Memiliki enam santri

606 5 0
                                    

Kemudian, Ahmad membangun mushola seorang diri, sedangkan orang tuanya terus cuek. melarang tidak, Membantu juga tidak.  Malah ngobrol berdua sambil memperhatikan Ahmad. Bapaknya lalu berkata kepada ibu.

"Bu, itu si Ahmad lagi bikin kandang apa?" tanya  bapaknya karena tidak tau apa itu mushola.

Setelah musholanya jadi, Ahmad terus tafakur siang dan malam di dalam mushola.
Melihat Ahmad terus-terusan di dalam mushola, bapaknya berbicara lagi kepada ibunya.

"Bu, si Ahmad sedang apa di dalam kandang?"

"Coba di lihat aja pak si Ahmad." jawab ibu nya.

Lalu bapaknya mengintip Ahmad di dalam mushola yang kebetulan pada waktu itu Ahmad sedang sujud.
Melihat Ahmad yang sedang sujud, bapak nya langsung lari menemui ibunya.

"Bu, gawat. Si Ahmad kelaparan! dia makanin tikar sampai nungging-nungging." kata bapaknya sambil menghela nafas yang ngos-ngosan.

Ahmad yang kedapatan sedang sujud kepada Alloh, dikira kelaparan lagi makanin tikar. Saking bodohnya ibu serta bapaknya Ahmad. Karena memang belum belajar tentang agama Islam.

Ahmad terus begitu siang dan malam terus beribadah, bertafakur pada Alloh zat yang maha tunggal.
dan orang tuanya masih sama, tidak mau menerima Ahmad kembali.

Sampai tiba suatu hari saat kedua orang tuanya tidak ada di rumah, kita-kira jam 16:00 datang enam orang anak muda yang ternyata santri yang sedang mencari seorang kyai, sudah dua bulan lamanya tidak mereka temukan.

"Assalamu alaikum." ucap  salam santri

"Wa alaikum salam"
"Ada keperluan apa, Jang? Dan darimana mau kemana?" jawab Ahmad.

"kami ini santri, pak. Lagi dalam perjalanan mencari seorang kyai. Sudah dua bulan kami belum menemukan seorang kyai. Kenal bapak sama yang nama nya kyai?" kata santri.

tiada kata lain yang keluar dari mulut Ahmad hanya kata 'iya'. Mendengar ucapan Keenam santri itu dengan gaya menasehati Ahmad.
Mereka tidak tahu bahwa Ahmad adalah seorang Kyai.

Hingga tibalah masuk waktu maghrib. Salah satu santri pun mulai mengumandangkan adzan.
Ketika selesai iqomah, para santri ini malah saling mempersilahkan untuk menjadi imam. Tidak ada satu pun santri yang ingin menjadi imam solat, dikarenakan mereka takut akan tanggung jawab menjadi seorang imam.

Akhirnya Ahmad lah yang di tunjuk untuk menjadi imam solat maghrib. Sambil para santri ini sedikit menasehati jika salah, nanti mereka yang membetulkannya.

Sampai akhirnya Ahmad menjadi imam sholat maghrib. Bacaan-nya begitu fasih, dan yang di baca pun ayat-ayat Alquran.
Keenam santri ini malah bingung, dengar bacaan nya Ahmad karena begitu fasih dan hafal Alquran. Sebab dari awal mereka ini malah menasehati Ahmad.

Setelah selesai solat mereka langsung meminta maaf pada Ahmad, karena merasa telah merendahkan Ahmad.

"pak kyai, kami ber enam ingin mondok disini" kata salah satu santri

"Mamang juga masih fakir ilmu, tidak bisa ngaji." jawab Ahmad dengan nada merendah dan tidak sombong.

"tidak apa-apa, Mang. Kami ber enam akan tetap belajar agama disini."

Sampai akhirnya mereka pun diperbolehkan untuk belajar mengaji.
Mereka ber enam dan Ahmad, tidur dalam satu gubuk mushola.

Ditemani dengan merdunya nyanyian suara jangkrik di tengah kesunyian malam. Tiada cahaya lampu yang menyinari, hanya sebatas cahaya yang berasal dari obor dan terangnya rembulan.

Dinginnya malam begitu terasa membelai kulit, hingga menembus tulang.
Sampai tiba waktu subuh, ke enam santri ini bangun dari tidur, untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat subuh.
Sewaktu para santri ini sedang mengambil wudhu, mereka melihat bapaknya Ahmad sedang berdiri disamping rumah, sambil buang air kecil.

Ketika bapaknya Ahmad melihat kearah para santri, sontak saja sang bapak kaget dan berlari masuk ke dalam rumah sambil membangunkan istrinya yang sedang tertidur pulas.

"Buk ... buk ... bangun! si Ahmad ternyata beranak." ucap bapak Ahmad

Padahal mereka adalah santri yang datang sewaktu kedua orang tua Ahmad sedang pergi.

Mendengar kegaduhan itu, hampir saja bapaknya Ahmad jadi sasaran kemarahan para santri, karena telah berkata kalau Ahmad beranak.

******

Setelah hampir satu minggu mondok bersama ki Ahmad, keenam santri ini pun berpamitan untuk pulang kerumah mereka masing-masing. Dikarenakan mereka sudah tidak mempunyai bekal lagi. Kemudian mereka juga ingin bermusyawarah pada keluarga untuk membangunkan pesantren ditempat kyai Ahmad. Mereka juga sedih akan kehidupan kyai Ahmad. ternyata selama seminggu mereka mondok, belum pernah melihat kyai Ahmad makan sesuap nasi.

"Mohon izin, pak kyai. Untuk sementara kami semua akan pulang kerumah masing-masing. Tapi kami tidak akan lama dan segera kembali lagi."  ucap salah satu santri, sambil mencium tangan kyai Ahmad.

"Mangga, Jang. Bapak doakan. Hati-hati dijalan."

"Assalamu alaikum, kyai"

"Wa alaikum salam."

Keenam santri itu kemudian berpamitan dan bergegas pulang.
Langkah demi langkah menyusuri jalan setapak yang becek. Dibawah teriknya sinar matahari yang begitu menyengat siang itu.
Sambil tertawa dan bercerita bahagia, karena telah menemukan seorang kyai yang selama dua bulan mereka cari.

Tak terasa canda dan cerita selama diperjalanan, akhirnya langkah mereka pun tiba di kampung halaman dan mereka berpisah untuk menuju rumah masing-masing.
Dengan bahagianya, kedatangan mereka disambut kedua orang tua mereka. Kemudian mereka mengutarakan pengalaman mereka, bahwa mereka telah menemukan seorang guru ngaji atau kyai. Hanya saja, kyai tersebut tidak memiliki pesantren. Dan akhirnya mereka pun mulai mengadakan musyawarah keluarga.

Maksud dari musyawarah itu adalah bilamana ada suatu keihklasan dari para orang tua, mereka ingin membantu sang kyai membangun pesantren. Karena memang inilah dunia yang bermanfaat, amal jariah yang pahalanya tidak pernah putus.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: Sedekah jariyah, Ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)

Allah memberi ganjaran sekecil apa pun amal yang kita perbuat. Meski hanya sebesar dzarrah atau debu.

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar” [An Nisaa’ 40]

Setiap kebaikan yang kita lakukan mulai dari kewajiban seperti sholat, puasa, zakat hingga amal yang sunnah Insya Allah, akan dibalas Allah pahala yang berlipat ganda.

(Bersambung)

Hikayat si Peci MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang