maskulin dengan cat tembok yang dilapisi warna abu-abu. Matanya tertarik pada sebuah bingkai foto di tembok di atas ranjang yang sedang di duduki nya. Foto itu menampilkan sederet sepasang suami istri dengan kedua anak laki-laki di depannya. Sungguh cerminan keluarga yang sangat harmonis.

"Apa ada yang kamu perlukan lagi?" tanya Nick yang sudah kembali ke kamarnya.

Dinky menggelengkan kepalanya. Dia turun dari ranjang menapakan kaki nya ke atas lantai kemudian melangkah ke depan gorden dan membuka nya sehingga cahaya matahari masuk lewat kaca yang terbuka. Dinky melangkahkan kakinya hingga berada di balkon apartemen Nick, memandang ke luar sana yang dipadati dengan gedung pencakar langit.

"Apa kau tidak ingin pulang ke rumah mu?" tanya Nick hati-hati sambil menatap raut wajah Dinky.

"Aku tidak ingin pulang tapi tenang saja aku akan pergi dari apartemen mu"

Sudah Nick duga pasti perempuan itu tersinggung atas ucapan nya.

"Bukan seperti itu, aku hanya takut jika keluargamu mencemaskan mu"

Dinky menggelengkan kepalanya dan tersenyum pedih, mereka tidak akan mencemaskan nya karena mereka sendiri yang menghempaskannya dari kehidupan mereka.

"Boleh aku meminjam ponsel mu" ucap Dinky yang kini sudah berhadapan dengan Nick.

Nick mengangguk "tentu saja" pria itu merogoh ponsel dari sakunya dan menyerahkan pada Dinky.

Dinky akan menghubungi sahabatnya, siapa lagi yang harus dia mintai bantuan kecuali hanya pada Pinka. Semoga kali ini dia bisa memulai hidup dengan sesuatu yang baru. Tak lama lagi akan ada bagian dari dirinya yang akan menghirup udara di bumi ini, sesuatu yang akan menjadi sumber kekuatannya untuk bisa bertahan hidup.

"Maafkan Ibumu nak karena sempat ingin mengakhiri hidup tanpa membiarkan kamu melihat dunia ini"

°°°

Hurt [completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang