HIKAYAT SI PECI MERAH

742 11 30
                                    


Ada suatu kisah, ia adalah seorang yang jauh dari agama. Pengakuan tetap beragama islam, Namun selalu menolak akan peraturan-peraturan agama islam. Jangankan untuk sholat, untuk menginjakkan kaki kedalam mesjid saja ia tidak pernah. kerjanya sehari-hari hanya bermain judi. Selain itu juga hobi sabung ayam, dan berantem bak jawara. Karena memang segala macam ilmu kanuragan ia miliki.Ia memiliki seorang putra, anak tunggal yang bernama Ahmad. yang saat itu umurnya kurang lebih 10 tahun.

Kehidupan keluarga Ahmad yang hobi Bapaknya tiap hari sabung ayam dan berjudi, akhirnya harta mereka pun habis dan jatuh miskin. Terkadang pagi makan, malamnya puasa. bahkan pernah tidak makan sama sekali selama seharian, karena saking susahnya kehidupan mereka.Rumahnya yang bagus kini hanya tinggal gubuk. Panas kepanasan, hujan kebocoran.Lalu bagaimana dengan kehidupannya setelah jatuh miskin?. Perilaku Bapaknya masih tidak berubah, tidak mau kembali kepada Alloh Swt.

Begitu sangat memprihatinkan kehidupan keluarga Ahmad , bahkan Ahmad sendiripun tidak pernah pakai baju, ia hanya memakai celana pendek yang lusuh dan jelek.

"Bu, Ahmad pengen makan. Ahmad lapar, buk.""Minum saja yang banyak, nak. Mau makan pun kita tidak punya apa-apa. sedangkan bapakmu kerjaannya tiap hari hanya mainan ayam." jawab ibunya dengan linangan air mata.

Ahmad hanya bisa meneteskan air mata sambil menahan lapar perutnya.Hampir tiap malam Ahmad tidak bisa tidur karena menahan rasa lapar.

Sampai pada akhirnya Ahmad terpaksa pergi dari rumah demi untuk mencari sesuap nasi. Berjalan menyusuri jalan setapak mengikuti langkah kaki kemana ia akan berjalan. Lapar dan dahaga terus menyiksa Ahmad. Panasnya terik matahari bukan menjadi suatu rintangan demi mencari sesuap nasi.

Akhirnya langkah kaki Ahmad tiba disuatu pasar. diantara keramaian orang berlalu-lalang, tiba-tiba Ahmad menemukan uang dijalan yang waktu itu jumlahnya mungkin cukup untuk membeli beras dan bahan pokok lainnya.

Ahmad pun langsung menuju suatu warung, untuk membelanjakan uang tersebut. membeli beras, ikan dan bahan pokok lainnya. Kemudian uang sisanya Ahmad belikan peralatan memancing. Maksud Ahmad dengan membeli alat-alat pancing untuk usaha mancing agar bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.Lalu bergegaslah Ahmad pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Ahmad langsung menyerahkan beras, ikan dan bahan-bahan pokok lainnya pada sang Ibu.

"Ibu, aku nemu uang. tapi, aku belikan beras sama lauk-pauk untuk kita makan, buk." ujar Ahmad sambil menyerahkan kantung plastik yang isinya beras dan lauk-pauk.

"Nak, maafkan ibumu ini. ibu sudah menyusahkanmu, membuatmu jadi menderita. Setiap hari bapakmu kerjaannya hanya mainan ayam, malas dan tidak mau bekerja. " ucap ibunya Ahmad sambil memeluk Ahmad dengan derai air mata.

*******

Pada akhirnya, beras yang tadi Ahmad bawa pun dimasak oleh ibunya. Namun setelah matang, hampir Ahmad tidak kebagian. Karena nasi sama lauknya hampir habis oleh kedua orang tuanya.Di keheningan malam, berselimut rasa dingin yang menusuk tulang. Di bawah sinar rembulan, Ahmad sedang khusyuk membuat gagang pancing dari bambu.

Setelah selesai membuat gagang pancing, kurang lebih jam 4 malam hampir menjelang subuh, Ahmad pun membangunkan ibunya.

"Bu, Ahmad mau pergi mancing. Doain sama ibu, mudah-mudahan ketemu rezekinya. se-liter atau 2 liter beras untuk kita makan sekeluarga."

"Duuh, kamu nak. kecil-kecil mau pergi mancing jam segini? hanya karena ingat akan keadaan orangtua. Tapi biar bagaimanapun tidak mengapa. Ibu doakan biar dapat hasil dan selamat." jawab ibu Ahmad dalam keadaan yang masih mengantuk.

Kehidupan Ahmad begitu memprihatinkan. Untuk dapat sesuap nasi saja, Ahmad rela pergi memancing disaat orang lain tertidur pulas. Ahmad lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan bapaknya hanya diam dirumah, tidak mau kerja. Hanya menunggu dan berharap, semoga Alloh menurunkan rezeki padanya.

Kemudian Ahmad pergi membawa alat pancing. Naik, serta turun gunung ia lalui. Menusuri jalan setapak demi satu harapan agar keluarga dirumah tidak lagi merasakan kelaparan. Sampai akhirnya Ahmad tiba di suatu sungai, kemudian duduk manis di antara bebatuan sungai sambil melemparkan kail pancing.Terik matahari yang menyengat. Punggung pun terasa terbakar. Rasa haus dan lapar mulai menyiksa diri. Hanya memakan dedaunan yang bisa dimakan. Dan minum dari air pancuran dekat sungai tersebut.

Sampai tiba pada pukul empat sore, ternyata Ahmad dapat ikan lumayan banyak sekali. Kemudian Ahmad bergegas pulang setelah seharian memancing. Sampai di suatu desa, ikan hasil pancingan Ahmad di jual dan uangnya dibelikan beras. 2-3 batok beras bisa Ahmad bawa pulang.Ahmad kemudian pulang kerumah dan menyerahkan beras hasil dari menjual ikan yang dipancing seharian tadi untuk dimasak dan dimakan sekeluarga.

"Bu, ini beras dari hasil Ahmad menjual ikan. Hasil mancing seharian tadi."

"Duuh, Mad. Jangan berhenti kamu mancing, nak. Mungkin kita sekeluarga bisa makan tiap hari."

Ahmad kerjanya tiap hari tiada lain hanya mancing ikan. Bahkan minim pendidikan, baik dari segi pendidikan Agama maupun pengetahuan umum. Bisa dibilang, sama sekali kosong dalam pengetahuan dan pendidikan. Jadi pengetahuan Ahmad hanya sebatas memancing saja.

Hari berganti hari, siang dan malam pun bergilir melintas pada porosnya. Sampai pada akhirnya kurang lebih hampir dua tahun, Ahmad masih bergelut dengan pancingnya. Sampai suatu ketika Ahmad bertemu dengan seorang santri diperjalanan menuju kesungai.

"Assalamu alaikum. " ucap salam santri.
Namun Ahmad hanya terdiam, tidak bisa menjawab salam. karena memang Ahmad minim akan pengetahuan.

"Siapa nama kamu, Jang?" tanya santri pada Ahmad.

"Ahmad Mang."

"Ooh, Ahmad." tandas santri itu
"Darimana asal kamu dan tempat tinggal kamu?" tanya lagi santri tersebut

"Dari sebelah selatan, Mang." jawab Ahmad.

"Ooh, jadi nama kamu, Ahmad!"

"Sumuhun, Mang"

"Jadi gini, Jang, mamang mau nanya sama kamu. Apa enggak ada lagi kerjaan selain mancing?" tanya lagi santri pada Ahmad.

"Enggak ada"
"Sebab, klo Ahmad enggak mancing sehari saja, ibu serta bapak Ahmad tidak bisa makan seharian." jawab Ahmad polos.

"Kerja apa bapak kamu?"

"Kerja bapakku tukang ngadu ayam"

"Hmmmm, tukang ngadu ayam ya!" jawab santri tersebut.

( Bersambung )

Hikayat si Peci MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang