"Jadi begini, Mad. Supaya kamu jadi manusia berharga. Mamang mau mengajak kamu pada kebaikan. Sebab Islam dengan islam itu bersaudara. Qullu muslimin ikhwatun. Umat islam dimana saja berada itu semua saudara. Mamang mau mengajak kamu pada kebaikan.""Kita mondok yuk? Supaya kamu jadi manusia yang berharga, yuk kita ngaji?" ajak seorang santri kepada Ahmad.
Ahmad yang memang buta akan pengetahuan, tidak tahu akan kata 'ngaji'.
"Ngaji itu apa, Mang? Enak engga dimakan?"
Santri itu pun langsung menggelengkan kepala. Mungkin yang Ahmad maksud, ngaji itu seperti makanan.
"Jang, ngaji itu adalah mencari ilmu agama. Menghilangkan kebodohan, mencari kepintaran."
"Ooh ... begitu, Mang. Tapi aku tidak punya bekal." jawab Ahmad.
"Urusan bekal mah Mamang yang tanggung jawab, asal kamu mau ngaji." ucap santri mengakhiri pembicaraan.
Lalu Ahmad pun bergegas pulang kerumah.
Setelah sampai dirumah, Ahmad langsung memberikan beras kepada ibunya untuk di masak dan dimakan sekeluarga.Setelah selesai makan, Ahmad langsung membuka pembicaraan terhadap orang tuanya.
"Bu ... Pak, Ahmad pengen ngomong terus terang. Kalau Ahmad mau berhenti mancing. Ahmad ingin punya pengalaman, ingin mencari ilmu dan ingin bisa mengaji"
"Mad, kamu jangan mau dibohongi orang. Hidup kita sudah enak. Ibu kamu bisa makan, bapak juga bisa makan.
Sudahlaah ... ngaji enak juga engga dimakan, ini mah sudah jelas ibu-bapak kamu bisa makan tiap hari." ujar sang bapak kepada Ahmad"Bukannya begitu, pak. Tetap Ahmad mau pergi ke pesantren." jawab Ahmad.
"Emangnya, kamu ke pesantren punya bekal?" timpal bapak Ahmad.
"Pak, masalah bekal mah enggak perlu bawa. Dijamin sama para santri asal mau ngaji."
Keinginan Ahmad untuk belajar di pesantren begitu amat kuat. Walaupun tidak membawa bekal sama sekali. Tidak bawa beras dan tidak juga membawa uang. Bahkan, pakai celana pun sudah jelek dan penuh dengan tambalan.
"Pak, bu. doain Ahmad ya."
Kemudian Ahmad pergi meninggalkan ibu-bapaknya, demi belajar ilmu agama dipesantren.Terik panas matahari yang menyengat, tak menyurutkan semangat Ahmad untuk menimba ilmu.
Telapak kaki seperti terbakar.
Keringat pun membasahi baju yang nampak lusuh, penuh dengan tambalan.Hingga tibalah Ahmad disuatu desa yang memang ada pondok pesantrennya.
Setibanya disana, Ahmad tidak mengucapkan salam.
Boro-boro mengucapkan salam, karena memang Ahmad buta akan pengetahuan dari segi Agama maupun umum."Eeh ... bener si Ahmad dateng. Apa kamu di izinkan sama ibu-bapak kamu?"
"Di izinin, Mang." jawab Ahmad
Kemudian santri itu pun memberikan kantong plastik yang isinya berupa beras serta lauk pauknya.
"Nih beras sama lauknya, Mamang mau ngaji dulu ya. Nanti setelah mamang balik ngaji, nasi harus sudah matang."
Pertama kali Ahmad dipesantren, ia hanya sebagai tukang masak untuk para santri tiap harinya.
Bahkan, di pesantren pun ia tidak pernah sholat maupun mengaji.Hari berganti hari, tak terasa akhirnya sudah mencapai dua bulan Ahmad tinggal di pesantren.
"Ahmad, udah sampai mana kamu ngaji?"
tanya salah satu santri."Belum mengaji!" jawab Ahmad dengan polosnya.
"Ya Alloh, buat apa Mamang ngasih makan kamu disini, Mad! kalau memang engga mau ngaji, mendingan kamu balik!" ucap santri tegas.
"Hampura, Mang. Ahmad gak mau pulang. Ahmad takut sengsara lagi"
"Ayook! sekarang kamu ngaji. Besok bakalan ada pemeriksaan oleh pak kyai. Kalau sampai kamu tidak bisa, kamu bakalan dipulangkan lagi."
Seketika itu juga Ahmad bergegas ikut pengajian setelah mendapatkan teguran keras dari salah satu santri yang mempertanggung jawabkan makannya Ahmad selama tinggal di pesantren.
***
Dikarenakan akan ada pemeriksaan oleh pak kyai dan timbul rasa takut dalam diri Ahmad, tiada lainnya tiap hari Ahmad selalu menghafal pelajaran yang sudah di ajarkan di pesantren.
Sambil mandi, tiduran, maupun sambil mencuci piring tak pernah luput dari menghafal.
Sampai pada akhirnya Ahmad pun dapat menghafalnya. Setelah diperiksa lagi oleh para santri, Alhamdulillah ternyata Ahmad mampu menghafalnya.
sungguh suatu keberkahan untuk Ahmad, dan memang Ahmad adalah santri yang pintar, tekun dan sabar serta tawakal pada Alloh SWT.
Hingga Akhirnya datanglah hari dimana akan ada pemeriksaan hafalan kitab. Dan ternyata, Ahmad dinyatakan lulus dan naik kelas.
"Mad, pak kyai pindahkan kamu. Sekarang kamu naik kelas. Mudah-mudahan kelak kamu jadi seorang kyai"
"Aamiin pak Kyai" jawab Ahmad.
Riwayatnya Ahmad selama berada di pesantren, ia tidak pernah pulang.
Selalu sabar, tekun serta tawaqal kepada Alloh SWT.Tidak terasa sudah hampir mencapai 2 tahun lamanya, Ahmad pun mulai ada peningkatan. Dari ngaji Amil Jurumiyah naik kebagian ilmu Nahu. Di Setiap pengajian, Ahmad selalu mendengarkan segala pepatah-pepatah para ulama.
"Rajin-rajinlah melaksanakan sholat Tahajud, Rajin-rajinlah membaca sholawat, mintalah rezeki yang halal serta ilmu yang bermanfaat. Alloh maha pengasih dan penyayang".
Mungkin bagi santri yang lain, mendengar namun tak dilaksanakan. Tapi bagi Ahmad, di dengar tetapi dilaksanakan.
Ketika orang-orang sedang terlelap dalam dekapan mimpi di malam hari. Namun berbeda dengan Ahmad, ia selalu terjaga di sepertiganya malam, Untuk Melaksanakan shalat tahajud dan membaca kitab.Hingga terdengar sendiri oleh pak kyai gurunya Ahmad. Sambil berdoa "sabar dan tawaqal kepada Alloh, semoga dijadikan manfaat ilmunya dan semoga suatu saat nanti bisa menjadi seorang Kyai."
( bersambung )
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Peci Merah
SpiritualKisah hikayat dari seorang anak miskin bernama Ahmad. Yang hidup serba kekurangan. Dari tidak mengenal Agama Islam, hingga menjadi seorang Ulama yang besar. Ki Ahmad si peci merah