Aku menyukai sekolahku jauh daripada aku menyukai liburan. Jika soal pelajaran aku menguasai setengahnya setidaknya, hanya saja pelajaran sejarah yang masih harus kutempuh dengan kerja keras. Dan juga, tidak ada gunanya lagi mempelajari Bahasa Inggris di sekolah, toh aku sudah hidup sejak lahir di Amerika. Hari ini, suatu rencana sudah tersusun rapi di kepalaku. Setidaknya melakukan ekspedisi sekali dalam usia tujuh belasku. Aku tidak pernah lagi melakukan petualangan sejak bermigrasi kenegara ini. Padahal banyak sekali tempat bagus untuk dijadikan uji cobanya.
"Beneran nih? Pak Adam masih di rumah sakit jadi gak bisa jemput, beneran pulangnya gak mau dijemput?"
Aku mengangguk meyakinkan Jim agar membiarkanku jadi gadis mandiri yang pergi dan pulang sekolah sendiri. Tapi kali ini ia tetap bersikukuh mengantarku ke sekolah meski ia mengizinkan aku pulang sendiri. Ia bilang takut jika aku membolos dan malah keluyuran di luar sana. Dugaannya memang benar, itulah rencanaku hari ini sebabnya tak ingin diantar ataupun dijemput. Tapi apa boleh buat jika ia ingin berbarengan denganku sembari ia berangkat ke kampus. Mobil van Ayah yang sekarang sudah menjadi warisan untuk Jim, berhenti di depan gerbang sekolah karena aku yang memintanya. Anyway, padahal Jim bisa meminta mobil baru tapi ia sangat menyukai pemberian Ayah ini. Lambaianku menurun setelah mobilnya melesat cepat menghilang dariku. Kupantau keadaan sekitar yang cukup aman untuk melarikan diri sekarang. Mungkin hanya beberapa anak murid yang melihatku kalaupun mereka tak sungkan paling melaporkan pada guru. Aku sama sekali tak takut. Setengah jam sudah kuhabiskan di dalam taksi yang membawaku ke tempat tujuan. Jauh sekali bagiku yang tak pernah ke sana, tapi sepanjang perjalanan, semakin dekat dengan lokasi semakin asri pemandangan yang terhampar indah. Aku terlalu menikmatinya hingga tak terasa taksi telah berhenti. Inilah... Ujung kota yang dibicarakan. Pantas jika disebut ujung kota, ujung sekalinya adalah laut yang dibungkus oleh hutan lumayan lebat serta tebing-tebing curam dan terjal. Suram kelihatannya dan tidak ada rumah satupun. Jauh dari jalan raya, hingga aku harus berjalan sendiri menjamah lebih dalam. Banyak lorong-lorong gelap yang terbentuk oleh bebatuan besar, tanah yang kering dan lumayan banyak sampah yang berserakan. Sebelum memasuki area hutan yang mengarah ke laut, ada tempat seperti lapangan lumayan besar yang mungkin tempat tinggal para penduduk sebelumnya. Aku belum mendengar alasan mengapa mereka meninggalkan tempat ini.
"Dia tinggal disini kah?" Suaraku cukup keras karena kurasa tidak ada manusia lain yang akan mendengar, jadi tidak perlu bicara dalam hati. Kutelusuri hutan dan mengarah ke tepi laut yang rupanya sangat tinggi. Aku sudah sampai di ujungnya, di mana tempatku berpijak bukanlah tanah tapi tebing serta bongkahan batu yang amat besar. Perasaan tenang menyelimutiku, sudah lama sekali aku tidak menghirup angin laut seperti ini. Tapi tentunya perasaan waspada selalu mengingatkanku. Aku berada di kota asing yang tak ada seorangpun manusia, aku harus ingat itu.
"Tapi dia kan sekarang manusia ya?" Aku mundur beberapa langkah untuk menyandarkan tubuh pada salah satu pohon dan agar tidak terlalu dekat dengan ujung tebing, "kenapa gak tinggal di pemukiman biasa aja gitu." Kurogoh saku celana olahraga yang sengaja kukenakan di pagi hari untuk mendapatkan setidaknya beberapa asupan makanan.
"Mana coba dia?! Apa dia sedang kelayapan pagi-pagi begini?" Dengan mulut dipenuhi beberapa butir cokelat, aku terus mendumal seakan menantang sosok itu padahal di hari kemarin takutku sungguh luar biasa. Manikku masih berputar-putar mengamati sekitar, padahal tidak buruk sebagai tempat wisata, menurutku. Tapi apa itu? Eumㅡ
"Uwahh!!"
Dengan semangat menggebu tubuhku dengan sigap berdiri dan berlari kearah barat daya, lumayan jauh dari tempat dudukku sebelumnya.
"Wah lihat apa yang kutemukan!!" Antusiasku gila sekali, bahkan tidak peduli butiran cokelat yang langsung kusumpal semua di mulutku, aku mencoba memanjat apa yang kutemukan. Tangga. Ada tangga yang tertutup lumut serta tanaman menjalar yang menggantung di sekitarnya. Tangga itu menempel di tebing tinggi yang tidak dapat kulihat bagaimana atasnya karena tertutup dedaunan pohon di sekitarnya. Kakiku langsung melompat naik dengan gembira tapi, auh, tidak mudah. Ini licin sekali, akibatnya baru satu anak tangga, aku sudah tergelincir kebawah. Beruntung dedaunan runtuh dibawah menjadi bantal untuk bokongku.
![](https://img.wattpad.com/cover/107224246-288-k89214.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Angel
FantasyKisah keturunan Malaikat dan Iblis yang berjuang di bumi untuk mendapat kehidupan layak.