Sepertinya, aku menyukainya. Ia seperti keturunan Turki, tampan sekali. Padahal sih aku tahu Ayah ataupun Ibunya bukan manusia. Alis tebal panjang menambah keindahan di wajahnya juga lesung pipi yang manis sekali.
"Jim menemui Febi." Aku tak menjawab ketika Ranna mencoba menyadarkanku dari kekaguman itu yang tampaknya ia sadari. Tak perlu menjawabnya karena aku sudah tahu itu, Jim bilang ㅡakhirnyaㅡ ia ingin bergabung bersama kami membunuh makhluk itu setelah sebelumnya keras kepala menolak ajakanku.
"Aku tidak pernah percaya jika dia akan bergabung dengan kita," Ranna menyembulkan rambut cokelat gelapnya dari balik snapbacknya, "Kufikir dia bukan pria yang baik."
Aku sedikit kesal dengan perkataan terakhirnya, karena selama aku tinggal bersama Jim selama ini baru pertama kali semarah itu padaku ㅡhari kemarinㅡ dan dia tidak pernah sekalipun mendapat kasus di sekolahnya. Ranna tersenyum menanggapi ekspresiku yang terlihat tidak setuju."Itu pendapatku saja," ia mengacak-acak poniku lalu berjalan lebih cepat. Harum coffee menyerbak di sekitar cafè dimana kami tuju, cafè tempat biasa mereka kunjungi dan mulai sekarang juga akan menjadi kebiasaanku. Sudah kutemukan dua insan yang katanya saling memiliki rasa duduk di pojok cafe menghadap jalan kecil disebelah kiri cafe. Mereka sudah memesan hotdog dan masing-masing coffee favorit mereka yang ternyata sama, Latte.
"Karena dia Ayah kami, dia pasti melindungi kami, berbeda dari makhluk itu."
"Tapi Ayahmu sendiri membu-" Febi menatapku dengan ekspresi super kagetnya, "Oh Jessica!"
Jim yang sebelumnya membelakangiku langsung berbalik untuk melihatku, memperhatikan ekspresiku untuk menebak apa aku barusan dengar atau tidak. Sayangnya percakapan mereka sudah masuk dengan baik ke pendengaranku. Aku masih bingung, Ayahku tentu saja berbeda dari makhluk itu, untuk apa disamakan."Ada apa dengan Ayah?" Tanyaku masih santai. Febi membuat raut yang seperti menyembunyikan sesuatu. Tidak satupun dari ketiga orang dihadapanku ini menjawab, bukan karena tidak tahu tapi memang karena ada sesuatu.
"KATAKAN!"
Jim berdiri lalu mendudukkanku agar sedikit relaks dan tidak mengganggu pengunjung lainnya. Ia akan menjelaskan, tampaknya.
"Ayah juga berbahaya Jess," Jim berbohong.
"Katakan yang sebenarnya Jim, atau aku yang mengatakannya?" Febi mengambil alih siap untuk menjelaskan, menyuruhku juga untuk siap mental. Bagaimanapun aku mudah terpuruk dan harus berhati-hati.
"Aku yang akan menjelaskannya," pinta Jim bersungguh-sungguh, "di rumah."
"Katakan di sini saja!" Nadaku meninggi menampakkan amarah di dalamnya. Seperti ini saja sudah layaknya orang bodoh yang berkoar padahal tidak tahu duduk masalahnya.
"Ikut aku!" Jim menyeretku dengan seluruh kekuatan lengannya, memasukkanku ke mobil dengan paksa. Padahal baru saja aku pulang sekolah lalu meninggalkan rumah untuk kesini dan belum sempat memesan sesuatu, ia sudah membawaku kembali. Aku masih sedikit khawatir tentangnya yang akan berubah menjadi ganas lagi seperti hari kemarin. Kepalaku terasa agak pusing karena dibawanya menyetir tak stabil dan kecepatan sangat tinggi. Aku masih sayang pada nyawaku tapi ia membawa mobil seakan hanya ada dirinya dimobil ini. Cukup lima menit ia mengendarainya kemudian tiba di rumah dan memarkir mobil sembarang dihalaman depan.
"Aku bisa jalan sendiri," tepisku pada tangannya yang akan menyeretku seperti tas kopernya saja. Ia berjalan mendahului masuk lewat pintu depan dan melangkah sangat cepat menuju sebuah ruangan. Ia melewati tangga yang menuju ke lantai dua dimana kamar kami berada. Ia juga melewati perapian dan sampai di belokan kanan disudut ruangan, terdapat pintu polos berwarna cokelat yang langsung saja diterobos olehnya. Ruang kerja ayah, aku mengikutinya masuk ke dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Future Angel
FantasiaKisah keturunan Malaikat dan Iblis yang berjuang di bumi untuk mendapat kehidupan layak.