Aku kelelahan, latihan ini sangat berat, berbeda saat aku belajar beladiri bersama Jefri. Keringatku menumpuk dan menimbulkan banyak bau badan.
Tapi itu semua aku lakukan demi ilmu beladiri ini demi menguasainya. "Kau berlatih sangat gigih", ujar Guru Lee.
"Kau bilang, ayahku mau aku belajar. Jika itu benar, maka ayahku pasti selalu memikirkanku disana", kataku.
Dia menendangku, aku menepis serangannya lalu kami berlatih lagi. Latihan sangat keras dan tidak ada istirahat. Setiap hari aku belajar beladiri dirumahnya dari pagi sampai malam. Keringatku menandakan perjuanganku disetiap harinya. Aku berharap ayah melihat ini.
"Kau bilang, aku harus membersihkan hatiku saat belajar beladiri ini. Apa maksudnya?", Tanyaku.
Sembari latihan kami berbicara dan menjawab pertanyaanku. Tapi pertanyaanku barusan belum terjawab. Ia tak pernah merasa lelah walau usianya yang tak muda. Aku salut pada Guru Lee Dan Li Mei mereka sangat hebat.
***
"Sudah 3 Minggu, apa yang kau dapatkan?", Tanya Jefri.
Kami sedang makan malam. 3 Minggu aku tidak ikut bekerja mencari uang bersamanya. "Cukup banyak ilmu beladiri, kelenturan dan kelihaian aku rasakan.", Jawabku.
"Baiklah bagaimana jika kita bertarung? Aku ingin mengetahui kemampuanmu", seru Jefri.
"Aku masih pemula tidak,"
"Hanya sekedar latihan.", Katanya.
Dia langsung menyerangku, padahal aku masuk memakan makan malam ku. Tapi memang benar ia ingin mengetahui kemampuanku dengan menyerangku serius.
Tanpa pukulan, aku hanya menangkis serangannya. Dengan tangan-tangan lentur ini tak sedikitpun serangannya yang menyentuhku. Ribuan tinjuan Jefri tak lolos dari pertahananku.
Aku salah!
Ia punya kemampuan yang lebih hebat. Serangannya lebih cepat, dan kuat. Aku rasa dia belum benar-benar ingin mengalahkanku. Ku takkan pernah mau kalah.
"Kau terlalu lemah",
Dia memukuli aku terus, sakit sekali benar-benar sakit. Jelas dia mengeluarkan setengah kemampuannya. Dia memukul kepalaku, tanganku, tubuhku, dan kakiku. Oh tidak aku luka-luka.
"Hentikan! Aku belum bisa kalahkan jurus-jurusmu!", Kataku meminta ampun.
"Maut takkan menunggumu untuk siap! Pertarungan dibawah kota adalah pertarungan yang kejam, bahkan mati adalah sesuatu hal yang biasa!", Jelasnya.
Itu membuka pikirannya. Aku merasa aku bisa menghantamkan balik. Baiklah aku lakukan. Aku menangkis Serangannya. Lalu aku cari celah untuk membalikan serangannya.
Pukulan lebih cepat, tangkas, dan lihai. Kenapa aku bisa secepat ini. Perlahan dimana Jefri menyerangku justru dia yang menjadi bertahan karena serangan yang aku berikan. Ribuan pukulan cepat yang aku pelajari dari Guru Lee. Cukup berhasil.
Satu, dua, tiga, sampai tak terhitung pukulanku padanya dan dia mulai kehilangan pertahanan. Ini saatnya, ku kuatkan hati dan pikiran untuk mengumpulkan tenaga dalam tanganku. Kini Ku lontarkan pada tangannya yang melindungi dadanya.
Dia terpental. Dia kesakitan. Aku membangunkannya dan meminta maaf. Namun, saat aku ingin melakukan hal itu dia menolakku. Dia ingin bangkit sendiri. Dan berkata, "Kau berhasil.", Ujarnya.
Aku dan Jefri tersenyum.
"Kau mau aku ikutkan kau di pertarungan amatir Minggu ini?", Tanyanya.
"Tidak-tidak! Aku punya sebuah tujuan... ", kataku.
"... Aku akan kembali. Ibuku selalu menantikanku dan Masa scores ku telah berakhir, aku harus bersiap.", Jelas ku.
"Untuk apa?",
"Untuk keadilan!", seruku.
***
Aku pulang. Dan ibu benar-benar menangis, dia menamparku wajahku dan pada pakaian yang aku kenakan seperti anak jalanan. Robek dan kusam kotor itu pakaian setiap hari.
Namun, setelah tamparan itu ibu memelukku. Pelukan erat meski pakaianku kusam seperti anak jalanan yang brutal. Ia tak memikirkan apa yang aku kenakan ia memikirkan apa yang ada didalamnya. Yaitu aku. Pelukan tangis.
"Kenapa kau lakukan ini?", Tanya ibuku menangis.
"Maafkan aku, Bu. Aku mencari sesuatu yang tak akan aku dapatkan disini", jawabku dalam tangis.
"Kau anak ibu satu-satunya. Jangan tinggalkan ibu, nak. Jangan!", Tangisnya.
"Maafkan aku Bu".
Setelah itu ia tersenyum. Senyum yang hangat lebih hangat dari senyum yang aku lihat dimimpiku. Ternyata dia lebih hangat dari ayah. Apakah ini tandanya aku lebih merindukan ibuku? Oh tidak. Maafkan aku Bu.
"Bu...",
"Ada apa nak?", Jawabnya.
"Setiap hari aku memimpikan ayah, bagaimana aku bisa bertemunya Bu?",
Ibu menangis dan tersenyum. Lalu memelukku.
***
Hari ini adalah hari kembali aku kesekolah. Masa scoresku telah berakhir dan aku berencana untuk membalas kekalahanku. Dengan tangan mengepal kemarahanku ada pada tangan ini.
Banyak orang yang memandangiku, menghadapku, dan melihat aku saat aku berjalan pada kelasku. Apa yang mereka pikirkan? Apa mereka sinis padaku? Entahlah biarkan saja. Aku adalah anak pendiam seperti biasa.
Saat aku masuk kelas. Banyak sorak-sorai teman-teman padaku.
"Inilah pahlawan kita!",
"Sorak untuk Aswes!"
"Berikan tepuk tangan!",
Aku kagum. Kelas berisi sorak-sorai yang ramai dari teman-teman. Mereka kini mengenalku. Aku tau kenapa banyak yang melihatku sinis sekarang.
Joy menghampiriku tersenyum, dan juga Sasa. "Setelah sobat! Kau pahlawan kami.", Jabat tangan sahabat yang tak pernah aku lihat selama aku pergi. Aku peluk erat dirinya. Juga Sasa tersenyum kepadaku.
Aku duduk dan sibuk dengan banyak persiapanku belajar dan tak memikirkan apapun lagi. Aku benar-benar kagum.
"Tapi ini bukan saatnya perang lagi. Kita telah berdamai",
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Before The Jaksteel Born (Part 1)
AvventuraKisah ketika anak genius, terlibat dalam bullying senior sekolah. 7 senior yang menguasai sekolah terus menghantuinya disetiap hari. Teror terus berjalan pada anak-anak lemah. Sampai akhirnya dirinya menantang mereka. Apakah ia bisa menggunakan ke...