Lea POV
Udara pagi yang menyejukan membuatku semakin mencintai tempat ini. Rumah orang tua ku yang terletak di Puncak, Bogor. Udara gunung yang selalu terasa sejuk dan segar, membuatku dapat me-relaksasikan fisik dan mental-ku. Sekarang aku mengerti mengapa orang tua ku mencintai tempat ini dan sangat menginginkan kawasan ini sebagai tempat untuk menghabiskan masa tuanya. Terlihat dengan jelas rupa gunung dari pekarangan rumah orang tuaku. Aku menghirup idara sebanyak banyaknya sampai udara bersih ini mengisi setiap rongga dalam tubuh-ku. Seulas senyuman terukir di wajahku pagi ini. Tepatnya jam 7 pagi.
“Pagi, neng” Aku menoleh mencari asal suara itu. Ternyata dia salah satu pekerja di perkebunan milik ortu-ku.
“Pagi..” balasku ramah.
Di sekitar pekarangan rumah orang tua-ku terhampar perkebunan berbagai jenis sayur mayur. Orang tuaku, bisa dibilang membuka lapangan kerja untuk warga warga disini. Semua ini berkat kakak perempuanku yang sekarang sudah sukses berkeja dalam bidang Arsitek sekaligus Interior Design. Ia mewujudkan semua impian orang tua ku memiliki sebuah perkebunan sayur mayur. Aku adalah si bungsu dalam keluarga kecilku ini. Aku dan kakaku, Annabella Clarissa Subroto berbeda 4 tahun. Kakaku sudah menikah dengan seorang pemilik perusahaan minyak bumi. Kehidupan rumah tangga kakaku sangat harmonis. Tak pernah aku dan orang tuaku mendengar keributan dari rumah tangga mereka. Kalau aku dan mama sedang membicarakan tentang kehidupan Anna dan Reza, suami kakaku, pasti mama selalu menanyakan jika aku sudah punya calon atau belum. Atau membicarakan kalau aku juga harus menemukan suami yang baik seperti Kak Reza yang selalu setia dengan Kak Anna. Bahkan mama juga pernah menyinggung bahwa aku harus mencari calon yang kepribadian dan wajahnya mirip David Beckham. Well, aku dulu menganggap topik itu hanyalah gurauan mama ketika mama kangen sama Kak Anna, tapi karena beberapa akhir ini, apalagi setelah aku lulus kuliah, topik ini sering diperbincangkan, aku berpikir bahwa topik ini bukan semata karena mama merindukan Kak Annabelle, tapi karena inilah yang haru kuhadapi di mungkin 1 atau 2 tahun lagi mengingat bahwa aku sudah lulus kuliah.
Suara dentingan yang berasal dari sendok yang ditautkan dengan gelas membuatku sadar dari lamunanku. Padahal aku sendiri yang membuat suara dentingan itu. Kuhirup dalam dalam uap dari teh hangat buatanku. Aku menyilangkan kaki sembari duduk di kursi teras depan. Memandangi kehidupan di pagi hari.
KRING!! KRING!!
Suara bel sepeda terdengar nyaring di telingaku. Suara tersebut berasal dari sepeda ontel milik kakek tua yang tinggalnya tak jauh dari rumahku ini. Terlihat juga bawaan kakek itu adalah seikat besar rumput hijau yang segar yang ia ikat diatas roda belakang sepeda tersebut. Kakek itu tersenyum menyapaku. Aku membalas senyuman itu dengan ramah sambil menganggukan kepalaku tanda hormat.
“Orang orang disini mah ramah ramah, Le” Tiba tiba mama datang dan duduk di sampingku. “Mama udah bangun?” tanyaku lembut sambil menaruh cangkir teh hangatku diatas coffee table. “Udahlahh, sejak disini mama selalu semangat bangun pagi” jawab mama dengan nada menjelaskan. Kami sempat larut dalam ketenangan masing masing. Akhirnya mama membuka percakapan kembali.
“Lea sayang…” ujar mama menatapku penuh kasih sayang. “Ya mah?” jawabku membalas tatapan mama dengan lembut. “Eh Lea udah bangun” sapa papa yang tiba tiba sudah ada disampingku.
“Kamu ngambil tempat duduk papa nih” ujar papa dengan nada lembut.
“Oh ya pah?” aku mulai bangkit dari tempat duduk ku tetapi langsung di tahan oleh papa. “Udah.. papa cuma bercanda” papa langsung duduk di pegangan kursi milik mama. “Jadi le..” mama melanjutkan perbincangannya yang terputus. “Kamu kan sudah lulus kuliah, trus kamu sudah besar dan sangat mandiri, trus juga kamu udah nge-banggain papa sama mama” bisa kulihat papa mengelus elus pundak mama. “Jadi kami sudah membelikan rumah yang mungkin layak kamu tinggali selama kamu nanti bekerja” Aku terkejut mendengarnya. Sungguh. “Trus nanti apartemenku siapa yang ngisi?” tanyaku polos. Papa sama mama hanya tertawa ringan mendengar pertanyaan yang terdengar seperti pertanyaan anak kelas 3 Sekolah Dasar. “Kamu tuh ya.. Ngaku udah 21 tahun. Tapi kok ngomongnya masih kayak anak umur 9 tahun” ujar papa sambil tertawa disela sela omongannya. Aku juga jadi ikut tertawa mendengarnya. “Ya.. kamu sewain lah. Kamu kontrakin atau mungkin kamu jual. Itukan apartemennya sudah jadi hak milik kamu, Lea” jawab mama dewasa. Aku hanya mengangguk angguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Up-Side Down World
Teen FictionIni kisahku yang akan ku ceritakan hanya untukmu. Ini kisah dimana aku menyukai seseorang, tetapi aku takut untuk mengatakan yang sejujurnya pada dia. Aku takut, jika aku mengatakannya ia akan menjauhiku. Tapi aku dengan nya tak pernah saling menge...