Kurang lebih hampir 8 tahun Ahmad belajar di pesantren. Dengan penuh kesabaran, tawakal, tekun, rajin dan sering bangun tengah malam untuk melaksanakan shalat malam.
Sampai pada akhirnya, Ahmad dipanggil oleh pak kyai.
"Mad, kemari. Bapak mau ngomong!"
"Udah saat nya kamu pulang, udah waktunya juga kamu pindah pesantren. Supaya nambah pengalaman mengaji kamu. Di desa sebelah wetan ada kyai sepuh guru besar bapak. Kalau kamu belum disuruh pulang, jangan dulu pulang. Biar pun puluhan tahun lamanya. Supaya bertambah pengalaman dan benar-benar bermanfaat ilmu yang kamu dapat.""Pak kyai, jadi Ahmad harus pindah pesantren? Terus bagaimana dengan kedua orang tua Ahmad?" jawab Ahmad dengan sedikit gelisah.
Dikarenakan selama ini kebutuhan kedua orang tuanya Ahmad di tanggung pak kyai selama Ahmad berada di pesantren.
"pokoknya urusan keluarga Ahmad, pak kyai yang atur." ucap pak kyai
"Tapi Ahmad engak punya kitab." jawab Ahmad.
"Nanti bapak belikan. Ini, ada sarung sama baju buat kamu. Ini juga ada surat dari bapak, tolong kamu kasihkan ke pak kyai sepuh. Insha Alloh kamu bapak titipkan supaya tidak kelaparan disana." kata pak kyai.
"Terima kasih, pak kyai. Tapi Ahmad gak punya peci." jawab Ahmad.
Jadi selama Ahmad mengaji, Ahmad tidak memiliki peci.
"Ada juga peci anak kecil, bekas anak bapak. Nanti yang ada kamu di tertawakan para santri." Timpal pak kyai sambil memberikan sebuah peci berwarna merah nan kusam.
"Tidak apa-apa pak kyai, anggap saja sebagai cindra mata."
Ahmad pun segera bersiap-siap sambil mengumpulkan kitab, memakai sarung yang warnanya sudah pudar, sorban pun penuh dengan tambalan. Dan tak lupa memakai peci merah yang warnanya sudah kusam dan luntur.
"Mohon doa dan restunya, pak kyai. Semoga Ahmad dapat keberkahan dari Alloh SWT. Dan semoga ilmu yang Ahmad peroleh bisa bermanfaat." ucap Ahmad, sambil bersujud dan mencium tangan sang guru dengan derai air mata.
"Iya, Ahmad. Bapak doakan."
Ahmad pun segera berangkat dan pergi meninggalkan pesantren.
Betapa memprihatinkannya keadaan Ahmad. Dengan penuh kesabaran dan ketawakalan kepada Alloh SWT. Bahkan sepanjang jalan pun Tiada hentinya membaca sholawat Mukhtar, atau sholawat Nuril Anwar.Seperti apakah sholawat Nuril Anwar yang sering dilantunkan Ahmad.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نُوْرِ اْلاَنْوَارِ وَسِرِّ اْلاَسْرَارِ وَتِرْيَاقِ اْلاَغْيَارِ وَمِفتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدِ نِالْمُخْتَارِ وَالِهِ اْلاَطْهَرِ وَاَصْحَابِهِ اْلاَخْيَارِ عَدَدَ نِعَمِ اللهِ وَاِفضَالِهِ
Artinya :
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada cahaya dari segala cahaya, rahasia dari segenap rahasia, penawar duka dan kebingungan, pembuka pintu kemudahan, yakni junjungan kami, Nabi Muhammad saw. yang terpilih, keluarganya yang suci, dan para sahabatnya yang mulia sebanyak hitungan nikmat Allah dan karu-nia-Nya".
Sesampainya Ahmad di sebuah pesantren besar dan kemudian Ahmad langsung menemui kyai di kediamannya.
"Assalamualikum." Ahmad mengucapkan salam
Di jawab oleh sang kyai
"Waalaikumsalam wr wb, eh ada tamu ... siapa namanya kalo boleh tau?"
"Ahmad, pak."
"Oh, Ahmad. Ada tujuan apa datang kesini."
"Saya disuruh guru saya untuk mesantren di sini, dan ini ada titipan surat dari beliau."
"Oh bapak sangat senang sekali Ahmad mau menuntut ilmu disini, tapi bapak juga agak bingung, karena semua kamar sudah penuh. Tapi kalau Ahmad mau, bisa di dapur nanti bapak buatkan kamar."
"Iya tidak apa-apa, pak."
Akhir nya Ahmad di buatkan kamar di dapur, dan dia pikir sangat kebetulan sekali karena Ahmad memang tidak membawa bekal apapun,kecuali kitab pemberian sang guru dan lumayan jadi bisa deket dengan nasi.
Selama di pesantren, Ahmad sangat rajin sekali, selalu punya insiatif. Saat melihat bak kosong, Ahmad langsung mengambil air dan mengisi bak hingga penuh, saat di dapur tidak ada kayu bakar, Ahmad pun mencari kayu bakar. kalau malam Ahmad tidak tidur sampai subuh, karena sudah menjadi kebiasaannya solat malam dan baca kitab. Dan tak pernah lepas dari membaca sholawat.
***
Singkat cerita sudah 8 tahun Ahmad mondok dan bermacam-macam ilmu sudah Ahmad kuasai.Dan Ahmad pun di panggil sama gurunya.
"Mad, sudah waktu nya kamu pulang, untuk menemui bapak dan ibumu, sudah waktunya kamu mengamalkan ilmu yang sudah di dapat untuk kepentingan umat. Bapak do'a kan biar kamu menjadi kyai besar."
"Terima kasih, pak kyai. Mohon doa nya." dan air mata Ahmad pun jatuh.
Setelah berpamitan dan meminta restu dari sang kyai, Ahmad pun langsung pulang ke rumahnya, kurang lebih 16 tahun Ahmad tidak bertemu dengan kedua orang tuanya.
Dan sampailah Ahmad di rumahnya, serta melihat bapaknya yang masih saja sibuk dengan ayam nya."Assalamualaikum." Ahmad mengucapkan salam.
Tapi bapaknya diam saja, karena memang tidak mengerti cara menjawab salam. Lalu kemudian berkata :
"Waduh maaf, kalau mau minta sumbangan, saya tidak punya. Saya saja dari kemarin belum makan."
Ahmad kaget tampak bapaknya tidak mengenalinya.
"Pak saya ini bukan mau minta-minta, tapi kan ini anak bapak!! masa sudah lupa. Ini Ahmad, pak. Baru pulang dari pesantren."
"Duh, Ahmad. Kata bapak juga apa! mending dulu kamu mancing saja, pasti udah senang, mana hasil mesantren tidak bawa apa-apa, pisang mentah pun tak ada, malah kepala kamu yang mateng sampai merah begitu."
Bapak nya Ahmad, bukannya senang mendengar anaknya pulang, tapi malah meledek pecinya Ahmad, kemudian mengusirnya.
"Sudah, kamu pergi aja sana. Buat apa pulang kalau tidak membawa apa-apa."
Ahmad dengan terpaksa kembali lagi dengan penuh kesedihan di dalam hatinya, dan berdo'a semoga bapaknya bisa menerimanya kembali dan berubah dari yang tidak baik menjadi baik.
Ahmad terus mengikuti langkah kakinya,sambil mengucapkan sholawat Nuril Anwar dan tiba lah dia di sebuah kampung, kemudian mampir di sebuah masjid untuk melaksanakan sholat Dzuhur.
Setelah sholah dzuhur para warga ada yang memberi makanan kepada Ahmad, bahkan ketika Ahmad mau pergi, ada yang memberi uang kepada nya kira-kira 6,5 rupiah.
Lalu, Ahmad kembali melanjutkan perjalanan. Di dalam perjalan, Ahmad terus memikirkan kemana tujuannya. sampai akhirnya, memutuskan untuk kembali pulang ke rumah walaupun orang tuanya tidak menerimanya.
Begitu sampai di rumah orang tuanya masih sama, Ahmad tidak ditanya sama sekali, di diamkan saja. Ahmad sabar karena memaklumi kalau orang tuanya masih kosong dari agama.
Teringat pada uang yang 6,5 rupiah, akhirnya uang itu di belikan bambu, bilik dan atap yang rencananya Ahmad akan membangun sebuah mushola untuk tempatnya beribadah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Peci Merah
SpiritualeKisah hikayat dari seorang anak miskin bernama Ahmad. Yang hidup serba kekurangan. Dari tidak mengenal Agama Islam, hingga menjadi seorang Ulama yang besar. Ki Ahmad si peci merah