ke enam santri membangun pesantren

559 7 0
                                    

Setelah putus musyawarah, akhirnya mereka pun segera membereskan perlengkapan untuk kembali ke tempat ki Ahmad.
Kali ini bukan hanya sekedar bekal makanan yang mereka bawa, tapi mereka juga membawa uang yang rencananya untuk membangun pesantren.

Mereka berenam kumpul kembali untuk merencanakan keberangkatan.
Setelah selesai sholat subuh, dengan ditemani udara dingin yang menyelimuti tubuh, akhirnya mereka pun berangkat.

Mentari pagi terasa indah, udara begitu sejuk. setiap langkah yang mereka lalui, hati mereka merasa bahagia dan tak sabar ingin segera bertemu ki Ahmad. canda dan tawa pun menghiasi perjalan mereka.
hingga akhirnya mereka tiba ditempat kyai Ahmad.

"Assalamu alaikum."

"Wa alaikum salam. alhamdulillah, kalian kembali kesini dengan keadaan selamat." ucap kyai Ahmad.

kedatangan mereka begitu banyak membawa bekal makanan. dan berencana membagi setengah dari bekal mereka untuk orangtuanya kyai Ahmad. sambil berharap, suatu saat nanti orang tuanya kyai Ahmad dapat luluh dan menerima kyai Ahmad dan para santri.
Tapi apalah daya, hati orang tuanya kyai Ahmad begitu keras bagaikan batu. masih saja bersikap cuek terhadap kyai Ahmad dan para santri. Walau makanan pun sudah diterimanya.

Keenam para santri ini bergegas membuat pesantren. siang dan malam mereka bekerja keras. mengaji sambil bekerja membangun pesantren.
Setelah tujuh hari lamanya, akhirnya selesailah pembangunan pesantren yang kecil untuk mereka mengaji dengan enam kamar.
Ibu-Bapaknya kyai Ahmad hanya menyaksikan dan masih bersikap cuek kepada para santri.

Dengan berjalannya waktu, alhamdulillah santri pun bertambah.
Walau hanya satu atau dua orang yang punya niatan untuk mengaji atau mondok dipesantren-nya kyai Ahmad.

******

Setelah hampir setahun berjalan pondok pesantren milik kyai Ahmad, semakin ramai. terhitung jumlah santri mencapai enam puluh orang santri. Akan tetapi, ibu-bapak kyai Ahmad masih seperti dulu. bersikap cuek terhadap santri. Dari mulai santri hanya enam orang, hingga mencapai enam puluh orang santri. hatinya masih keras dan belum mendapatkan hidayah dari Alloh SWT.

Seiring berjalannya waktu dan mendekati dua tahun lamanya, jumlah santri pun semakin bertambah. dan jumlahnya kini mencapai seratus orang santri.
namun seperti biasa, kedua orang tua kyai Ahmad masih bersikap cuek terhadap para santri.
kyai Ahmad dan para santri, tak henti-hentinya mendoakan kebaikan untuk ibu-bapak kyai Ahmad. agar Alloh senantiasa memberikan Rahmat serta Hidayah agar hati orang tua kyai Ahmad dapat luluh. Serta tidak keras seperti batu.

Suasana malam dipesantren kyai Ahmad kini ramai oleh para santri. tidak seperti dahulu, hanya ditemani suara nyanyian jangkrik.
Suasana dingin pun begitu hangat, ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Quran dari merdunya suara para santri.
Ada sebagian para santri yang menggunakan jam malam untuk tidur dan beristirahat. Ada juga yang terjaga sambil mengaji.

Tiba-tiba saja, sekitar pukul 02:00 malam, santri yang sedang mengaji dikejutkan oleh suara tangisan dari rumah orang tua kyai ahmad.
Seketika para santri pun segera memberitahukan kyai Ahmad untuk melihat keadaan ibu bapaknya.

ki Ahmad bergegas menjumpai keadaan orang tuanya yang memang dalam keadaan menangis.

"Ada masalah apa? ibu sama bapak menangis tengah malam begini?"
tanya ki Ahmad dengan heran.

seketika orangtuanya memegang tangan ki Ahmad

"Nak, maafkan segala kesalahan ibu serta bapak mu. Selama ini bapak telah salah menilaimu. Menganggap kamu telah sesat hidup didunia ini. dan sekarang bapak telah sadar, ternyata kedua orang tua mu lah yang telah tersesat hidup didunia ini."

"Mulai sekarang, bapak ingin belajar solat dan bertaubat pada Alloh SWT." ucap kedua orang tua Ahmad sambil memeluk Ahmad dengan derai air mata yang penuh dengan penyesalan.

"Alhandulillah, ya Alloh. Hidayah dan taufik telah Engkau berikan pada orang tua hamba yang selama ini telah tersesat." ujar kyai Ahmad sambil mencium kedua tangan ibu bapaknya.

Akhirnya, kedua orang tua kyai Ahmad pun sadar. Merasa rugi hidup di dunia tidak pernah beribadah kepada Alloh SWT.
Pepatah Imam Syafi'i mengatakan : "Berapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian, sedang kain kafannya sedang ditenun."

Kedua orang tua Ahmad sekarang sudah insaf dan rajin beribadah. Selalu bangun malam, untuk melaksanakan sholat malam.
Saking rajinnya, pernah suatu ketika bapaknya Ahmad menabuh bedug subuh sekitaran jam 03:00 pagi. Bahkan sampai para santri pun kebingungan.

"Siapa yang nabuh bedug? Baru juga jam 03:00 pagi."

Setelah di selidiki oleh para santri, ternyata bapaknya Ahmad-lah yang menabuh bedug. Semangat ibadah yang begitu menggelora di jiwa.

******

Hampir setiap tahunnya santri semakin bertambah. Banyak antusias masyarakat dari berbagai daerah, berbondong-bondong ingin mondok di pesantren-nya kyai Ahmad.

Dengan segala pertolongan dan Rahmat dari Alloh SWT, kepada manusia yang selalu bersabar dan bertawakal. Serta karunia rizki yang melimpah. Bahkan ada janji Alloh didalam Al-Quran ;

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Sampai pada akhirnya, para santri bertekad gotong-royong untuk memberangkatkan kyai Ahmad ke tanah suci. Untuk melaksanakan ibadah haji dan mencukupkan rukun Islam yang ke lima.

Alhamdulillah, kyai Ahmad pun akhirnya berangkat ke tanah suci dengan selamat dan lancar saat menjalankan ibadah haji, tanpa ada sedikit pun gangguan.

Dengan berjalannya riwayat ini, dan seiring berjalannya waktu. Kyai Ahmad pun akhirnya selesai menjalankan ibadah haji dan segera pulang ke tanah air tercinta.

Setelah tiba dibandara dan turun dari pesawat, para santri yang menjemput kyai Ahmad sudah menunggu dibandara dengan rasa bahagia.
Mereka pun dibuat takjub dan kagum ketika melihat kyai Ahmad mengenakan sorban putih, peci putih dan menggunakan jubah yang begitu indah.
Bahkan ada santri yang meneteskan air mata, ketika melihat sosok manusia yang dimuliakan Alloh SWt.

Kedua orang tua Ahmad menyambutnya dengan sebuah pelukan yang penuh kasih sayang. Serta sujud syukur pada Alloh SWT.
Karena telah memiliki anak yang sholeh, seorang kyai yang sudah memiliki banyak santri. Syariatnya, jika pada saat itu Ahmad tidak pergi mondok untuk belajar agama, mungkin ibu-bapaknya sampai saat ini masih tersesat dari jalan Alloh. Entah neraka mana, yang akan menunggunya kelak.

Setibanya kyai Ahmad dan rombongan santri di rumah, banyak sekali antusias warga yang berdatangan untuk bersilaturahim menemui kyai Ahmad.
Banyak pula warga yang membawa makanan untuk di sedekahkan ke pesantren.

Rezeki dari Alloh yang tak pernah disangka-sangka, keberkahan menyelimuti pondok pesantren. Betapa bahagianya kedua orang tua Ahmad, karena sang anak telah mencukupi rukun islam yang ke lima.
Namun, masih ada satu kegundahan yang terus mengusik relung hati kedua orangtua Ahmad. Mereka menginginkan seorang menantu.

Jika dilihat dari faktor usia Ahmad yang hampir menginjak umur 45 tahun, namun belum memiliki seorang istri.

Mendengar kegundahan hati kedua orang tuanya, akhirnya Ahmad pun memutuskan untuk segera mencari pendamping hidup. Ahmad berencana dan pergi mengembara selama tujuh bulan untuk mencari calon istri.

Semua santri dikumpulkan untuk musyawarah. Jadi, selama tujuh bulan ki Ahmad merantau, semua tanggung jawab santri dan pondok pesantren di serahkan kepada keenam murid pertama kyai Ahmad yang di anggap ilmunya sudah mumpuni.

(Bersambung)

Hikayat si Peci MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang